Konflik Rusia Vs Ukraina
Karena Rasa Takut, 20 Ribu Umat Yahudi di Rusia Kabur ke Negara Lain sejak Terjadi Invasi Ukraina
Puluhan ribu umat yahudi di Rusia telah kabur ke negara lain sejak negara mereka menyerang Ukraina.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Sejak terjadinya konflik di Ukraina, puluhan ribu umat Yahudi di Rusia telah kabur meninggalkan negara mereka.
Sebanyak 20.500 ribu dari total 165 ribu umat Yahudi di Rusia telah kabur sejak Maret 2022 lalu.
Dikutip TribunWow dari BBC, hampir semua umat Yahudi yang kabur dari Rusia mengaku pergi dari negara mereka karena ketakutan.
Baca juga: Ukraina Hendak Picu Kekacauan di Internal Tentara Vladimir Putin, Penasihat Zelensky Ungkap Strategi
Para umat Yahudi yang kabur takut di tengah kondisi konflik yang semakin memanas, umat Yahudi dapat menjadi target serangan oleh warga di Rusia.
Sejumlah umat Yahudi di Rusia juga banyak yang memprotes invasi yang dilakukan Rusia namun tidak berani menyuarakannya karena takut menerima tindakan tegas dari pemerintah.
Seorang tokoh agama Yahudi/rabbi di Rusia bernama Goldschmidt telah kabur ke Hongaria lalu Israel semenjak Rusia menginvasi Ukraina.
Setelah sampai di Israel, Goldschmidt baru menyuarakan protes atas invasi Rusia ke Ukraina.
Di sisi lain, Goldschmidt diprotes oleh sesama kaum Yahudi yang masih tinggal di Rusia karena dianggap membahayakan nasib mereka yang masih tinggal di Rusia.
"Saya menerima sejumlah pesan menjelaskan 'Bagaimana bisa engkau meninggalkan kami sendirian?," ujar Goldschmidt.
Setelah Goldschmidt kabur, banyak umat Yahudi lainnya di Rusia mengikut jejaknya.
Seorang sejarawan di Universitas Toronto, Anna Shternshis menjelaskan bahwa saat ini belum terlihat tanda-tanda anti semit di Rusia.
Namun Anna tak menampik ketika terjadi ketidakstabilan di Rusia, kaum Yahudi adalah golongan yang rawan menjadi korban amukan masyarakat.
Anna mencontohkan insiden revolusi di Rusia, krisis ekonomi di akhir abad ke-19 hingga perang dunia ke-2.
"Seluruh umat Yahudi di Rusia hari ini memikirkan ini," kata Anna.
Di sisi lain, seorang umat Yahudi di Rusia yang meminta identitasnya dirahasiakan merasakan ketakutan yang sama seperti para Yahudi lainnya.
"Setelah tanggal 24 Februari, keluarga saya menyadari kita sepenuhnya menentang perang ini tetapi kami tidak tahu bagaimana kami bisa protes," ujar A.
A juga mengungkit kekhawatiran anaknya direkrut wajib militer di Rusia.
"Otoritas di Rusia tidak bisa diprediksi dan mereka memiliki tendensi buruk," jelas A.
"Yahudi menjadi satu dari beberapa target propaganda mereka," kata A.
Kini A dan keluarganya telah mendaftar untuk mendapatkan kewarganegaraan Israel.
Baca juga: Masyarakat Dijadikan Umpan, Putin Buka Suara soal Proyek Anti-Rusia Milik AS di Ukraina
Israel Diminta Keluar dari Zona Nyaman
Sebuah sindiran disampaikan oleh Duta Besar Ukraina untuk Israel, Yevgen Korniychuk.
Sindiran ini disampaikan seusai Israel menolak untuk mengirimkan Ukraina amunisi anti-tank dan sistem pertahanan misil canggih milik Israel yakni Iron Dome (kubah besi).
Penolakan Israel didasari lantaran Israel ingin menjaga hubungan baik dengan Rusia.

Baca juga: Piawai Kendalikan Drone, Bocah 15 Tahun Jadi Pahlawan Ukraina atas Jasanya Hancurkan Konvoi Rusia
Dikutip TribunWow.com dari rt.com, Israel khawatir apabila mengirimkan Ukraina Iron Dome maka senjata tersebut dapat digunakan oleh Ukraina untuk menyerang masuk ke wilayah Rusia.
Di sisi lain Ukraina menegaskan bahwa senjata-senjata tersebut diperlukan untuk bertahan dari serangan pasukan militer Rusia.
"Saya ingin pemerintah Israel untuk bergerak menjauh dari zona nyamannya dan kembali ke realita," kata Korniychuk.
Korniychuk turut menyampaikan bahwa Ukraina tidak mengemis dikirimkan senjata, ia menjelaskan Ukraina bersedia untuk membeli senjata milik Israel tersebut.
"Kami membutuhkan Iron Dome yang mana akan memungkinkan kami untuk melindungi warga sipil, perempuan dan anak-anak kami dari serangan misil pasukan Rusia," ujar Korniychuk.
Korniychuk mengatakan, Iron Dome tidak ia anggap sebagai senjata melainkan perlengkapan pelindung.
Sebelumnya diberitakan, seusai Rusia melancarkan invasi ke Ukraina pada Kamis (24/2/2022), Ukraina menerima simpati dan bantuan dari banyak negara, khususnya negara-negara barat.
Israel adalah satu dari banyak negara yang turut memberikan bantuan kepada Ukraina.
Namun ada suatu permasalahan sehingga pemerintah Ukraina sempat mengeluhkan soal bantuan yang diberikan oleh Israel.

