Breaking News:

Pencabulan

Korban Pencabulan oleh 2 Guru di Pesantren Bertambah jadi 43 Orang, Kini Ditolak di Sekolah Lain

Kasus pencabulan yang dilakukan oleh 2 oknum guru di pesantren mengalami penambahan jumlah korban.

Editor: Lailatun Niqmah
Fajar Alfaridho Herman/tribunpadang.com
Dua guru pesantren yang mencabuli 40 murid saat diperlihatkan Polresta Padang dalam konferensi pers, Jumat (26/7/2024). Kasus pencabulan yang dilakukan oleh 2 oknum guru di pesantren mengalami penambahan jumlah korban. 

Alih-alih, kata Masrizal, guru pesantren tersebut meminta klien dan temannya untuk tidur di ruang tamu kamar pembina pesantren tersebut.

Di situlah dugaan tindak pencabulan terjadi, klaim Masrizal.

"Klien saya ini langsung memberontak dan melakukan perlawanan kepada pelaku dan pelaku langsung mengancam keduanya," lanjutnya.

Mendapatkan hardikan tersebut, kata Masrizal, keduanya hanya terdiam dan membiarkan pelaku melakukan aksinya.

Tidak hanya dipaksa untuk melakukan hal senonoh, Masrizal mengeklaim kedua santri itu juga diancam oleh pelaku untuk tidak melaporkan kejadian tersebut kepada siapapun.

Baca juga: Sosok Guru Madrasah yang Lakukan Pencabulan ke 40 Siswanya, Lulusan Terbaik hingga Mubalig Kondang

Seorang guru pesantren yang mencabuli 40 murid saat diperlihatkan Polresta Bukittinggi dalam konferensi pers, Jumat (26/7/2024).
Seorang guru pesantren yang mencabuli 40 murid saat diperlihatkan Polresta Bukittinggi dalam konferensi pers, Jumat (26/7/2024). (Fajar Alfaridho Herman/tribunpadang.com)

"Pelaku ini bahkan meminta keduanya untuk bersumpah atas nama Allah agar tidak melaporkan kejadian itu kepada siapa pun," katanya.

Selang sepekan, RA kembali melakukan hal yang sama dengan modus yang sama dan di tempat yang sama pula, klaim Masrizal.

Merasa sudah tidak tahan lagi dengan ancaman dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh RA, Masrizal mengungkap bahwa kliennya memutuskan untuk melaporkan kejadian tersebut kepada orang tuanya.

"Klien saya ini menghubungi orang tuanya untuk meminta pindah dari asrama dan memilih untuk ngekos di luar asrama tersebut. Tetapi orang tua yang tidak menyadari ada hal yang salah, meminta agar dia tetap di asrama, karena khawatir akan pergaulan bebas di luar asrama," katanya.

Selang tiga hari, menurut Masrizal, kliennya kembali menghubungi orang tuanya, namun mereka tak kunjung mengabulkan permintaannya.

Pada 11 Juli sekitar pukul 03.00 WIB, Masrizal mengeklaim RA kembali meminta kliennya untuk memijatnya. Masrizal mengeklaim kliennya was-was dan takut hal yang sama akan terulang lagi, sehingga kliennya sempat menolak permintaan namun sang guru memaksanya.

Selang beberapa hari setelah kejadian tersebut, kata Masrizal, kliennya merasa sudah tidak tahan lagi dan sangat takut bertemu dengan RA. Pada 21 Juli silam, kliennya akhirnya menghubungi orang tuanya dan menceritakan kejadian yang dialami.

Mendengar pernyataan itu, sang ayah syok dan memintanya segera melarikan diri dari pesantren. Dalam pelariannya, kata Masrizal, kliennya berjalan kaki menuju Kota Bukittinggi yang berjarak kurang lebih 10 kilometer. Di sana, ia menghubungi salah seorang teman kakaknya untuk menjemputnya.

"Setelah ditemukan oleh kakaknya, klien saya ini langsung menceritakan semuanya dan langsung menuju Polresta Bukittinggi untuk melaporkan kejadian yang dialaminya," katanya.

Menurut Masrizal, setelah adanya laporan yang dibuat oleh kliennya tersebut, pelaku RA sempat membantah dan menyatakan bahwa itu merupakan fitnah dan pencemaran nama baik.

Halaman
123
Sumber: BBC Indonesia
Tags:
PencabulanGuruPesantrenPondok PesantrenSumatera Barat
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved