Breaking News:

Tragedi Arema Vs Persebaya

Terintimidasi, Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Batal Ajukan Autopsi setelah Didatangi Polisi

Keluarga korban tragedi Kanjuruhan menarik permintaan autopsi karena merasa diintimidasi.

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
BBC Indonesia
Devi Athok Yulfitri, 43 tahun, kehilangan dua putrinya akibat Tragedi Kanjuruhan, Natasha Debi dan Naila Debi, serta mantan istrinya Gebi Asta Putri. Terbaru, Devi mencabut pengajuan atuposi jasad dua anaknya diduga karena ada intimidasi dari pihak kepolisian, Rabu (19/10/2022). 

TRIBUNWOW.COM - Langkah autopsi pada dua jenazah korban Tragedi Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, batal dilaksanakan.

Dilansir TribunWow.com, Devi Athok Yulfitri, ayah dari mendiang Natasya Ramadani (16) dan Naila Angraini (14), telah mencabut pengajuan autopsinya.

Diduga, pihak keluarga merasa terintimidasi lantaran kerap didatangi polisi di rumahnya, kawasan Bululawang, Kabupaten Malang.

Baca juga: Temuan Baru Tragedi Kanjuruhan, Tim Gabungan Aremania Sebut Ada Kejahatan Sistematis terkait HAM

Hal ini dibenarkan Devi yang kemudian mengungkapkan dua alasan mengapa pihaknya memilih membatalkan autopsi.

Satu diantaranya adalah tidak dikabulkannya permintaan keluarga agar ada eksternal Polri yang dilibatkan dalam autopsi tersebut.

"Yang pertama, kalau dilakukan autopsi, yang terlibat tidak hanya dari pihak polisi saja, melainkan juga ada pihak luar (yang ikut dilibatkan). Kalau enggak ada hal itu, ya enggak usah (dilakukan autopsi)," ujar Devi pada TribunJatim, Rabu (19/10/2022).

Keluarga Devi juga merasa berjuang sendiri lantaran tak ada keluarga korban tragedi Kanjuruhan lain yang bersedia untuk mengajukan autopsi.

"Kenapa pihak keluarga dari korban meninggal tragedi Kanjuruhan yang lainnya enggak ikut mengajukan autopsi. Kalau usut tuntas, ya harus berkorban dan jangan hanya bicara. Yang saya sesalkan sampai sekarang ini, kok cuma saya yang bikin pengajuan autopsi, yang lainnya kemana kok tidak ikut bikin pengajuan autopsi," imbuhnya.

Selain merasa tak mendapat dukungan, Devi juga mengaku terintimidasi lantaran sudah tiga kali didatangi pihak kepolisian.

Mereka mempertanyakan maksud dari permintaan autopsi yang diajukan oleh Devi.

"Tiga kali (didatangi polisi). Mereka datang rombongan. Enggak ada perkataan pengancaman, tapi kan didatangi saja takut," beber Devi.

Sementara itu, ketika dihubungi suryamalang.com, Rabu (19/10/2022), Devi mengaku sudah pasrah menyerahkan nasib pembunuhan dua anaknya ke tangan Tuhan.

"Enggak, Pak, biar azab Allah yang menghukum pelaku pembantaian kedua anakku," ucapnya.

Pertandingan pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 bertajuk derbi Jawa Timur, Arema FC dan Persebaya Surabaya, di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Malang, Sabtu (1/10/2022) berlangsung panas.
Pertandingan pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 bertajuk derbi Jawa Timur, Arema FC dan Persebaya Surabaya, di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Malang, Sabtu (1/10/2022) berlangsung panas. (KOMPAS.com/Suci Rahayu)

Baca juga: Nasib Pilu Korban Tragedi Kanjuruhan, Hilang Ingatan setelah Koma 3 Hari hingga Kena Gangguan Mental

Menanggapi hal ini, Andi Irfan, pendamping Tim Gabungan Aremania (TGA) mengatakan bahwa polisi ikut andil dalam batalnya pengajuan autopsi tersebut.

Apalagi ketika datang ke rumah Devi, aparat kepolisian dari Polres Malang memberikan pengarahan terkait cara menulis surat pernyataan pembatalan autopsi.

"Di sini keluarga korban punya pemahaman, bahwa polisi sedang mengancam dan mengintimidasi, walaupun tidak ada kata-kata verbal yang mengarah ke sana. Tapi kehadiran mereka adalah ancaman kepada keluarga korban," terang Andi Irfan.

"Jadi saya kira kalau dari pihak kepolisian menyatakan tidak ada intimidasi, itu tidak sesuai dengan fakta dan kenyataan di lapangan. Saya melihat polisi menghalangi upaya penegakan hukum. Menghalangi upaya bersama untuk mengungkap fakta yang sebenarnya terjadi di Kanjuruhan."

Namun tudingan tersebut dibantah oleh Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Toni Harmanto.

