Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Uni Eropa Kaji Rencana Penggunaan Aset Rusia yang Dibekukan untuk Membangun Kembali Ukraina

Uni Eropa pertimbangkan penggunaan aset Rusia untuk memperbaiki kerusakan di Ukraina akibat serangan pasukan Presiden Vladimir Putin.

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Lailatun Niqmah
SERGEI SUPINSKY / AFP
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (kanan) dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen membuat pernyataan setelah pembicaraan mereka di Kyiv pada 11 Juni 2022. Terbaru, Von der Leyen menerangkan pihaknya tengah mempelajari legalitas penggunaan aset Rusia untuk Ukraina, Rabu (6/7/2022). 

TRIBUNWOW.COM - Badan eksekutif aliansi Uni Eropa, Komisi Eropa, dilaporkan sedang mempertimbangkan untuk menggunakan aset Rusia yang dibekukan, untuk membantu membangun kembali Ukraina.

Dilansir TribunWow.com, aset yang tengah dipertimbangkan tersebut bukan hanya milik negara Presiden Rusia Vladimir Putin, namun juga termasuk kekayaan para oligarkinya.

Seperti dilaporkan Ukrinform, hal ini diungkapkan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dalam konferensi pers di Strasbourg, Perancis, pada hari Rabu, (6/7/2022).

Baca juga: Rusia Tuding Pemimpin G7 akan Gunakan Aset Negaranya yang Dibekukan untuk Bantu Ukraina

Ia mengatakan bahwa pihaknya sedang mengerjakan kerangka hukum untuk memungkinkan mereka menggunakan aset tersebut.

"Saya pikir ini masalah keadilan untuk mempertimbangkan isu ini. Kami sedang mengerjakan kerangka hukum sehingga aset Rusia dan sebagian aset oligarki dapat digunakan untuk memulihkan Ukraina," ujar Von der Leyen.

Dilansir Newsweek, meskipun Ukraina terus berjuang melawan Rusia sejak Putin melancarkan invasi pada akhir Februari, negara itu telah mengalami kerusakan yang signifikan.

Dewan Kota di Mariupol sebelumnya mengatakan perkiraan awal menunjukkan upaya rekonstruksi dapat menelan biaya $10 miliar (sekira Rp 150 triliun) untuk di kota itu saja.

Sekarang, Komisi Eropa melirik aset Rusia yang dibekukan sebagai sanksi atas invasi, untuk membayar pembangunan kembali Ukraina di masa depan, meskipun masih belum jelas pihak mana yang pada akhirnya akan menang.

Kondisi medan perang pasukan Ukraina Vs Rusia di Lysychansk, 25 Juni 2022.
Kondisi medan perang pasukan Ukraina Vs Rusia di Lysychansk, 25 Juni 2022. (Aris Messinis/AFP)

Baca juga: Politikus Putin Ancam Hancurkan Setengah Eropa dengan Rudal Nuklir akibat Sanksi Global untuk Rusia

Von der Leyen menyebutkan Konferensi Pemulihan Ukraina baru-baru ini di Lugano, Swiss, yang dihadiri lebih dari 40 negara, telah berdiskusi untuk membantu mendukung pemulihan Ukraina.

Pertemuan ini dinilai berjalan dengan sukses karena mampu menggabungkan banyak inisiatif dan memfokuskannya pada penerapan prinsip-prinsip utama pemulihan Ukraina.

"Ini akan diikuti oleh konferensi besar di bawah naungan Kepresidenan G7 Jerman dan Komisi Eropa, yang bertujuan untuk menyatukan semua pakar pemulihan global terkemuka," terang Von der Leyen.

"Kami belum pernah mengalami pemulihan seperti ini sebelumnya, jadi kami membutuhkan yang paling cerdas dan terbaik di industri ini."

"Tentu saja, sistem manajemen harus diperkenalkan yang kompeten, akuntabel, dan meyakinkan untuk semua inisiatif yang akan menerima pendanaan dan menggabungkan investasi dengan reformasi untuk pemulihan Ukraina."

Seperti diberitakan, rencana pemulihan pasca perang Ukraina sudah diperkirakan lebih dari 750 miliar dolar (sekitar Rp 11,2 kuadriliun).

Pemerintah Ukraina menekankan bahwa sumber utama pemulihan Ukraina seharusnya adalah aset sitaan Rusia dan oligarkinya karena Putinlah yang memulai perang.

Menurut berbagai perkiraan, aset Rusia yang dibekukan akibat sanksi Barat dapat berjumlah 300 hingga 500 miliar dolar AS (sekitar Rp 5 kuadriliun hingga Rp 7,5 kuadriliun).

Baca juga: Asetnya Dibekukan, Apa yang Terjadi jika Rusia Gagal Bayar Utang Negara yang Jatuh Tempo?

Reaksi Rusia soal Isu Asetnya akan Diberikan ke Ukraina

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengecam gagasan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell.

Pasalnya, Borell mengusulkan untuk menyita aset Rusia yang dibekukan di luar negeri guna menyerahkannya ke Ukraina.

