Konflik Rusia Vs Ukraina
Zelensky Sebut Gencatan Senjata dengan Rusia Tanpa Pengembalian Wilayah akan Perpanjang Konflik
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menolak gencatan dengan Ukraina tanpa pengembalian wilayah.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Elfan Fajar Nugroho
TRIBUNWOW.COM - Setelah berbulan-bulan terlibat perang, belum ada indikasi perdamaian antara Rusia dan Ukraina.
Dilansir TribunWow.com, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menuntut pengembalian wilayah yang diduduki Rusia sebelum adanya upaya perdamaian.
Seperti dilaporkan TASS, Sabtu (23/7/2022), Zelensky menilai gencatan senjata tanpa pengembalian wilayah hanya akan memberi Rusia waktu untuk beristirahat dan melanjutkan konflik lebih lanjut.
Baca juga: Ditanya soal Kelanjutan Negosiasi Damai, Menlu Ukraina Sebut Rusia dan Putin Hanya Ingin Perang
Pernyataan ini diungkapkannya dalam sebuah wawancara dengan The Wall Street Journal yang dirilis pada hari Jumat.
"Membekukan konflik dengan Federasi Rusia berarti jeda yang memberi Federasi Rusia waktu untuk beristirahat. Mereka tidak akan menggunakan jeda ini untuk mengubah geopolitik mereka atau untuk melepaskan klaim mereka atas bekas republik Soviet," tegas Zelensky.
Menurut Zelensky, setelah gencatan senjata seperti itu, dalam dua atau tiga tahun, Rusia akan merebut dua wilayah lagi dan kembali meminta gencatan senjata.
"Dan itu akan terus berjalan lebih jauh dan lebih jauh. (Dipastikan) seratus persen," tambahnya.
Senada dengan ini, sebelumnya Menteri Luar Negeri Ukraina Dmitry Kuleba menegaskan Kiyv akan siap untuk melakukan pembicaraan dengan Moskow hanya setelah kekalahan Rusia di medan perang yang terakhir.
Pasalnya, jika Rusia masih melakukan penyerangan, Ukraina khawatir pihaknya hanya akan menjadi sasaran intimidasi.
"Mari kita ubah situasi di depan, dan kemudian kita akan berbicara. Semua orang mengerti bahwa pembicaraan terkait langsung dengan situasi di depan," ujar Kuleba dalam wawancara dengan Forbes Ukraina, yang dirilis pada Senin (18/7/2022).
"Saya mengatakannya kepada semua mitra, Rusia akan duduk di meja perundingan hanya setelah kekalahan di medan perang. Jika tidak, itu akan menjadi bahasa ultimatum lagi."
Menurut diplomat tinggi Kyiv itu, Presiden Ukraina Vladimir Zelensky memiliki prinsip dalam hal ini.
Meski tidak menutup pembicaraan, saat ini pihak Ukraina menilai perundingan itu belum perlu lantaran Rusia masih bersikap agresif.
"Dia tidak mengesampingkan kemungkinan pembicaraan, tetapi tidak ada alasan bagi mereka sekarang, dengan mempertimbangkan perilaku agresif Rusia," tutur Kuleba.
Baca juga: Sebut Rusia akan Kehabisan Tenaga, Kepala MI6 Beberkan Penyebabnya: Peluang Ukraina Serang Balik
Ia menambahkan bahwa presiden mengatakannya dengan cukup jelas kepada para pemimpin Barat yang telah mengisyaratkan kemungkinan pembicaraan.

Mengomentari hal itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova menilai Ukraina tidak menginginkan perdamaian karena didikte Amerika Serikat.
"Ini adalah jawaban untuk semua yang menuduh Rusia menghindari pembicaraan dengan rezim Kiev: rezim Kiev telah menolak mereka sendiri," tegas Zakharova di saluran Telegramnya, Senin (18/7/2022).
"Kuleba telah mengkonfirmasinya sekali lagi hari ini. Namun, dia lupa menambahkan bahwa itu bukan posisi negara Ukraina tetapi instruksi Washington yang ditangkap oleh rezim Kiev."
"Tetapi fakta bahwa Zelensy dan timnya tidak menginginkan perdamaian telah dikonfirmasi."
Diketahui, perundingan Rusia-Ukraina telah dilakukan sejak 28 Februari.
Beberapa pertemuan diselenggarakan di Belarus, kemudian kedua pihak melanjutkan negosiasi dalam format konferensi video.
Putaran pembicaraan offline berikutnya berlangsung di Istanbul pada 29 Maret.
