Konflik Rusia Vs Ukraina
3 Kebijakan Rusia di Wilayah Ukraina yang Sudah Diduduki, dari Tindakan Kejam hingga Sikap Manusiawi
Rusia dilaporkan menerapkan tiga kebijakan di sejumlah wilayah Ukraina yang sudah diduduki.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Di wilayah-wilayah pendudukan Ukraina, Rusia dikatakan telah menerapkan tiga kebijakan berbeda.
Dilansir TribunWow.com, analis politik yang berbasis di Kyiv, Aleksey Kushch, menerangkan 3 kebijakan itu diterapkan di wilayah yang berbeda sesuai kategorinya.
Yang pertama sedang dilaksanakan di tempat-tempat seperti Kreminna di wilayah Luhansk dan Donetsk, yang secara kolektif dikenal sebagai Donbas.
Baca juga: Jurnalis Rusia Dianggap Gila dan Dijebloskan ke RSJ Buntut Beritakan Fakta Perang di Ukraina
Beberapa wilayah di provinsi tersebut sebagian telah dikendalikan oleh separatis sejak 2014.
"Mereka menggunakan taktik bumi hangus di sini, populasi besar dipandang sebagai beban sosial yang tidak perlu," ujar Kushch kepada Al Jazeera, Senin (4/7/2022).
Contoh nyata dari strategi ini adalah cara Rusia beroperasi di Mariupol, bekas pusat industri di Laut Azov yang memiliki populasi lebih dari 400.000 sebelum perang.
Setelah pukulan tanpa ampun dan tak henti-hentinya antara akhir Februari dan April, Mariupol sekarang menjadi rumah bagi puluhan ribu, kebanyakan orang tua yang hidup tanpa listrik, air mengalir, dan perawatan kesehatan.
Adapun Moskow lebih suka mengirim penduduk Donbas yang lebih muda ke Rusia untuk mengisi kembali wilayahnya yang memiliki tingkat kelahiran rendah, ekonomi lokal yang buruk, dan alkoholisme serta kejahatan yang berlebihan.
Pejabat Ukraina mengatakan lebih dari satu juta orang Ukraina telah dideportasi ke Rusia dari Donbas, termasuk kota Mariupol.

Baca juga: Viral Detik-detik Warga Kherson Tantang dan Rebut Kembali Bendera Ukraina dari Tentara Rusia
Strategi kedua digunakan di wilayah yang direncanakan Rusia untuk dipertahankan secara langsung yaitu, wilayah selatan Kherson dan Zaporizhia, dan di beberapa bagian wilayah timur laut Kharkiv yang berbatasan dengan perbatasan Rusia.
"Ada upaya untuk menciptakan loyalitas, mereka merencanakan 'referendum' fiksi" untuk menyatakan "tekad" penduduk mereka untuk bergabung dengan Rusia," ucap analis Kushch.
Di Kherson, terlepas dari ratusan dugaan penculikan aktivis pro-Ukraina, sebagian besar warga di daerah itu dibujuk untuk tunduk dengan pembagian makanan dan janji keringanan pajak, pensiun yang lebih tinggi, dan fasilitas lainnya.
Bahkan kritikus kebijakan mereka mengakui bahwa upaya mereka ditujukan untuk menenangkan massa.
"Mereka (Rusia) diam-diam, dengan tenang membantu warga. Satu orang dapat mengambil sebanyak tepung, biji-bijian, gula, semua dalam karung. Jika bukan karena mereka, akan ada kelaparan," terang Halyna, seorang warga Kherson yang pro-Kyiv, mengatakan kepada Al Jazeera.
Rabu lalu, pejabat yang ditunjuk Kremlin di Kherson mengatakan mereka sedang mempersiapkan 'referendum' untuk bergabung dengan Rusia.
Sementara itu, strategi ketiga sedang digunakan di daerah-daerah di mana Rusia tidak berusaha menciptakan loyalis.
"Mereka mengandalkan teror dan kejahatan massal terhadap warga sipil," kata Kushch.
Pejabat Ukraina mengatakan bahwa lebih dari 1.000 orang telah tewas di kota-kota dan desa-desa di barat laut, utara dan timur laut Kyiv antara akhir Februari dan awal April.
Moskow mundur dari daerah itu setelah menyadari tidak akan mengambil risiko perkelahian jalanan untuk merebut ibu kota.
Banyak warga sipil dilaporkan disiksa, diperkosa dan ditembak mati di bagian belakang kepala mereka.
Baca juga: Tentara Rusia Dituding Rudapaksa 25 Gadis di Ruang Bawah Tanah Bucha, 9 di Antaranya Hamil
Rusia Mulai Tarik Upeti
Pihak Rusia diklaim mulai menerapkan pemungutan pajak atau upeti di wilayah Ukraina Timur yang berhasil dikuasai.
Separatis pro-Rusia di wilayah tersebut memaksa setiap penduduk untuk membayar hingga jutaan rupiah.
Rencananya, uang yang terkumpul akan digunakan untuk mendanai perang dengan Ukraina.

Baca juga: Maju ke Wilayah Perang, Zelensky Adakan Kunjungan Tiba-tiba ke Kota Ukraina yang Disasar Rusia
Hal ini dilaporkan telah diungkapkan oleh Vitaly Khotsenko, Perdana Menteri dari Donetsk People's Republik (DPR) yang memproklamirkan diri.
Dikutip TribunWow.com dari Mirror, Senin (18/6/2022), ia menyatakan bahwa setiap orang termasuk bayi dan orangtua, diminta menyerahkan 14 ribu rubel (Rp 3,6 juta).
Dilaporkan hal ini berlaku untuk semua orang di wilayah pendudukan Ukraina timur, di mana uang tersebut akan digunakan untuk berperang.
Adapun laporan ini pertama kali diunggah oleh Kira Yarmysh, juru bicara kritikus Kremlin Alexei Navalny, melalui akun Twitter pribadinya.
Padahal sebelumnya, Kremlin mengatakan mereka akan menginvestasikan lebih dari dua triliun rubel untuk perekonomian DPR, dalam waktu dua tahun.
Tetapi tidak diketahui bagaimana uang itu akan dipergunakan nantinya.
Diketahui, warga Ukraina yang tinggal di wilayah tenggara Donetsk dan Luhansk, yang dikenal sebagai Donbas, telah dikendalikan oleh separatis dukungan Moskow selama hampir delapan tahun.
Namun Presiden Rusia Vladimir Putin baru mengakui Donetsk dan Luhansk sebagai republik resmi tiga hari sebelum menginvasi Ukraina, pada 21 Februari.
Hal ini dilihat sebagai dalih bagi penghasut perang untuk menyerang Ukraina.
Selama ini, semua negara anggota PBB, selain Rusia, menganggap DPR secara hukum masih bagian dari Ukraina dan bukan negara merdeka.
Namun awal pekan ini, Suriah menjadi negara pertama yang secara resmi mengakui dua bagian Ukraina sebagai republik merdeka.
Dukungan tersebut diduga dilatari kedekatan Rusia dengan Suriah.
Pasalnya, Rusia adalah sekutu utama Presiden Suriah Bashar Al-Assad di mana kedua negara secara kolektif telah melakukan daftar panjang kejahatan perang dan saling menopang selama bertahun-tahun perang.(TribunWow.com/Via)