Terkini Daerah
Visualisasi Kisah Sengsara Yesus di Purbowardayan: Antara Pengorbanan Tanpa Syarat & Korban Politik
Visualisasi adalah satu di antara ibadat guna menghayati penderitaan dan kematian Yesus yang disajikan dalam bentuk drama.
Penulis: Yonatan Krisna Halman Tri Santosa
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM – "Bunuh dia! hukum dia! enyahkan dia! salibkan dia! hukum dia!"
Begitu bunyi rakyat dalam Visualisasi Kisah Sengsara Yesus yang diselenggarakan di Gereja Katolik Santa Perawan Maria Regina Paroki Purbowardayan, Surakarta, Jawa Tengah, pada Jumat, 18 April 2025.
Tetes air mata tak mampu dibendung oleh ratusan umat Katolik yang hadir dalam acara tersebut.
Umat menangis lantaran begitu menghayati penderitaan yang dialami Yesus.
Apalagi, Yesus disiksa dan mau mati demi dosa seluruh umat manusia.
Baca juga: Kisah Tak Terduga Lionel Louis, Bocah Bekasi Pelukis Paus Fransiskus, Karyanya Diserahkan ke Vatikan
Tangis umat kian pecah kala menyaksikan adegan penyiksaan Yesus dan penyalibannya.
Momen tak kalah haru ialah ketika Yesus memanggul Salib dan Maria, ibunya menyeka darah bekas pecambukannya.
Romo Yoseph Supriyanto, Pr, selaku pastor kepala Gereja Katolik Santa Perawan Maria Regina Paroki Purbowardayan menjelaskan bahwa visualisasi bukan hanya sekedar drama semata.
Visualisasi adalah satu di antara ibadat guna menghayati penderitaan dan kematian Yesus yang disajikan dalam bentuk drama.
“Kegiatan (ibadat,-red) ini bertujuan agar umat semakin bisa mengikuti dan merasakan bagaimana Yesus menjalani peristiwa sengsara dan menderita di Kayu Salib,” kata Romo Supri, sapaannya saat ditemui di Pasturan Gereja Katolik Santa Perawan Maria Regina Paroki Purbowardayan pasca acara, Jumat, 18 April 2025.
Romo Supri menambahkan, Visualisasi adalah salah satu bentuk ibadat yang selalu dilaksanakan setiap Jumat Agung.
Visualisasi sendiri adalah drama dari Ibadat Jalan Salib Agung.

“Tahun ini (2025) perayaan Jumat Agung dirayakan 18 April.
Perayaan Jumat Agung merayakan peristiwa misteri sengsara Tuhan Yesus sebagai sang juru selamat dalam peristiwa salib.
Kegiatan perayaan ini diadakan dalam dua bentuk, pertama adalah Jalan salib Agung (yang dirayakan) pagi dan sore diadakan ibadah Jumat Agung,” tutur Romo Supri.
“Yang Jalan Salib Agung mau itu mau merenungkan kisah sengsara Yesus dari waktu ke waktu sampai memuncak dalam peristiwa salib,” sambungnya.
Visualisasi ini diselenggarakan oleh Orang Muda Katolik (OMK) yang bekerja sama dengan komunitas teater Gereja Katolik Santa Perawan Maria Regina Paroki Purbowardayan bernama Buruz.
Sebanyak 176 orang ikut terlibat guna menyukseskan acara ini.
Dari 176 tersebut, 59 bermain sebagai pemeran, sementara sisanya adalah crew atau panitia.
“Sebanyak 59 orang sebagai pemain/pemeran dan sekitar 50-an crew serta panitia. Mereka melakukan persiapan sejak empat bulan silam,” jelasnya.
Selain sebagai bentuk penghayatan umat akan penderitaan Yesus, visualisasi ini bertujuan untuk mengajak kaum muda Paroki Purbowardayan agar mau terlibat aktif dalam kehidupan menggereja dan berpelayanan.
