Bertahun-tahun Statusnya Tak Jelas, Begini Cerita Pilu Pengungsi Rohingya

Editor: Tinwarotul Fatonah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah imigran Rohingya menggelar pertemuan dan doa bersama dengan Forum Peduli Rohingya yang berlangsung di Masjid Nurul Iman Telkom, Makassar, Senin (4/9). Kurang lebih 236 warga Rohingya yang berada di Makassar berharap secepatnya mendapat solusi. Pasalnya, warga tersebut sudah cukup lama tinggal di Indonesia terutama di Kota Makassar.

TRIBUNWOW.COM, MAKASSAR - Konflik yang terjadi di Myanmar, memaksa ribuan masyarakat Rohingya keluar dari negara itu.

Peperangan yang menjatuhkan korban, membuat para pengungsi menempuh berbagai cara demi pergi ke tempat yang aman.

Salah satu pengungsi Rohingya, Musa (23) menceritakan, ia keluar dari Myanmar pada 2013 lalu dengan menggunakan sebuah kapal kayu kecil.

Bersama puluhan pengungsi lain, ia menyeberangi laut selama kurang lebih 15 hari menuju tanah Aceh.

Suasana Kamar Malam Pertama, Foto Intim Raisa-Hamish, hingga Perlakuan Asli Ashanty ke Anaknya

"Kami masuk Aceh pada April 2013, di sana kami dipenjara bulan karena masuk secara ilegal," kata Musa, Senin (4/9/2017).

Musa dan pengungsi lainnya sadar, meski keluar dari Myanmar dan masuk di Indonesia dengan selamat, namun mereka dipastikan tidak akan bebas karena statusnya yang ilegal.

Namun hanya cara itu yang bisa mereka tempuh.

"Hanya itu yang bisa kami lakukan, kami tak mau jadi korban perang di sana," kata pria yang mengaku berasal dari Kota Maungdaw, Provinsi Arakan, Myanmar.

Tak hanya di Aceh, Musa dan pengungsi lainnya juga kembali harus ditahan di Tanjung Pinang, Riau selama kurang lebih setahun.

Terungkap! Alasan PNS Cantik Dibunuh Suaminya Sendiri, Ternyata Gara-gara Sifat Istrinya

Mereka ditahan di sana sebelum mendapatkan kartu tanda pengungsi resmi dari UNHCR.

"Kami ditahan di Tanjung Pinang untuk dapat keterangan karena kami tak punya Passport. Setelah itu awal 2014 ke Makassar. Hanya di Makassar ini kami bisa sedikit bebas karena sudah punya kartu," kata dia.

Meski sudah lebih bebas di Makassar, Musa mengatakan status mereka sebagai pengungsi membuat mereka tetap harus mematuhi aturan seperti tak boleh menggunakan kendaraan bermotor, keluar di atas jam 10 malam, dan bekerja, meski para imigran setiap bulan mendapat uang Rp1.250.000.

Musa menceritakan, ia bercita-cita ingin ke Australia dan melanjutkan pendidikannya di sana, namun hingga saat ini statusnya tidak jelas di Indonesia selama bertahun-tahun

Halaman
12