Dikutip TribunWow.com dari Kompas.tv, keluhan tersebut disampaikan oleh Duta Besar Ukraina untuk Israel, Yevgen Korniychuk.
Korniychuk mengutarakan kekecewaannya karena pemerintah Israel enggan memberikan bantuan pertahanan.
Di hadapan para wartawan di Tel Aviv, Korniychuk lalu mengenakan helm bantuan Israel sambil menyampaikan sebuah sindiran.
"Tolong beri tahu saya bagaimana Anda bisa membunuh dengan benda ini? Ini tidak mungkin. Jadi saya tidak tahu apa yang ditakuti orang-orang ini," ujar Korniychuk pada Senin (7/3/2022) waktu setempat.
Kendati demikian, Korniychuk tetap menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Perdana Menteri Israel Naftali Bennett terkait upaya Israel menjadi mediator.
Putin Minta Maaf pada PM Israel
Di sisi lain, Presiden Rusia Vladimir Putin sempat meminta maaf pada Perdana Menteri Israel Naftali Bennett, Kamis (5/5/2022).
Pernyataan tersebut dibuat setelah Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov mengucapkan hal kontroversial.
Ia menyamakan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan pimpinan Nazi Adolf Hitler yang disebut memiliki darah Yahudi.

Baca juga: Sebut Rusia Perlu Praktikkan Hukuman Ala Nazi, Tokoh Ini Peringatkan Penentang Invasi ke Ukraina
Dilansir TribunWow.com dari BBC, Jumat (6/5/2022), dalam sebuah wawancara dengan Rete 4 dari penyiar Mediaset Italia, Lavrov berbicara tentang sikap fundamental Rusia pada peristiwa di Ukraina.
Selama wawancara, Lavrov juga mengomentari pernyataan Zelensky bahwa de-nazifikasi tidak mungkin dilakukan di negaranya karena dia adalah orang Yahudi.
"Saya bisa saja salah, tetapi Hitler juga memiliki darah Yahudi. (Bahwa Zelensky adalah Yahudi) tidak berarti mutlak (bebas dari Nazi). Orang-orang Yahudi yang bijaksana mengatakan bahwa anti-Semit yang paling bersemangat biasanya adalah orang-orang Yahudi sendiri," tutur Lavrov, Minggu (1/5/2022).
Pernyataan ini diungkapkannya beberapa hari setelah Israel memperingati Hari Peringatan Holocaust yang merupakan acara paling khidmat dalam kalender Israel.
Akibatnya, pada hari Kamis, Bennett dan Putin melalui sambungan telepon membahas pernyataan tersebut.
Dilansir dari media Rusia TASS, percakapan itu dibagikan oleh kantor pers PM Israel.
"Perdana menteri telah menerima permintaan maaf Putin atas kata-kata Lavrov dan berterima kasih kepada presiden karena menjelaskan sikapnya terhadap orang-orang Yahudi dan peringatan korban Holocaust," bunyi pernyataan itu.
Kantor pers Bennett juga melaporkan bahwa perdana menteri tersebut berterima kasih kepada Putin atas sambutannya yang diberikan pada peringatan 74 tahun Hari Kemerdekaan di Israel.
Kantor pers Kremlin mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari sebelumnya bahwa Putin memberi selamat kepada Bennett atas Hari Kemerdekaan Israel, yang dirayakan pada 5 Mei.
"Kepala negara Rusia telah menyampaikan ucapan selamat yang hangat kepada Naftali Bennett dan rakyat Israel pada kesempatan hari libur nasional hari ini - Hari Kemerdekaan," bunyi pernyataan itu.
Kantor pers Kremlin mengatakan dalam pernyataannya bahwa kedua pemimpin menyatakan minat bersama dalam pengembangan masa depan hubungan Rusia-Israel dan dukungan lebih lanjut dari kontak yang berguna antara otoritas kedua negara.
"Menjelang Hari Kemenangan, yang dirayakan baik di Rusia dan Israel pada 9 Mei, Vladimir Putin dan Naftali Bennett menekankan pentingnya tanggal ini bagi orang-orang dari kedua negara, yang menghargai kebenaran sejarah dari peristiwa tahun-tahun ini dan memperingati memori semua yang gugur, termasuk korban Holocaust.".
Baca juga: Rusia Izinkan Serangan ke Pangkalan Militer NATO yang Bantu Ukraina, Perang Dunia III Dimulai?
(TribunWow.com/Anung/Via)