“Di samping itu juga untuk menghidupkan OMK, karena dengan berkegiatan mereka bisa berkumpul dan berdinamika bersama teman-teman yang lain, sehingga OMK bisa semakin kompak,” kata Romo Supri dengan penuh harap.
Sementara itu, Resty, perwakilan dari OMK sekaligus pimpinan produksi dari Visualisasi ini menjelaskan bahwa persiapan untuk acara ini tak sembarangan dan dilaksanakan secara serius.
Bahkan, terdapat seleksi agar setiap pemeran dapat memahami karakternya masing-masing, mulai dari yang menjadi Maria, prajurit, rakyat hingga Yesu situ sendiri.
“Kita di setiap latihannya ada momen atau waktu untuk masuk ke karkternya masing-masing sesuai yang dimainkan, kemudian latihan alam,” ucap pemudi yang kerap disapa Resty ini.
“Namun untuk tahun ini latihan alam ditiadakan tapi diganti dengan melakukan persiapan dan pemantapan selama 15 menit untuk tiap kali latihan,” sambungnya.
Sebagai informasi, Visualisasi ini sebenarnya sudah terlaksana pada tahun sebelumnya, yakni 2024 di hari Jumat Agung.
Namun, acara ini diadakan kembali di tahun 2025 karena antusiasme umat dan semangat dari OMK.
Agar umat tidak bosan, acara ditambahkan adegan Yesus berdoa di taman Getsmani dan ditangkap serta adegan maria mengelap atau membersihkan darah bekas Yesus dicambuk.

“Antusiasme umat sangat banyak, dan membuat konsep baru agar tidak bosan,” jelasnya.
“Konsep barunya adalah lebih adegannya lebih panjang lagi daripada tahun kemarin.
Tahun kemarin dimulai dari pengadilan imam agung dan Yesus sudah diadili, tapi tahun ini dimulai dari Yesus yang berdoa di taman Getsmani,” sambungnya.
Sekilas tentang Jalan Salib
Visualisasi tak lepas dari Jalan Salib.
Mengingat, Visualisasi adalah pengembangan dari Jalan Salib yang disajikan dalam bentuk drama.
Lantas, apa itu Jalan Salib dan sejak kapan ibadat ini dimulai?
Renungan Jalan Salib memiliki sejarah yang panjang dan beragam, dari awal mula di Yerusalem hingga perkembangannya di dunia Barat.
Tradisi ini dikembangkan dikembangkan oleh para biarawan Fransiskan pada abad ke-14.
Pada abad ke-18, Paus Klemens XII menetapkan format standar untuk Jalan Salib dengan 14 perhentian.
Kemudian, Paus Yohanes Paulus II memperkenalkan versi yang lebih berbasis pada Alkitab.
Jalan Salib menjadi salah satu praktik devosi yang penting bagi umat Katolik, memungkinkan mereka untuk merenungkan pengorbanan Yesus dan menghayati makna kasih Allah.
14 perhentian Jalan Salib menggambarkan peristiwa-peristiwa penting dalam perjalanan Yesus menuju Golgota, dari pengadilan hingga kematian dan penguburan.
Kematian Yesus tak Lepas dari Unsur Politis?
Di lain sisi, Romo Supri menceritakan bahwa terdapat unsur politis di balik kematian Yesus.
Ya, kematian Yesus bisa dilihat dalam dua sisi, satu di antaranya adalah unsur politik.
Di mana, kehadiran Yesus pada saat itu menjadi ancaman bagi para pemuka agama Yahudi dan elite politik Yerusalem lantaran kehilangan ‘panggung’.
Pemuka Agama Yahudi yang semula menjadi panutan dan selalu menjadi role model bangsa Yahudi seketika hilang karena kehadiran Yesus.
Apalagi Yesus mengajarkan agama dengan cara yang berbeda dan disertai dengan mukjizat seperti menyembuhkan orang sakit, mengusir orang yang kerasukan setan atau iblis hingga menghidupkan orang yang mati.
