Konflik Rusia Vs Ukraina
Harus Jalani Pelatihan Khusus di Rusia, Ini Nasib Guru Ukraina di Wilayah Kekuasaan Putin
Para guru Ukraina yang tinggal di wilayah kekuasaan Rusia diharuskan mengikuti pelatihan khusus oleh pemerintahan Putin.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Kehidupan masyarakat Ukraina di daerah yang telah dikuasai oleh pasukan militer Rusia kini telah berubah total.
Perubahan ini termasuk dalam sektor pendidikan.
Dikutip TribunWow dari bbc, pemerintahan Presiden Rusia Vladimir Putin memutuskan untuk mengganti kurikulum pelajaran di wilayah Ukraina yang kini telah mereka kuasai.
Baca juga: Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky Beri Peringatan ke Tentara Rusia: Selamatkan Nyawa Kalian
Para guru yang berada di daerah tersebut mau tidak mau harus mengajarkan kurikulum sesuai standar pemerintah Rusia.
Beberapa guru telah dipaksa dan ada yang dengan sendirinya bersedia menjalani pelatihan khusus di Krimea dan Rusia.
Di sana mereka diajarkan ideologi pemerintahan Rusia hingga kurikulum baru yang akan diajarkan kepada anak-anak di Ukraina.
Akibat kebijakan pemerintah Rusia ini, sejumlah guru yang tinggal di wilayah kekuasaan Rusia memutuskan untuk pergi ke luar namun ada beberapa yang memilih untuk menetap.
Baca juga: Salahkan Ukraina, Rusia Sebut Terjadi Serangan Bertepatan dengan Kunjungan Perwakilan PBB ke PLTN
Seorang kepala sekolah di Melitopol bernama Dmytro saat ini tengah bersembunyi dari pantauan pasukan militer Rusia.
Dmytro mengonfirmasi bahwa anak-anak di Melitopol kini diharuskan sekolah sesuai kurikulum Rusia.
Namun Dmytro nekat mengajarkan kurikulum Ukraina secara daring yang akan memiliki konsekuensi serius jika ketahuan oleh pasukan militer Rusia.
Terkait pelatihan ulang para guru Ukraina di Rusia, Dmytro mengatakan mereka dijejali propaganda bahwa Ukraina dan Rusia adalah satu kesatuan.
"Kita sesungguhnya satu kesatuan, kita harus bersatu," ujar Dmytro mengutip narasi dari pemerintah Rusia.
Marina seorang guru dari Nova Kakhovka, Kherson memutuskan untuk pergi kabur dari kampung halamannya seusai pasukan militer Rusia datang menyerang.
"Tujuan utama mereka adalah melakukan cuci otak dan menanamkan narasi mereka ke dalam pikiran anak-anak. Mereka ingin anak-anak kami lupa asal negara mereka," ujar Marina.
Baca juga: Ajari Murid Ukraina Prestasi Putin hingga Krimea, Rusia Dituding Berusaha Cuci Otak Anak Sekolah

Murid di Rusia Diajari soal Perang Ukraina
Sebelumnya diberitakan, Departemen pendidikan Rusia dilaporkan telah memasukkan materi Perang Ukraina dalam kurikulumnya.
Propaganda seputar isu-isu tersebut akan diajarkan ke anak-anak mulai sekolah dasar hingga SMA.
Selain itu, pemerintah mendorong upaya indoktrinasi bela negara dengan memberi materi mengenai kebangsaan.
Dilansir TribunWow.com dari The Guardian, Sabtu (23/4/2022), Menteri Pendidikan Sergey Kravtsov mengatakan pihaknya telah mulai mengembangkan pelajaran tentang tujuan 'operasi khusus'.
Ditekankan bahwa alasan Rusia menyerang Ukraina adalah untuk membantu rakyat, menggalakkan denazifikasi, dan demiliterisasi Donbas.
Adapun tujuan materi khusus itu diajarkan di sekolah adalah untuk melawan badai disinformasi palsu tentang Rusia.
Pelajaran-pelajaran itu secara kondisional disebut ‘Percakapan tentang topik-topik penting’.
"Kami tidak akan pernah membiarkan (sejarah ditulis dengan catatan) bahwa kami memperlakukan negara lain, negara persaudaraan kami, Ukraina dan Belarus, dengan buruk," tutur Kravtsov.
"Kami akan melakukan segalanya dengan kekuatan kami sehingga memori sejarah tetap terjaga."
"Dan mulai 1 September, selain itu, akan ada pengibaran bendera nasional di awal minggu sekolah, menampillkan lagu kebangsaan," katanya.

Baca juga: Berperan Rakit Bom, Terungkap Agen Sabotase Ukraina Bantu Rencana Pembunuhan Jurnalis Rusia
Bocoran manual untuk kuliah khusus tahun ini telah menunjukkan bahwa guru Rusia diberitahu untuk mengajari siswa bahwa Rusia tidak menginvasi Ukraina.
Alih-alih, Rusia disebut mempraktikkan pertahanan diri terhadap ancaman yang diciptakan dan mencegah bencana yang bahkan lebih besar daripada hari ini.
Dalam pelajaran terpisah tentang 'sanksi anti-Rusia', para guru diminta untuk bertanya kepada siswa apakah sanksi itu adil, apakah sanksi itu justru akan memperkuat ekonomi Rusia, dan siapa yang akan dirugikan.
"Guru bersama siswa menyimpulkan bahwa kebijakan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir ditujukan untuk meningkatkan perlindungan produsen dalam negeri, memastikan keberlanjutannya dalam menghadapi krisis eksternal," bunyi intruksi dalam dokumen tersebut.
Denis Lanshchikov, seorang guru sejarah di sebuah sekolah swasta di Moskow mengatakan buku pedoman pelajaran, atau metodichki baru itu, sejauh ini tidak wajib digunakan.
Tetapi banyak guru dan administrator di sekolah negeri tampaknya memakainnya atas kemauan mereka sendiri.
Baik karena mereka mendukung perang atau karena mereka pikir sedang diawasi pemerintah.
"Tampaknya bagi saya itu belum merupakan upaya top-down untuk membuat sekolah totaliter," katanya.
"Tapi kemudian setiap orang menciptakan totalitarianisme ini sendiri."

Bahkan siswa sekolah dasar dilaporkan telah menghadapi beberapa tingkat indoktrinasi.
"Di semua sekolah mereka mengadakan acara khusus yang didedikasikan untuk membahas topik peperangan Rusia dengan fasis,” kata Marina Litvinovich, seorang politisi oposisi di Moskow.
Di kelas putranya yang masih duduk di bangku kelas 4 SD, anak-anak diberi sejarah versi ringan.
"Mereka tidak begitu mengerti. Jadi mereka melewati blokade Leningrad (perang dunia kedua), dan selama pelajaran mereka juga mengatakan bahwa 'lihat, ini adalah bagaimana Rusia terus berjuang melawan fasisme'," tutur Litvinovich.
"Anak-anak tampak santai dalam menghadapi hal itu," katanya tentang putranya.
Dia membandingkannya dengan indoktrinasi yang dia alami sebagai mahasiswa di akhir periode Soviet.
"Ketika Uni Soviet jatuh, semua indoktrinasi ini menghilang, jadi saya tidak terlalu khawatir tentang itu. Doktrin itu akan hilang ketika mereka bertemu kenyataan. (Doktrinasi) itu buruk tapi bukan malapetaka," pungkas Litvinovich. (TribunWow.com/Anung/Via)