Namun, pada 12 April, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan kepada wartawan bahwa Kiev telah menyimpang dari perjanjian sebelumnya dan membuat proses itu menemui jalan buntu.
Pada 20 April, sekretaris pers Putin Dmitry Peskov mengatakan bahwa Moskow telah menyerahkan ke Kiev sebuah draf dokumen kesepakatan yang ditulis dengan jelas dan sedang menunggu tanggapan.
Baca juga: Zelensky Copot 2 Pejabat Tinggi Ukraina di Tengah Invasi Rusia, Sebut Dugaan sebagai Mata-mata
Zelensky Ingin Konflik Selesai Akhir Tahun
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memiliki target untuk mengakhiri konflik melawan Rusia di akhir tahun 2022 ini.
Keinginan Zelensky ini ia ungkapkan saat berbicara dengan para pimpinan negara anggota G7, Senin (27/6/2022).
Dikutip TribunWow.com dari rt.com, alasan yang mendasari Zelensky ingin segera mengakhiri konflik diketahui bukan karena hendak melakukan negosiasi damai.
Baca juga: Putin Dipastikan Hadiri G20, Media Rusia Soroti Keberanian Jokowi saat Diprotes Negara Barat
Zelensky mengatakan, pasukan militer Ukraina akan menghadapi kesulitan jika harus berperang melawan tentara Rusia saat musim dingin tiba.
Maka dari itu ia ingin para anggota G7 membantu supaya Ukraina bisa unggul atas Rusia sebelum musim dingin tiba.
Zelensky kemudian meminta agar para anggota G7 memberikan sanksi yang lebih berat kepada Rusia.
Menurut penasihat keamanan nasional Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, yakni Jake Sullivan, Zelensky disebut meyakini konflik yang berkepanjangan tidak akan menguntungkannya.
"Dia (Zelensky) sangat fokus untuk mencoba memastikan Ukraina berada di posisi yang menguntungkan di medan perang," kata Sullivan.
Di sisi lain, media Rusia memberitakan mengenai niat para pemimpin negara G7 untuk membantu Ukraina.
Dilansir TribunWow.com dari RIA Novosti, disebutkan mereka akan menjajaki pilihan untuk memberikan bantuan kemanusiaan dan dukungan rekonstruksi ke Kyiv.
Dalam hal ini termasuk menggunakan aset Rusia yang dibekukan.

Baca juga: Ajudan Putin Ucap Terima Kasih ke Jokowi karena Telah Undang sang Presiden Rusia ke G20
Menurut media Rusia tersebut, para pemimpin G7 mengeluarkan pernyataan bersama mengenai perannya untuk membantu Ukraina.
Dalam pertemuan bersama, para kepala negara itu hendak menjajaki pilihan terbaik untuk membantu pemulihan Ukraina yang menderita kerugian besar akibat serangan Rusia.
"Kami juga akan mengeksplorasi opsi lain yang layak untuk mendukung kebutuhan kemanusiaan Ukraina, pemulihan dan rekonstruksinya yang cepat, termasuk menggunakan aset Rusia yang dibekukan sesuai dengan undang-undang nasional kami," kata para pemimpin G7 dalam sebuah pernyataan luas dikutip RIA Novosti.
Diketahui, negara-negara Barat telah memberlakukan sanksi terhadap Rusia karena Ukraina.
Dalam hal ini, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa kebijakan pelemahan negaranya adalah strategi jangka panjang Barat.
Baca juga: Ungkap Perbedaan Mariupol dan Severodonestk, Gubernur Ukraina Beberkan Serangan Dahsyat Rusia
Sementara itu, sanksi global yang dijatuhkan telah memberikan pukulan serius bagi seluruh ekonomi dunia.
Menurut pemimpin Rusia, Amerika Serikat dan Uni Eropa sebenarnya gagal memenuhi kewajiban mereka kepada Rusia, sehingga membekukan cadangan devisanya.
Di sejumlah negara, sebagai bagian dari kebijakan sanksi, keputusan juga dibuat untuk membekukan aset dan real estat pengusaha Rusia.
Sebagai informasi, negara-negara Uni Eropa memblokir aset Bank Rusia dalam jumlah hingga ratusan triliun rupiah.
Jumlah ini dinilai masih jauh lebih kecil dari total aset Rusia yang bernilai hingga beberapa kuadriliun rupiah.
Meski menderita kerugian, pihak Rusia mengaku sudah bersiap akan dapat mengatasi sanksi tersebut dengan baik.(TribunWow.com/Via)