Kehadiran Yesus juga dianggap sebagai ancaman karena dikhawatirkan menimbulkan revolusi.
Apalagi, di masa Yesus, bangsa Yahudi tengah dijajah oleh Romawi.
Alhasil, pemuka agama Yahudi mengatur segala rencana dan siasat agar bisa membunuh Yesus.
Momen itu akhirnya datang sebelum perayaan Paskah Yahudi.
“Peristiwa salib Yesus itu bisa dimaknai dari dua sisi, pertama dari segi politis. Kehadiran Yesus di Masyarakat Yahudi, terutama Yerusalem, menyedot perhatian banyak orang karena cara mengajarnya yang berbeda dan dibuat penyembuhan orang sakit, pengusiran roh jahat dan puncaknya menghidupkan Lazarus,” terang Romo Supri.
“Hal ini yang kemudian dikhawatirkan oleh para tokoh Agama Yahudi dan elite Yerusalem. Mereka khawatir, jangan-jangan terjadi revolusi dan dimata mereka Yesus adalah sosok yang membahayakan,” sambungnya.
Bermula ketika Yesus dijual oleh rasulnya sendiri, Yudas Iskariot dan ditangkap oleh pasukan Bait Allah hingga digiring ke Pilatus, yang kala itu menjabat sebagai gubernur Romawi.
Pilatus semula ingin membebaskan Yesus karena merasa tak menemukan kesalahan apapun pada diri orang Nazaret itu.
Namun, karena desakan orang-orang Yahudi, Pilatus akhirnya menjatuhi hukuman mati untuk Yesus.
Apalagi orang Yahudi kala itu menghasut Pilatus dan mengejeknya bukan sahabat Kaisar jika membebaskan Yesus.
Pilatus juga mencuci tangannya setelah memvonis Yesus karena merasa tak bertanggung jawab atas kematiannya.
“Maka, secara politis, terjadilah persekongkolan politik antara tokoh Agama Yahudi dan elite politik Yerusalem yang diwakili imam Kayafas, Pontius Pilatus dan Raja Herodes. Mereka bersepakat agar Yesus harus disingkirkan,” ucap Romo Supri.
“Maka terjadilah peradilan sesat yang telah direkayasa dan Keputusannya adalah Yesus harus dihukum mati dengan tuduhan telah menyesatkan orang dan menghujat Allah. Pontius Pilatus mengatakan lebih baik satu orang mati daripada semua bangsa mengalami penderitaan.”
“Akan tetapi, apa yang disampaikan dan diputuskan oleh Pontius Pilatus sendiri justru dijadikan Allah untuk menyampaikan nubuatnya dengan mengatakan lebih baik satu orang dikorbankan untuk menyelamatkan banyak orang,” lanjutnya.
Oleh karenanya, dari sisi Teologis, kematian Yesus dipercaya sebagai rencana Tuhan untuk menyelamatkan umat manusia dari dosa. (TribunWow.com/Yonatan Krisna Halman Tri Santosa)
Sumber: TribunWow.com
Modal HP Pribadi, Mahasiswa KKN Unisri Bantu Promosikan Wisata di Desa Manjung |
![]() |
---|
Sindikat Jual Bayi ke Singapura Tawarkan Lewat Video Call, 15 Anak Sudah Dikirim dengan Dalih Adopsi |
![]() |
---|
Pendaki Malaysia Tergelincir 200 Meter dari Gunung Rinjani setelah Menghindari Porter yang Melintas |
![]() |
---|
Fakta Tewasnya Gadis yang Sedang Berbincang Online, Percakapan Terakhir Jadi Kode sang Pembunuh |
![]() |
---|
Nasib Tragis Bocah 7 Tahun Disiksa Ayah: Ibu Meninggal, Diberi Makanan Basi hingga Dibakar di Sawah |
![]() |
---|