Pemberian aset Rusia tersebut dinilai tepat sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kerusakan yang ditimbulkan di Ukraina.

Kondisi kota Borodyanka, Ukraina setelah ditinggalkan pasukan Rusia yang mundur dari wilayah sekitar Kiev, Rabu (6/3/2022).
Kondisi kota Borodyanka, Ukraina setelah ditinggalkan pasukan Rusia yang mundur dari wilayah sekitar Kiev, Rabu (6/3/2022). (Capture YouTube Guardian News)

Baca juga: Zelensky Umumkan Kejahatan telah Kembali, Sebut Ukraina akan Atasi Rusia karena Miliki Darah Pejuang

Dikutip TribunWow.com dari TASS, Kamis (12/5/2022), Lavrov naik pitam dan mengatai usulan itu sebagai pencurian terang-terangan.

"(Proposal ini), bisa dikatakan, adalah pencurian, yang bahkan tidak mereka coba sembunyikan," kata Lavrov pada hari Selasa (10/5/2022) saat konferensi pers yang mengakhiri kunjungannya ke Aljazair.

Adapun aset Rusia tersebut telah dibekukan sebagai bentuk sanksi akibat invasinya ke Ukraina.

Cadangan devisa negara itu dikatakan memiliki jumlah total $ 630 miliar (Rp 9 kuadriliun) yang kini secara efektif dibekukan oleh sanksi di AS, UE, dan tempat-tempat lain.

Lavrov kemudian mengecam Barat karena melakukan praktik yang sama terhadap Bank Sentral Afghanistan.

Menurutnya, Barat telah membekukan cadangan Bank tersebut dan tidak bersedia mengalokasikan dana itu untuk kebutuhan Afghanistan.

"Mereka telah membekukan uang, yang merupakan milik Afghanistan, ke Bank Sentral Afghanistan, di Amerika. Dan mereka ingin uang itu dihabiskan bukan untuk kebutuhan rakyat Afghanistan, yang telah menderita akibat kehadiran 20 tahun negara-negara NATO. Tetapi mereka menginginkannya untuk beberapa tujuan lain yang tidak terkait dengan rekonstruksi ekonomi Afghanistan," beber Lavrov.

Ia yakin bahwa Uni Eropa, yang tidak memiliki kebijakan luar negeri sendiri, bergantung sepenuhnya pada Amerika Serikat.

Lavrov pun menyarankan agar kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa tidak melupakan bahwa dia adalah diplomat tertinggi di Uni Eropa, dan bukan kepala militer.

"Kita mungkin akan segera melihat bahwa posisi diplomat top Uni Eropa ini akan dihapuskan, karena Uni Eropa hampir tidak memiliki kebijakan luar negerinya sendiri, berada dalam solidaritas penuh dengan pendekatan yang diberlakukan oleh Amerika Serikat," ujar Lavrov.

Diketahui, Borrell, mengusulkan agar Uni Eropa mempertimbangkan untuk menyita aset Rusia dan menggunakannya untuk membantu mendanai upaya rekonstruksi pascaperang di Ukraina.

Ia mengatakan kepada Financial Times dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Senin (9/5/2022), bahwa langkah itu akan mirip dengan apa yang dilakukan Washington dengan aset bank sentral Afghanistan setelah kembalinya Taliban ke tampuk kekuasaan di negara yang dilanda perang itu.

"Komisi Eropa mengatakan harga rekonstruksi (Ukraina) bisa mencapai ratusan miliar euro, dan Uni Eropa harus mempertimbangkan untuk menyita cadangan devisa Rusia yang beku untuk membantu membayar biaya pembangunan kembali Ukraina setelah perang," ucap Borrell.

"Kami memiliki uang di kantong kami, dan seseorang harus menjelaskan kepada saya mengapa itu baik untuk uang Afghanistan dan tidak baik untuk uang Rusia."

Sebagai informasi, setelah Taliban merebut kekuasaan di Afghanistan pada Agustus 2021, pemerintahan Presiden AS Joe Biden membekukan sekitar $7 miliar aset bank sentral yang kini disimpan oleh pemerintah Kabul di Federal Reserve Bank, New York.

Pada bulan Februari, Gedung Putih mengatakan pihaknya berencana untuk menggunakan setengah dari aset, yang saat ini dibekukan di tanah AS, untuk bantuan kemanusiaan dan menyisihkan sisanya untuk kemungkinan memenuhi tuntutan hukum atas serangan 11 September 2001.

Borrell mengatakan langkah seperti itu adalah salah satu dari sejumlah cara di mana Rusia dapat dibuat untuk membayar kompensasi perang atas invasi tak beralasan yang diluncurkannya pada 24 Februari.

"Ini adalah salah satu pertanyaan politik yang paling penting di atas meja: Siapa yang akan membayar untuk rekonstruksi Ukraina?," pungkasnya.(TribunWow.com/ Via)

Berita lain terkait

Tags:
Uni EropaKonflik Rusia Vs UkrainaRusiaVladimir PutinVolodymyr ZelenskyUkraina
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved