Konflik Rusia Vs Ukraina
Dinilai Janggal oleh Zelensky, Rusia Mendadak Umumkan Pemberhentian Wajib Militer di Ukraina
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengaku tak percaya Rusia benar-benar akan menghentikan wajib militer.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Rusia menyatakan telah selesai memanggil ratusan ribu pasukan cadangan untuk berperang di Ukraina.
Dilansir TribunWow.com, disebutkan bahwa dari jumlah tersebut, lebih dari seperempatnya sudah dikerahkan ke medan perang.
Namun, kabar ini tak lantas diyakini oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang menilai Rusia pasti akan mengadakan wajib militer gelombang kedua.
Baca juga: Polisi Rusia Dituding Rudapaksa dan Ancam Lecehkan Ramai-ramai Pendemo Anti-Wajib Militer ke Ukraina
Rusia mengumumkan berakhirnya wajib militer parsial tersebut pada hari Jumat (28/10/2022) lantaran merasa kuota pasukan yang dibutuhkan sudah berhasil dipenuhi.
Adapun upaya mobilisasi yang pertama dilakukan Rusia sejak Perang Dunia II tersebut telah menyebabkan puluhan ribu orang melarikan diri hingga menimbulkan protes publik berkelanjutan pertama terhadap perang.
Dalam pertemuan resmi yang disiarkan di televisi, Menteri Pertahanan Sergey Shoigu melaporkan pada Presiden Vladimir Putin bahwa wajib militer telah selesai dijalankan.
"Tugas yang Anda tetapkan untuk (memobilisasi) 300.000 orang telah selesai," kata Shoigu dikutip Al Jazeera, Jumat (28/10/2022).
"Tidak ada tindakan lebih lanjut yang direncanakan."
Dia mengatakan 82.000 tentara telah dikirim ke zona pertempuran dan sisanya dalam pelatihan.
Putin kemudian berterima kasih kepada para tentara cadangan atas dedikasi mereka terhadap tugas, atas patriotisme mereka, atas tekad kuat mereka.
"Untuk membela negara kita, untuk membela Rusia, yang berarti rumah mereka, keluarga mereka, warga negara kita, rakyat kita," ucap Putin.

Baca juga: Geger Pria Rusia Tembak Petugas Wajib Militer Perang Ukraina, Buat Warga Berhamburan saat Teriak Ini
Di sisi lain, Zelensky pada hari yang sama, menyatakan keraguan tentang deklarasi Rusia bahwa wajib militernya telah selesai.
Ia mengatakan bahwa kinerja pasukan Moskow yang makin buruk justru menandakan akan lebih banyak lagi warga Rusia yang akan dikerahkan.
"Kami mendapat laporan bahwa musuh telah menyelesaikan mobilisasinya seolah-olah tidak perlu lagi mengirim gelombang baru warga Rusia ke garis depan," kata Zelensky.
"Kami merasa situasi sangat berbeda di lini depan."
"Meskipun Rusia mencoba untuk meningkatkan tekanan pada posisi kami dengan menggunakan wajib militer, mereka sangat kurang siap dan kurang dilengkapi."
"Kami menganggap bahwa Rusia mungkin akan segera membutuhkan gelombang baru pengerahan orang untuk kirim ke medan perang."
Sebelumnya, Putin dan Shoigu mengakui ada masalah pada hari-hari awal pemanggilan wajib militer.
Namun, Shoigu mengatakan masalah awal dalam memasok pasukan yang baru dimobilisasi telah diselesaikan.
Putin mengatakan kesalahan mungkin tidak dapat dihindari karena Rusia tidak melakukan mobilisasi untuk waktu yang lama tetapi pelajaran telah dipetik.
'Mobilisasi parsial' tersebut diperintahkan Putin bulan lalu setelah pasukannya mengalami kemunduran besar di medan perang.
Ini adalah pertama kalinya sebagian besar orang Rusia menghadapi dampak langsung secara pribadi dari invasi yang diluncurkan ke Ukraina pada Februari.
