Pada ketinggian itu, gravitasi tidak begitu bekerja.
Bagian roket kemudian akan mengorbit pada bumi seperti setelit.
Dikatakan bahwa memang tidak setiap benda yang ada di sekitar bumi akanĀ langsung jatuh.
Berdasarkan penuturan Thomas, bagian pesawat itu mengalami penurunan ketinggian setalah berulangkali bergesekanĀ di luar angkasa.
"Itu yang menyebabkan 10 tahun baru jatuh," ungkapnya ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (20/7/2017) hari ini.
Semakin lama, orbit puing itu semakin rendah sampai mencapai tarikan gravitasi bumi paling kuat sehingga jatuh ke permukaan.
Adapun ketinggian yang tak dapat terelakan dari tarikan gravitasi bumi adalah 120 kilometer.
"Dia (puing roket) masuk ke atmosfer padat dan jatuh," katanya.
Thomas mengatakan, seluruh benda yang mengorbit pada bumi selalu meintasi ekuator atau dikenal garis khatulistiwa.
Dalam satu kali orbit, benda antariksa melintasi ekuator dua kali pada titik berseberangan.
Oleh karena itu, kemungkinan jatuhnya benda-benda antariksa lebih besar kemungkinan di daerah ekuator, seperti Indonesia.
Memang peristiwa ini bukan kali pertamanya terjadi di Indonesia.
Sebelumnya, ada pula sampah antariksa yang jatuh di Sumenep.
Meski tidak mengakibatkan korban, tetapi benda-benda ini menimbulkan kerugian material bagi warga. (TribunWow.com/Maya Nirmala Tyas Lalita)