Breaking News:

Pilpres 2024

Prediksi Fahri Hamzah soal Koalisi Parpol Pendukung Capres Setahun Lalu Terbukti: Semua Omong Kosong

Fahri Hamzah membuktikan prediksi setahun lalu soal koalisi pendukung Anies Baswedan yang telah mengalami perpecahan alias bubar.

Instagram/@fahrihamzah
Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah. 

TRIBUNWOW.COM - Prediksi Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah soal koalisi pendukung bakal calon presiden (Capres) 2024 setahun lalu akhirnya terbukti.

Setahun lalu, Fahri Hamzah menganalisis bahwa koalisi partai politik dan pencalonan presiden tidak bisa dipastikan, bahkan bisa bubar sebelum pendaftaran dibuka Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Fahri Hamzah lalu mencontohkan, Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), pendukung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (Capres) 2024, yang telah mengalami perpecahan alias bubar setelah satu partai pengusungnya, yakni Partai Demokrat angkat kaki dan menarik diri mencalonkan eks Gubernur DKI tersebut.

"Orang tidak percaya dengan omongan saya, hanya karena ada seseorang yang mencalonkan diri begitu dini, lalu dengan pencalonan itu dipakai untuk memaksa orang untuk mendukung dia, baik parpol maupun basis-basis masa," kata Fahri Hamzah melalui keterangannya, Senin (4/9/2023) seperti dikutip dari Tribunnews.com.

Baca juga: Fahri Hamzah Sebut Dukungan untuk Prabowo Makin Meningkat: Capres yang Punya Kapasitas Sebesar Itu

Diketahui, KKP yang terdiri dari Partai NasDem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) resmi mengusung Anies Baswedan sebagai Capres di Pemilu 2024.

Sayangnya, peta berubah karena Partai NasDem dan Anies meninggalkan dua partai peserta koalisinya dalam menentukan bakal calon wakil presiden (Cawaspres)-nya, yakni mengusung Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.

Sontak, manuver Partai NasDem yang dipimpin ketua umumnya Surya Paloh dan capres Anies itu, membuat Partai Demokrat besutan Susilo Bambang Yudhoyoho (SBY) meradang dengan menegaskan keluar dari koalisi dan menarik dukungannya untuk Anies Baswedan.

"Kekecewaan Partai Demokrat ini tentunya sangat beralasan, karena sebelumnya Anies melaui surat yang ditulisnya sendiri telah meminta Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketum Partai Demokrat untuk bersedia mendampinginya sebagai Cawapres di Pilpres 2024 nanti," kata dia.

Baca juga: Nasib Partai Demokrat setelah Keluar dari Koalisi Perubahan, Bakal Gabung ke Prabowo atau Ganjar?

Karena itu, Fahri Hamzah mengatakan, bahwa omong kosong kalau koalisi dan pencalonan presiden sebelum dimulai pendaftaran akan berjalan lancar, khususnya diinternal koalisi.

"Karena semua itu adalah manuver yang motifnya bukan untuk pemenangan, tetapi untuk menaikkan posisi tawar, dan mengambil keuntungan jangka pendek sebelum pendaftaran resmi dilakukan," katanya.

"Termasuk rekrutmen partai-partai dalam koalisi untuk mencukupi 'tiket' dan sebagianya. Itu semua omong kosong, termasuk kombinasi capres-cawapres yang diiming-imingi kepada ketua umum partai politik, itu semua omong kosong. Karena sekali lagi, pada akhirnya semua itu ditentukan tidak berbasis pada angka jumlah 'tiket'," katanya lagi.

Sebab, menurut Fahri, kekacauan dari penerapan presidential threshold atau PT 20 persen yang dipaksakan ini, maka pertemuan partai dan koalisi-koalisi itu murni hanya untuk kepentingan sesaat, termasuk adalah kepentingan memenuhi 'tiket'.

"Kalau ada kawan baru yang memenuhi kepentingan 'tiket', sementara kawan lama terlalu banyak kepentingan dan keinginan, mereka bisa ditendang," kata dia

"Atau kalau ada kemungkinan 'tiket' itu dikaitkan dengan komposisi jumlah kandidat dalam kombinasi, maka ada pihak yang bsa dikorbankan atau pada akhirnya kalau para pemberi biaya alias bohir-bohir tidak sepakat dengan kombinasi itu, maka kombinasi itu bisa dibubarkan. Jadi prediksi saya setahun lalu itu murni karena saya membaca keseluruhan sistemnya. Itu sebabnya saya kecewa karena ada pemanfatan identitas di dalamnya, seperti pemanfaatan identitas agama yang seolah-olah orang itu akan seterusnya berjuang sebagai kandidat Islam, karena tidak ada lagi seperti itu," lanjut dia.

Pemimpin itu, dikatakan Fahri Hamzah, seharusnya beradu gagasan, bukan klaim-klaim primordial yang dia halang sejak awal, yang memberikan keuntungan kepada kandidat itu dan juga pada partai pendukungnya yang bermetamorfosa untuk mendapatkan ceruk dari basis-basis yang selama ini tidak akrab dengan dia.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews.com
Tags:
Fahri HamzahPrabowo SubiantoAnies BaswedanGanjar PranowoPartai DemokratPartai GeloraMuhaimin IskandarKomisi Pemilihan Umum (KPU)
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved