Konflik Rusia Vs Ukraina
Aktif di YouTube Cerita Pengalaman Ikut Perang, Model Asal Brasil Tewas di Ukraina
Miliki pengalaman perang di Irak, seorang model asal Brasil tewas di Ukraina seusai menjadi penembak jitu melawan pasukan militer Rusia.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Thalita do Valle (39) adalah seorang model asal Brasil yang tewas seusai ikut serta membantu Ukraina melawan pasukan militer Rusia.
Thalita tewas minggu lalu ketika bersembunyi di sebuah bunker di Kharkiv.
Dikutip TribunWow.com dari Thesun, di negara asalnya, Thalita adalah seorang alumni mahasiswa hukum yang bekerja sebagai model dan aktris.
Baca juga: Gunakan Narapidana, Rusia Tawarkan Kebebasan dan Uang Rp 1,2 Miliar Jika Mau Perang Lawan Ukraina
Thalita diketahui juga aktif menceritakan pengalamannya berada di medan perang lewat media YouTube.
Di dalam konten YouTube-nya, Thalita tampak mengunggah video dirinya mengikuti kegiatan pelatihan menjadi seorang penembak jitu bersama pasukan militer Kurdi di Irak.
Diketahui, sebelum ikut berperang di Ukraina, Thalita juga pernah terlibat dalam konflik di Irak melawan ISIS.
Baca juga: Gadis 10 Tahun Tewas Mengenaskan Diserang Tentara Ukraina, Kakek Korban: Lihatlah Darah di Mana-mana
Saudara Thalita, Theo Rodrigo Viera menceritakan bahwa Thalita memang kerap mengikuti kegiatan kemanusiaan.
Thalita diketahui sudah tiga minggu berada di Ukraina sebelum akhirnya tewas di Kharkiv.
Thalita sempat bertahan hidup seusai mengalami bombardir pasukan militer Rusia di Kiev/Kyiv.
Ia sempat mengabari keluarganya di Brasil, dirinya tak bisa banyak bicara karena pasukan Rusia memonitor panggilan telepon yang masuk.
Selain Thalita, ada seorang pensiunan tentara Brasil yang tewas bersama Thalita yakni Douglas Burigo (40).

Pengakuan Sukarelawan di Ukraina Lihat 2 Rekannya Tewas
Seorang tentara sukarelawan asal Irlandia bernama Ajay Spence mengaku melihat dua rekannya tewas di depan matanya di Ukraina saat berperang melawan tentara Rusia.
Ajay mengaku dirinya sebenarnya hidup nyaman di rumah namun ia memang memilih untuk ikut berperang di Ukraina.
Ajay menyebut, perang yang terjadi di Ukraina jauh berbeda dengan apa yang terjadi di Irak.

Baca juga: Inggris Sebut Rusia Rekrut Banyak Lansia Pensiunan Tentara untuk Lawan Ukraina Gara-gara Ini
Dikutip TribunWow.com dari bbc.com, Ajay sendiri bukan lah warga sipil biasa.
Ia pernah bergabung dengan pasukan militer Inggris dan ditugaskan di Afghanistan serta Irak.
Ajay bercerita, ketika melihat berita tentang konflik Ukraina dan Rusia, ia tidak bisa hanya diam saja di rumahnya.
Selama di Ukraina, Ajay dan para tentara sukarelawan dari negara lain ditempatkan di sekitar Kyiv/Kiev.
"Ini tidak seperti Irak," kata Ajay.
Ajay membandingkan bagaimana di Irak ia berperang secara bergerilya sedangkan di Ukraina ia berperang secara konvensional melawan pasukan infantri yang memiliki peralatan lengkap.
Ia lalu bercerita begaimana dua rekannya tewas di depan matanya.
"Mereka terbunuh karena peluru liar, satu orang berdarah hingga tewas, dan yang lain langsung terbunuh," ungkap Ajay.
Ajay mengaku dirinya dan rekannya yang masih hidup sempat mencoba menyelamatkan seorang korban tapi sia-sia.
Terkait risiko kematian yang tinggi, Ajay mengaku telah siap menghadapinya.
Ia mengaku kehadirannya di Ukraina memang untuk membantu warga sipil.
Diketahui, dua hari setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer spesial di Ukraina, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengumumkan pihaknya menerima warga negara lain yang mau membantu Ukraina memerangi Rusia.
Kemudian Zelensky juga mengeluarkan kebijakan bebas visa kepada warga negara lain yang secara sukarela ingin bergabung membantu tentara Ukraina memerangi Rusia.
Kebijakan Zelensky tersebut disambut baik oleh sejumlah negara-negara di Eropa.
Baca juga: Gunakan Narapidana, Rusia Tawarkan Kebebasan dan Uang Rp 1,2 Miliar Jika Mau Perang Lawan Ukraina
Bahkan beberapa di antaranya turut mendorong agar warganya yang bersedia mau ikut berperang di Ukraina.
Dikutip TribunWow.com dari Aljazeera.com, namun ada juga negara yang melarang warganya dan memperingatkan akan ada konsekuensi bila terjadi hal-hal tertentu.
Otoritas Ukraina mengklaim terdapat 20 ribu sukarelawan dari 52 negara yang telah bergabung.
Negara-negara yang warganya menjadi relawan tentara di Ukraina di antaranya adalah Amerika Serikat (AS), Inggris, Jerman, Kanada, India, Kroasia, Israel, Latvia, Denmark, Belanda hingga Polandia.
Kacper Rekawek, seorang peneliti di Pusat Studi Ekstremisme (C-REX), Universitas Oslo, menyoroti aksi pemerintah Ukraina mengumumkan puluhan ribu relawan telah bergabung.
Menurutnya sikap pemerintah Ukraina hanyalah gimmick untuk publikasi media.
Rekawek meragukan bahwa relawan yang berpartisipasi di Ukraina benar mencapai angka puluhan ribu.
"Saya kira itu hanya untuk publikasi media. Ukraina ingin menunjukkan dirinya didukung oleh banyak orang dari seluruh dunia," ujar Rekawek.
Rekawek menyampaikan, partisipasi para relawan dalam perang tidak akan berpengaruh banyak terhadap perang melawan Rusia.
Ia mengatakan fungsi utama para relawan adalah menarik perhatian media. (TribunWow.com/Anung)