Lebih dari 2.000 orang ditangkap dalam protes anti-mobilisasi, terutama di beberapa bagian negara yang dihuni oleh etnis minoritas yang mengeluh bahwa mereka menjadi sasaran yang tidak proporsional dalam panggilan tersebut.
Puluhan ribu pria Rusia juga diyakini telah melarikan diri dari negara itu untuk menghindar jika dipaksa berperang, banyak di antaranya ke negara tetangga bekas republik Soviet.
Baca juga: Belum juga Rebut Kembali Kherson dari Tangan Rusia, Apa Saja Kendala yang Dialami Ukraina?
Antrean Warga Rusia yang Hindari Wajib Militer sampai 16 Km
Gambar satelit terbaru menunjukkan iring-iringan sejumlah besar orang Rusia yang melarikan diri dari negaranya.
Dilansir TribunWow.com, kendaraan mereka berbaris ke arah Georgia dan Mongolia dan membentuk kemacetan hingga 16 Km.
Peristiwa ini terjadi setelah Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan perintah mobilisasi ratusan ribu tentara cadangan untuk konflik di Ukraina.
Baca juga: Apa yang Terjadi jika Vladimir Putin Nekat Mengebom Ukraina dengan Nuklir Rusia? Ini Kata Para Ahli
Gambar-gambar yang dilaporkan Sky News, Selasa (27/9/2022), tersebut merekam antrian kendaraan, truk kargo dan mobil, menunggu dalam kemacetan panjang saat berusaha melewati perbatasan.
Menurut Maxar, perusahaan satelit yang merilis gambar tersebut, antrian untuk menyeberang ke Georgia itu membentang lebih dari 10 mil atau 16 km.
Menurut media Rusia, pada satu titik pada hari Minggu, perkiraan waktu tunggu untuk memasuki Georgia mencapai 48 jam, dengan lebih dari 3.000 kendaraan mengantri untuk melintasi perbatasan.
Pemerintah ibukota Georgia, Tbilisi, telah mencatat masuknya sekitar 40 ribu orang Rusia sejak Moskow menginvasi Ukraina pada 24 Februari.
Kini mulai beredar kabar bahwa Rusia mungkin akan segera menutup perbatasannya untuk para pria yang usianya sesuai dengan kriteria wajib militer.

Baca juga: Tidak akan Dipaksa Pulang, Zelensky Ungkap Nasib Tentara Rusia yang Menyerah ke Ukraina
Di sisi lain, para pejabat Jerman telah menyuarakan keinginan untuk membantu orang-orang Rusia yang meninggalkan dinas militer dan telah menyerukan solusi ini di seluruh Eropa.
Namun, negara-negara Uni Eropa lainnya bersikeras bahwa suaka tidak boleh ditawarkan kepada orang-orang Rusia yang melarikan diri sekarang.
Negara-negara ini termasuk Lithuania, yang berbatasan dengan Kaliningrad, eksklave Laut Baltik Rusia.
"Rusia harus tinggal dan berjuang. Melawan Putin," cuit Menteri Luar Negeri Lithuania, Gabrielius Landsbergis.
Satu orang yang berhasil melarikan diri ke Finlandia, mengatakan kepada Sky News bahwa mereka yang tetap tinggal dan memprotes menghadapi pembunuhan.
"Saya punya beberapa teman dan kenalan yang berada di gelombang yang sama dengan saya, dan saat ini mereka berada di Azerbaijan, Armenia, Belarusia dan beberapa dari mereka juga di Uni Eropa," terang Aleksander (bukan nama sebenarnya).
"Mereka semua mengerti bahwa tidak mungkin membuat perbedaan saat anda berada di Rusia."
"Rezim tidak akan jatuh. Rezim kuat. Mereka akan memiliki sumber daya yang cukup untuk membunuh warganya sendiri. Saya tidak ingin menjadi saksi atau peserta dari peristiwa ini."(TribunWow.com/Via)