Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Pendeta di Ukraina Protes Waktu Ibadah Gereja Dimanfaatkan Pemerintah untuk Rekrut Tentara

Pemerintah Ukraina menerima protes dari para pendeta seusai melakukan kegiatan perekrutan wajib militer saat warga beribadah.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
AFP
Kondisi sebuah gereja orthodoks di Kiev/Kyiv, Ukraina, 13 Maret 2022. Terbaru, ilustrasi warga sipil direkrut wajib militer saat beribadah di gereja. 

TRIBUNWOW.COM - Pemerintah Ukraina diketahui telah memanfaatkan momen ibadah di hari Minggu untuk merekrut para warga sipil untuk mendaftar wajib militer.

Momen perekrutan ini terjadi di sebuah gereja di Lviv, Minggu (3/7/2022).

Dikutip TribunWow.com dari rt.com, kebijakan pemerintah merekrut ketika warga beribadah kemudian menuai protes dari para pendeta.

Baca juga: PM Ukraina Sebut Orang Kaya Rusia Wajib Bayar Tagihan untuk Bangun Gedung yang Rusak karena Perang

"Pendeta yang marah menelepon. Mereka memiliki alasan untuk marah," ujar anggota Partai Solidaritas Eropa, Nikolay Knyazhnitsky.

Nikolay menjelaskan, ada banyak cara untuk mengundang warga mendaftar wajib militer, di antaranya adalah mendatangi rumah ataupun tempat kerja.

Nikolay tak setuju apabila jemaat yang sedang pergi ke gereja dihampiri untuk direkrut.

"Orang-orang pergi ke sana (gereja) untuk perlindungan dan dukungan spiritual. Ini bukanlah tempat di mana seseorang berjalan-jalan dan membagikan pemberitahuan di tengah ibadah."

Sebelumnya, ada total 219 pemuda di Ukraina diciduk dari sejumlah tempat hiburan malam karena menghindari wajib militer di tengah konflik melawan Rusia.

Razia ini dilakukan oleh pihak kepolisian di ratusan klub malam yang tersebar di Kiev/Kyiv.

Dikutip TribunWow.com dari rt.com, pada akhir pekan kemarin ada 420 pusat hiburan malam yang dirazia.

Baca juga: Rencana Jokowi Damaikan Rusia-Ukraina Disebut akan Sia-sia, Media Rusia Ungkit Sumpah Zelensky

Selain menemukan pemuda yang menhindari wajib militer, ditemukan juga pelanggaran jam malam, hingga kepemilikan obat-obatan terlarang.

Saat ini Ukraina masih berada di status darurat militer di mana pria berusia 18-60 tahun wajib untuk bergabung dalam pasukan militer Ukraina.

Para pemuda dalam rentang usia tersebut juga dilarang keluar dari Ukraina.

Rasa kesal dan frustasi saat ini mulai tumbuh di masyarakat Ukraina.

Rakyat Ukraina kini mulai memprotes pemerintah mereka karena mengirimkan warga sipil yang tak memiliki pengalaman militer untuk berperang menghadapi pasukan Rusia.

Baca juga: Bukan soal Damai, Zelensky Ingin Konflik Rusia-Ukraina Selesai Akhir Tahun Gara-gara Ini

Dikutip TribunWow.com dari Skynews, seiring naiknya korban jiwa dari pihak Ukraina, warga di sana mulai memprotes lantaran anggota keluarga mereka ada yang dikirim untuk berperang melawan Rusia padahal tak memiliki pengalaman perang.

Warga Kyiv/Kiev bernama Viktoriia Bilan-Raschuk (43) menjelaskan bagaimana suaminya dikirim untuk berperang di Severodonetsk padahal tak memiliki latar belakang militer.

Mirisnya, Viktoriia harus menabung uang demi bisa membeli perlengkapan militer untuk suaminya.

Viktoriia mengaku siap untuk memprotes kondisi yang ia alami.

