TRIBUNWOW.COM - Sebanyak lima ratus siswa madrasah diniyah (madin) dan guru menggelar unjuk rasa di kantor DPRD Kabupaten Pasuruan, Rabu (14/6/2017).
Unjuk rasa ini dilakukan merespons wacana sekolah lima hari atau Full Day School (FDS) yang akan diterapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy.
Dengan mengendarai kendaraan bak terbuka dan motor, para siswa dan guru Madin ini memadati kantor DPRD Pasuruan, menggelar orasi dan doa bersama.
Dalam unjuk rasa tersebut, mereka menyampaikan penolakannya atas kebijakan sekolah lima hari (FDS) tersebut karena mengganggu jadwal Madrasah Diniyah (Madin).
Tunjukkan Data hingga Bumi Goyang Jika NU Marah! Inilah Fakta-fakta Penolakan Full Day School
Mereka juga menilai jika program tersebut akan membuat para pengajar Madin kehilangan pekerjaannya.
Padahal, para pengajar tersebut selama ini mengabdi dalam membentuk karakter siswa.
Aksi penolakan itu langsung dipimpin Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif (LPM) Pasuruan, KH Mujib Imron.
Dalam orasinya, Mujib mengatakan jiak program 8 jam belajar di sekolah atau sekolah lima hari dapat mematikan eksistensi Madin yang berada di pondok pesantren.
Kebijakan tersebut, menurutnya juga memotong ruang interaksi bagi siswa dan lingkungannya.
"Seperti diketahui, di pesantren atau di kampung-kampung, pendidikan madrasah diniyah sudah berjalan bertahun-tahun. Kalau kemudian Mendiknas memberlakukan full day school selama 8 jam dan lima hari dalam sepekan, maka akan terpotong jam di madrasahnya," terang KH Abdul Mujib Imron.
DPRD Pasuruan mendukung tuntutan massa unjuk rasa
Sudiono Fauzan, selaku ketua DPRD Pasuruan yang menemui massa memberikan dukungan atas penolakan sekolah lima hari tersebut.
Menurutnya, Madin di Pasuruan telah menjadi program yang dilaksanakan tiap tahunnya dan memberi banyak manfaat untuk siswa dan masyarakat.
"Yang jelas adanya program Mendiknas tahun ini dapat mengganggu program wajib madin di Pasuruan," tegas Sudiono.