"Ada spa yang terapisnya diberi berbagai macam proteksi, misalnya baju dua-tiga lapis. Jika nakal dan ketahuan, terapisnya pernah ada yang digunduli," tuturnya.
Walau bagaimanapun, sosiolog Robert menegaskan prostitusi tidak akan bisa dihapus dari kehidupan kota, termasuk Jakarta.
Prostitusi disebutnya muncul sebagai bagian residu dari industri.
"Mengapa? Karena industri itu kan terkait dengan orang stres, alienasi, dan bisnis seks itu adalah bagian pelengkapnya. Mereka akan mencari tempat pelesiran."
Secara sosiologi, Robert menilai seks selalu merupakan salah satu residu kehidupan kota.
"Ini sudah ada sejak zaman lampau. Sebelum kapitalisme pun sudah begini."
Menurutnya yang bisa dilakukan pemerintah Jakarta adalah melakukan kontrol terhadap tempat yang berpotensi melakukan prostitusi, bukan menutupnya.
Kontrol dapat berupa pembatasan, seperti tempat usaha yang tidak boleh berdekatan dengan perumahan warga dan sekolah.
Selain itu usia orang yang berkunjung juga dibatasi, serta penyedia jasa seks harus melakukan cek kesehatan rutin.
Prostitusi individu
Lebih jauh lagi, Robert mengungkapkan bahwa penutupan griya pijat seperti Alexis tidak tepat dan tidak efektif untuk memberantas prostitusi karena 'zaman dan teknologi sudah berubah'.
"Bisnis seksual itu sekarang tidak hanya dilakukan di tempat yang terbuka, tetapi dilakukan lewat internet dan media sosial.
Para broker seks juga berbisnis sendiri lewat media sosial, tidak perlu tempat (seperti griya pijat), jadi (penutupannya) tidak akan efektif," tandas Robert.
Penutupan griya pijat yang dinilai melakukan aktivitas prostitusi disebutnya hanya akan semakin memperluas praktik prostitusi individual yang sudah terjadi "dan tidak dapat diberantas".
Dia pun menilai penutupan Alexis yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan wakilnya Sandiaga Uno, hanyalah investasi politik moral dari janji pejabat publik.