Ketika dikonfirmasi dalam kunjungannya ke RSSA Malang, Rabu (19/10/2022), ia membeberkan alasan autopsi korban Tragedi Kanjuruhan batal dilakukan karena tak ada persetujuan dari keluarga.

"Bagaiamana pun untuk pelaksanaan autopsi, salah satunya meminta persetujuan keluarga," ucap Toni Harmanto.

"Dan hasil informasi yang kami peroleh, hingga saat ini bahwa keluarga sementara belum menghendaki untuk dilakukan autopsi."

Ketika ditanya soal dugaan intimidasi dari pihak kepolisian, Toni Harmanto mengatakan kabar tersebut tidaklah benar.

"Tidak benar, sekali lagi tidak benar. Silahkan bisa dikonfirmasi terkait hal itu," tandasnya.

Baca juga: Mahfud MD Ungkap Hasil Investigasi TGIPF Tragedi Kanjuruhan: Lebih Mengerikan daripada yang Beredar

5 Kesalahan Polisi dalam Tragedi Kanjuruhan

Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur telah mengeluarkan kesimpulan atas insiden tersebut.

Dilansir TribunWow.com, dalam rekomendasinya TGIPF yang dipimpin Menko Polhukam Mahfud MD membeberkan kesalahan pihak-pihak yang terkait.

Di antaranya adalah PSSI, PT Liga Indonesia Baru (PT LIB), Panitia Pelaksana pertandingan, Security Officer (SO), pihak kepolisian dan suporter Arema FC.

Baca juga: Serda TBW, Oknum TNI yang Viral Tendang Aremania Kini Jadi Tersangka Kasus Kanjuruhan

Menurut salinan dokumen kesimpulan TGIPF yang diterima TribunWow.com, Jumat (14/10/2022), diungkapkan sejumlah kesalahan dan rekomendasi untuk setiap pihak terkait.

Khusus Polri, TGIPF menyebut adanya 5 kesalahan yang dilakukan pihak keamanan.

Satu diantaranya adalah penembakan gas air mata yang memicu kepanikan hingga sebabkan para penonton berdesakan hingga meninggal dunia.

"Melakukan tembakan gas air mata secara membabi buta ke arah lapangan, tribun, hingga diluar lapangan," bunyi kesimpulan TGIPF.

Suasana salah satu tribun di stadion Kanjuruhan yang penuh gas air mata usai laga Arema FC vs Persebaya, Sabtu (1/10/2022). Media asing Nytimes menyoroti kontroversi tembakan gas air mata yang dilontarkan pihak kepolisian ke arah penonton.
Suasana salah satu tribun di stadion Kanjuruhan yang penuh gas air mata usai laga Arema FC vs Persebaya, Sabtu (1/10/2022). Media asing Nytimes menyoroti kontroversi tembakan gas air mata yang dilontarkan pihak kepolisian ke arah penonton. (istimewa via TribunJatim.com)

Baca juga: Iwan Bule dan Jajaran PSSI Diminta Mundur oleh Tim TGIPF, Shin Tae-yong Bakal Ikut Serta?

Selain itu, pihak kepolisian juga dinilai tidak pernah mendapat pembekalan mengenai pelarangan pemakaian gas air mata sesuai aturan FIFA.

Pihak aparat keamanan juga dinilai kurang melakukan penyesuaian antara regulasi FIFA dengan peraturan Kapolri terkait pertandingan sepak bola.

Disebutkan juga bahwa TFG (Tactical Floor Game) dari semua unsur aparat keamanan (Brimob, Dalmas, Kodim, Yon Zipur-5) tidak terselenggara dalam pengamanan pertandingan Arema Vs Persebaya tersebut.

"Tidak mempedomani tahapan-tahapan sesuai dengan Pasal 5 Perkapolri No.1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. (Tahap I: Pencegahan; Tahap II: Perintah Lisan; Tahap III: Kendali Tangan Kosong Lunak; Tahap IV: Kendali Tangan Kosong Keras; Tahap V: Kendali Senjata Tumpul, Senjata Kimia/Gas Air mata, Semprotan cabe; Tahap VI: Penggunaan Senjata Api)," pungkas kesimpulan tersebut.(TribunWow.com/Via)

Sebagian artikel ini diolah dari SuryaMalang.com dengan judul "Diintimidasi Polisi, Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Enggan Autopsi, Ini Kata KontraS dan Polda", TribunJatim.com dengan judul "Ibunda Korban Tragedi Kanjuruhan Ungkap Ada Intimidasi Gagalkan Proses Autopsi, KontraS: Menghalangi", dan "Cabut Keinginan Autopsi, Ayah Korban Tragedi Kanjuruhan Merasa Tak Dapat Dukungan: 'Kok Cuma Saya'"

Baca juga berita lain terkait

Tags:
Stadion KanjuruhanMalangAutopsiArema FC
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved