Dirinya mengungkapkan rumah sakit memang memiliki hak untuk merekrut dokter dengan menghargai nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut oleh dokter tersebut.
Misalnya, jika sebuah rumah sakit memperbolehkan tindakan aborsi, dokter berhak menolaknya sesuai dengan kepercayaan mereka masing-masing.
"Menurut pendapat saya pribadi, dokter berhak saja menolak pasien karena kepercayaannya. Asal itu sudah diberitahukan sejak awal," ujar Sintak seperti dikutip dari KOMPAS.com, Rabu (24/5/2017).
Namun yang harus diperhatikan penolakan tersebut harus murni dilandasi oleh faktor kepercayaan.
Sehingga dokter tidak mempolitisi alasan penolakannya seperti sengaja menolak pasien yang memiliki asuransi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
"Jika ada dokter yang menolak pasien berasuransi, rumah sakit bisa mempertimbangkan dokter itu. Kalau tetap mengijinkan dokter berprakter, rumah sakit harus merujuk pasien berasuransi ke dokter lain," terangnya.
Meski begitu, penerapan kepercayaan dokter tidak berlaku ketika pasien dalam keadaan darurat karena setiap dokter telah bersumpah untuk mendahulukan keselamatan para pasien.
"Itu karena setiap dokter sudah disumpah untuk menyelamatkan pasien. Setiap dokter wajib merawat pasien paling tidak sampai melewati masa kedaruratannya," katanya.
Namun, jika dilihat dalam laman resmi Nahdlatul Ulama (NU), layanan BPJS tidak termasuk dalam dosa riba lantaran sudah sesuai dengan syariat Islam.
Menurut NU akad yang digunakan BPJS Kesehatan sebagai akad ta’awun.
NU telah sepakat mendukung program jaminan kesehatan tersebut pada 28 Maret 2015 lalu.
Putusan tersebut diambil setelah para kiai berdiskusi langsung dengan Kepala Grup MKPR dr Andi Afdal Abdullah terkait pelayanan kesehatan untuk peserta BPJS.
"Ketika disodorkan pertanyaan apakah mengandung riba, mereka menjawab bahwa akad BPJS tidak mengandung riba," tulis dalam laman nu.or.id.
Sementara pihak BPJS sendiri tidak mau turut ikut campur mengenai masalah tersebut.
Kepala Humas BPJS Kesehatan, Irfan Humaidi mengungkapkan hal tersebut adalah masalah internal antara dokter Kiki dengan rumah sakit dimana dirinya bekerja.