"Pemerintah tidak melakukan banyak hal untuk mendukung mereka. Semakin lama ini berlangsung, makin banyak orang yang akan marah," kata dia.

Baca juga: Ajudan Putin Ucap Terima Kasih ke Jokowi karena Telah Undang sang Presiden Rusia ke G20

Sebelumnya, pejabat Rusia menyebut pemerintah Ukraina bersikap munafik terkait nasib warga sipil yang terjebak di pabrik kimia Azot, Severodonetsk.

Sikap yang sama diklaim pernah ditunjukkan saat insiden pengepungan di pabrik Azovtal, Mariupol.

Sama seperti di Mariupol, Rusia menekankan pasukannya tak pernah menahan warga sipil untuk menyelamatkan diri.

Dilansir TASS, Rabu (15/6/2022), Mikhail Mizintsev, kepala Pusat Manajemen Pertahanan Nasional Rusia,mengatakan tidak ada hambatan lain bagi warga sipil untuk meninggalkan pabrik Azot di Severodonetsk.

Ia menilai justru keputusan Kiev dan pihak nasionalislah yang melarang orang-orang tersebut untuk keluar.

Baca juga: Rusia Disebut Berniat Hancurkan Seluruh Donbas, Presiden Zelensky Ungkap Ukraina Butuh Senjata Berat

Hal ini diklaim sebagai strategi untuk menjadikan para tentara dan tentara yang terjebak sebagai tameng manusia.

"Federasi Rusia secara terbuka dan resmi menyatakan bahwa tidak ada hambatan untuk keluarnya warga sipil dari wilayah pabrik Azot, dengan pengecualian keputusan prinsip dari otoritas Kiev dan komandan unit nasionalis untuk terus menjaga warga sipil sebagai perisai manusia,” tegas Mizintsev dikutip TribunWow.com.

Ia mengklaim Kiev dengan munafik tidak memberikan perintah kepada tentaranya untuk menghentikan serangan.

Seperti yang terjadi di pabrik Azovstal di Mariupol, Mizintsev menyebut mereka yang bertahan di pabrik Azot hanya dijadikan martir.

Jenderal tersebut mengatakan warga sipil disandera di pabrik dan diabaikan.

"Rezim Kiev sekali lagi menunjukkan wajah aslinya dan ketidakpedulian total terhadap kehidupan wanita tak berdosa, anak-anak dan orang tua, yang ditawan oleh teroris gila di pabrik Azot," tuding Mizintsev.

Sementara itu, dilaporkan sekira 12 ribu warga Kota Severodonetsk kini tengah terjebak di dalam kota tak bisa keluar.

Mayoritas dari mereka berlindung di bunker di bawah pabrik kimia Azot.

Pasukan militer Rusia saat memeriksa para tentara Ukraina yang menyerah di pabrik baja Azovstal, Mariupol.
Pasukan militer Rusia saat memeriksa para tentara Ukraina yang menyerah di pabrik baja Azovstal, Mariupol. (Sputnik/Kementerian Pertahanan Rusia)

Baca juga: Microsoft Bongkar Pergerakan Hacker Rusia Serang 42 Negara Aliansi Ukraina, AS Target Utama

Dikutip TribunWow.com dari bbc.com, selama beberapa minggu ini, Severodonetsk telah menjadi tujuan utama pasukan militer Rusia.

Warga Severodonetsk yang terjebak di dalam kota tengah hidup dalam kondisi yang mengkhawatirkan karena minimnya persediaan air dan buruknya sanitasi.

Juru bicara Kantor Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Saviano Abreu menyampaikan bahwa persediaan makanan dan obat-obatan di Severodonetsk sudah mulai menipis.

PBB kini berharap dapat mengirimkan bantuan untuk warga yang terjebak di dalam kota.

