Konflik Rusia Vs Ukraina
Putin Dinilai Bentuk Aliansi Anti Barat Baru antara Rusia dengan Iran dan Turki, Gandeng China?
Presiden Rusia Vladimir Putin diklaim sedang membentuk aliansi anti Barat dengan Iran dan Turki.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Presiden Rusia Vladimir Putin disebut membuat aliansi jenis baru untuk menghadapi Barat.
Dilansir TribunWow.com, persekutuan itu diduga akan terdiri dari Rusia, Iran, Suriah, China, dan Korea Utara.
Seperti dilaporkan Newsweek, Rabu (20/7/2022), Putin datang ke Iran dan melakukan perjalanan ke luar perbatasan bekas Uni Soviet sejak ia memerintahkan invasi skala penuh ke Ukraina.
Baca juga: Putin Ajak Pimpinan Turki Erdogan Bertemu Presiden Iran, Cari Koalisi setelah Dikucilkan Barat?
Dalam acara itu, ia melakukan diskusi dan kesepakatan dengan Presiden Iran Ebrahim Raisi dan pemimpin Turki Recep Tayyip Erdogan.
Kunjungan Putin ke Teheran pada hari Selasa (19/7/2022), terjadi beberapa hari setelah Presiden AS Joe Biden mengunjungi Israel dan Arab Saudi.
Dalam pertemuan itu, Joe Biden berjanji bahwa Washington akan mencoba untuk menghentikan Iran memperoleh senjata nuklir.
Di sisi lain, Andrey Kortunov, kepala Dewan Urusan Internasional Rusia, mengatakan pertemuan dengan Presiden Iran dan Turki penting bagi Putin secara pribadi.
Pasalnya, Kremlin tidak ingin membiarkan dirinya diisolasi secara internasional seperti gulungan dari sanksi internasional yang diterima Rusia.
Pembicaraan tersebut dilakukan setelah pejabat AS mengungkapkan kekhawatiran bahwa Iran akan memasok Rusia dengan ratusan kendaraan udara tak berawak (UAV), atau drone.
Terlebih, penyiar BBC John Simpson menilai kunjungan Putin tersebut untuk merekatkan persekutuan antara Rusia, Iran, Suriah, China dan Korea Utara.
"Kunjungan Putin ke Iran memperkuat aliansi baru: Rusia-Iran-Suriah-China-Korea Utara. Bukan kelompok yang sangat menyehatkan," cuit Simpson.
Shahjn Gobadi, anggota kelompok oposisi yang berbasis di Paris Dewan Nasional Perlawanan Iran (NCRI) melihat pertemuan itu sebagai salah satu kepentingan Teheran karena menghadapi protes yang berkembang di dalam negeri.
"Rezim Iran, menghadapi krisis yang semakin parah dan protes serta pemogokan yang sedang berlangsung di dalam negeri, berada dalam situasi putus asa," kata Gobadi.
"Krisis ini sangat akut sehingga menyesuaikan diri dengan Rusia atau mencapai kesepakatan nuklir seperti JCPOA tidak akan memberikan solusi dan mencegah kejatuhannya," katanya.

Ada banyak kesamaan antara Putin dan Raisi, antaranya adalah keduanya memerintah dengan tangan besi, memimpin negara-negara yang menghadapi sanksi internasional yang keras dan mengecam barat sebagai kekuatan korup.
Namun, kepentingan yang bersaing antara Rusia, Iran dan Turki, mungkin membatasi kerja sama apa pun.
Turki, anggota NATO, belum menjatuhkan sanksi terhadap Rusia tetapi telah menjual pesawat tak berawak Bayraktar yang mematikan yang digunakan pasukan Ukraina untuk menyerang pasukan Rusia di Ukraina.
Sementara itu, Rusia dan Iran adalah produsen migas, dan persaingan di antara mereka telah meningkat sejak dimulainya perang Ukraina karena sanksi terhadap energi Rusia memaksa Moskow untuk mengekspor minyak dengan harga murah ke China dan India.
Iran adalah bagian dari kelompok negara yang lebih luas yang terdiri dari China, India, Amerika Latin dan negara-negara Arab dan Afrika yang ingin Rusia bangun hubungan lebih dekat untuk menunjukkan bahwa Iran dapat berkembang di bawah sanksi.
"Kesalahan strategis Rusia yang sangat besar di Ukraina telah membuatnya membutuhkan kemitraan baru, dan negara-negara yang tidak sepenuhnya menyetujui posisi isolasi Barat mungkin dapat mengambil keuntungan dari itu untuk mendorong tawar-menawar yang baik dalam beberapa hal," kata Nick Kitchen, direktur Pusat Studi Persaingan Kekuatan Global (CGPC) di Universitas Surrey Inggris.
Baca juga: Potret Putin saat Tunggu Erdogan Jadi Sorotan, Presiden Rusia Disebut Tampak Gelisah di Depan Kamera
Topik Pertemuan Putin dengan Presiden Turki dan Iran
Teheran menjadi tuan rumah pertemuan para kepala negara dari Iran, Rusia dan Turki.
Dilansir TribunWow.com, Kremlin sebelumnya telah mengkonfirmasi bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin akan melakukan perjalanan ke Teheran pada Selasa (19/7/2022).
Menurut sekretaris pers presiden Dmitry Peskov, Putin akan melakukan pembicaraan dengan Presiden Iran Ibrahim Raisi, Presiden Turki Tayyip Erdogan, serta akan mengunjungi penguasa tertinggi Iran Ali Khamenei.
Baca juga: Putin Ajak Pimpinan Turki Erdogan Bertemu Presiden Iran, Cari Koalisi setelah Dikucilkan Barat?
Seperti dilaprokan RIA Novosti, Senin (18/7/2022), topik utama pembicaraan antara Rusia, Iran dan Turki di tingkat tertinggi adalah masalah kerja sama bilateral dengan negara-negara ini.
"Tentu saja, kami akan memiliki kesempatan untuk membahas hubungan bilateral, terutama hubungan perdagangan dan ekonomi dengan Iran dan Turki, prospek dan semua modalitas untuk melanjutkan dialog politik," kata Peskov dalam sebuah wawancara yang ditayangkan oleh saluran TV Rossiya 24.
Disebutkan bahwa Presiden Erdogan saat ini sudah tiba di Teheran untuk menghadiri pertemuan itu.
Ia didampingi Menteri Pertahanan Hulusi Akar, Menteri Dalam Negeri Suleyman Soylu, Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu, Menteri Keuangan Nureddin Nebati, dan Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Fatih Donmez.
Selain itu juga Menteri Pemuda dan Olahraga Mehmet Muharrem Kasapoglu, Menteri Perindustrian dan Teknologi Mustafa Varank, Menteri Perdagangan Mehmet Mus, Kepala Kantor Komunikasi Administrasi Kepresidenan Fahrettin Altun dan Juru Bicara Kepresidenan Ibrahim Kalın.

Adapun selain Menteri Urusan Luar Negeri Sergey Lavrov, belum diketahui siapa saja yang akan mendampingi Putin.
Sementara itu, ajudan presiden Rusia Yury Ushakov mengatakan bahwa Rusia dan Iran memiliki rencana untuk membawa hubungan bilateral mereka ke tingkat kemitraan strategis yang baru.
Ia mengatakan akan ada perjanjian yang disusun untuk mengikat kerjasama tersebut.
"Iran adalah mitra penting Rusia, hubungan bersahabat ini memiliki sejarah berabad-abad, dan berkembang sangat efektif di berbagai bidang. Kedua belah pihak memiliki rencana untuk membawa kerja sama bilateral ke tingkat baru, tingkat kemitraan strategis . Sebuah perjanjian antarnegara bagian baru sedang dipersiapkan untuk hal ini," beber Ushakov.(TribunWow.com/Via)