TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah tersinggung dengan sikap terdakwa kasus penistaan agama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan penasihat hukumnya, yang menolak kehadiran Yunahar Ilyas, sebagai ahli agama yang dihadirkan jaksa penuntut umum pada sidang lanjutan, Selasa (21/2/2017).
Dalam sidang itu, Yunahar dihadirkan sebagai ahli agama Islam dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Namun, kubu Ahok menolak kesaksiannya karena selain sebagai pengurus PP Muhammadiyah, Yunahar juga menjabat Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sikap itu membuat PP Pemuda Muhammadiyah merasa tersinggung.
"Sebagai kader Muhammadiyah kami merasa tersinggung dengan cara mereka. Mereka beralasan karena Buya Yunahar adalah Wakil Ketua Umum MUI Pusat, dimana MUI adalah pihak terkait yang mengeluarkan Pendapat Keagamaan atau fatwa soal ucapan Ahok yang dianggap menghina Al Qur'an dan Ulama," ujar Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah, Pedri Kasman, dalam rilis yang diterima TRIBUNNEWS.com, Rabu (22/2/2017).
Padahal, imbuhnya, Buya dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai ahli mewakili Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang sudah diBAP oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri.
"Beliau ditugaskan resmi oleh PP Muhammadiyah karena sesuai keahliannya. Beliau adalah Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Tarjih dan Tabligh yang urusannya kajian-kajian keislaman, fatwa dll," kata Pedri.
Selain itu, Yunahar juga guru besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di bidang tafsir.
Beliau sudah menerbitkan banyak buku dan jurnal keislaman yang jadi rujukan di kampus dan masyarakat umum.
"Jadi dari sisi bidang ilmu yang dimiliki dan jabatannya Prof. Yunahar sangat layak dan kompeten sebagai ahli agama," ujar Pedri.
Menurut Pedri, alasan kubu Ahok bahwa pengurus MUI tidak bisa independen memberikan keterangan ahli juga tidak masuk akal.
"MUI dan juga Muhammadiyah jelas-jelas ormas Islam yang di dalamnya berhimpun para ulama yang ahli di bidang agama dengan berbagai cabang ilmunya," kata Pedri.
Imbuh Pedri, ke mana lagi penyidik dan Jaksa mencari saksi ahli agama kalau bukan ke ormas Islam atau Perguruan Tinggi Islam?
"Namun kami sangat senang dan apresiasi terhadap pembelaan oleh Jaksa Penuntut Umum bahwa Prof. Yunahar sangat tepat dihadirkan sebagai ahli agama. Sehingga akhirnya majelis hakim menetapkan bahwa sidang dilanjutkan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli Prof. Yunahar," terang Pedri.
Dalam persidangan, lanjut Pedri, Yunahar menyebut bahwa pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu itu mengandung unsur penistaan terhadap Ulama dan Al Qur'an.
"Kata "dibohongi" yang digunakam Ahok jelas sangat tidak tepat. Ahok berarti menyebut para ulama dan siapa saja Ummat Islam yang menyampaikan Surat Al Maidah 51 berbohong dan Al Maidah 51 alat kebohongan."
"Sekalipun tafsir kata "auliya" dalam ayat itu bisa berarti "teman setia, penolong dll". Tapi menyebut orang yang mengartikannya sebagai "pemimpin" berbohong itu jelas suatu penghinaan," ungkap Pedri.
Pihak PP Pemuda Muhammadiyah menduga manuver yang dilakukan pihak Ahok bagian dari upaya menutupi kelemahan mereka untuk menanggapi keterangan yang dipaparkan secara sangat mendalam oleh ahli terkait ilmu tafsir dan tafsir Al Maidah 51 yang jadi kasus Ahok.
Hal ini dapat dibuktikan dengan fakta sidang sebelumnya, dimana pihak terdakwa selalu melontarkan pertanyaan diluar substansi permasalahan.
"Sekali lagi kami sampaikan bahwa sebagai kader Muhammadiyah kami tersinggung dan sangat menyayangkan cara-cara yang dipakai pihak Ahok dalam persidangan yang terhormat itu."
"Mereka semestinya menjunjung tinggi etika dan menghormati para ulama. Jika mereka keberatan dengan materi kesaksian semestinya materi itu yang dibantah."
"Penasehat hukum Ahok kami lihat sudah kehilangan akal untuk melakukan pembelaan, sehingga mereka mencari-cari celah untuk bermanuver," ujar Pedri.
Bukti menodai agama
I Wayan Sudirta anggota tim penasihat hukum terdakwa Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, hingga saat ini belum ada saksi yang bisa membuktikan bahwa kliennya menodai agama.
Untuk itu, dia menilai wajar jika pihaknya bakal memenangi persidangan.
"Makanya hingga sampai saat ini blas. Pantas memang Pak Basuki menang, perkara ini rekayasa. Sampai hari ini tidak ada bukti secuil pun Pak Basuki itu salah oleh bukti-bukti, saksi-saksi, surat-surat," kata Wayan usai persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (21/2/2017).
Menurutnya, meskipun saksi mencoba mempertahankan pendapatnya.
Namun sikap saksi dalam persidangan menunjukan ketidakmampuan mempertahankan keterangannya.
"Anda bisa lihat bagaimana dia (saksi) tertatih mempertahankan sikapnya seolah-olah bagaimana seorang ahli itu menjadi sulit sendiri mempertahankan sikapnya. Banyak sekali BAP yang terkoreksi keterangannya sendiri," kata Wayan.
Ahok dijerat dengan dakwaan menghina agama karena ucapannya di depan masyarakat Kepulauan Seribu, 27 September 2016 yang menyitir ayat Al Maidah 51.
Karena ucapannya itu, jaksa pada sidang perdana 3 Desember 2016 mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.
JPU menilai Ahok telah melakukaan penodaan terhadap agama serta menghina para ulama dan umat Islam.