Situasi di pabrik Azot menggemakan pertempuran yang berkecamuk sebelumnya dalam konflik di pabrik baja Azovstal di Mariupol, di mana ratusan pejuang dan warga sipil berlindung dari penembakan Rusia.

Mereka yang berada di dalam akhirnya menyerah dan dibawa ke tahanan Rusia pada pertengahan Mei.

Wanita Ukraina Dilatih Hadapi Pasukan Rusia

Beberapa ahli mengadakan sebuah program yang bertujuan untuk melatih warga sipil khususnya para wanita di Ukraina seputar ilmu membela diri untuk persiapan berperang melawan pasukan militer Rusia.

Program pelatihan ini diketahui diadakan di Zaporizhzhia yang terletak di bagian selatan Ukraina.

Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, dalam beberapa foto yang beredar tampak para wanita berpakaian sipil berlatih menggunakan senjata senapan otomatis di antaranya adalah AK-47.

Wanita sipil di Ukraina mengikuti program pelatihan persiapan berperang di Zaporizhzhia untuk melawan pasukan Rusia.
Wanita sipil di Ukraina mengikuti program pelatihan persiapan berperang di Zaporizhzhia untuk melawan pasukan Rusia. (AFP)

Dalam foto lainnya tampak seorang wanita berlatih mengincar target menggunakan senjata senapan otomatis dari tempat berlindung.

Di foto lainnya terdapat seorang pria yang memberikan instruksi kepada wanita Ukraina tentang penggunaan senjata.

Selain dilatih menggunakan senjata, program ini juga mengajarkan strategi untuk berperang di daerah perkotaan.

Edukasi tentang strategi tersebut diharapkan dapat mempersiapkan warga untuk melakukan perang gerilya melawan pasukan Rusia.

Untuk saat ini pasukan militer Ukraina berjumlah 240 ribu orang namun dapat bertambah hingga jutaan orang jika ditambah sukarelawan warga sipil dan prajurit dari negara lain.

Di bawah kondisi darurat militer, pelatihan ini diadakan gratis untuk semua penduduk kota.

Sergey Yelin (47), yang mendirikan pusat pelatihan tersebut, mengatakan bahwa kursus dasar ini mencakup pengajaran kepada siswa bagaimana cara berdiri dan membidik, teknik pengendalian pemicu, pernapasan, dan berbagai cara menembakkan senjata.

Untuk wanita, program ini berlangsung selama 15 jam tetapi dia mengatakan bahwa kursus dasar dapat dikuasai dalam lima atau enam jam.

"Kami mengadakan beberapa latihan taktis untuk warga sipil karena kami semua tahu bahwa jika musuh memasuki kota, akan terjadi pertempuran jalanan," kata Yelin.

"Dan itu biasanya terjadi di lokasi yang sulit seperti rumah yang hancur, di ruang bawah tanah atau di dalam toko."

Baca juga: Media Asing Sebut Pakar Bingung Apa yang Diraih Jokowi seusai Kunjungi Rusia dan Ukraina

Para instruktur bekerja dengan militer dan warga sipil yang menawarkan pelatihan di tiga bidang: penanganan senjata dasar, kursus khusus, dan elemen taktis untuk senapan serbu Kalashnikov, biasanya untuk pasukan khusus.

Sejak invasi Rusia dimulai pada 24 Februari, sekitar 4.000 orang telah dilatih di pusat tersebut.

"Kita perlu tahu bagaimana melakukan ini untuk diri kita sendiri dan untuk keluarga kita karena kita berada tepat di garis depan," kata Yana Piltek (33), siswa lainnya.

Piltek mengatakan dia tidak takut berkelahi dan tidak akan ragu untuk membela kampung halamannya.

"Kami berlatih untuk menang dalam pertarungan di kota. Dan jika itu yang terjadi, kami tidak akan membiarkan kota kami ditaklukkan." (TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
RusiaKonflik Rusia Vs UkrainaUkrainaVladimir PutinVolodymyr ZelenskyGerejaPendeta
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved