Konflik Rusia Vs Ukraina
Rusia Penjara Komandannya Sendiri karena Kabur dari Medan Perang, Terungkap dari Sambungan Telepon
Intelijen Ukraina sadap telepon pasukan Rusia yang mengatakan adanya sosok komandan yang kabur.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Rekarinta Vintoko
Dilansir TribunWow.com, sambungan itu disinyalir datang dari anggota pasukan ketika menghubungi istrinya di Rusia.
Dari situlah didapat informasi mengenai kondisi para tentara Presiden Rusia Vladimir Putin di garis depan.
Baca juga: Tak Terima Putin Diejek Boris Johnson, Rusia Panggil Dubes Inggris Menuntut Permintaan Maaf
Seperti dilaporkan Ukrinform, Minggu (3/6/2022), hasil penyadapan itu pun diterbitkan oleh layanan pers Kepala Direktorat Intelijen Kementerian Pertahanan Ukraina melalui akun Telegram resmi.
Dalam percakapan tersebut, prajurit itu bercerita tentang sejumlah besar orang mereka yang terluka.
Ia juga menuturkan tentang penahanan seorang komandan yang mencoba melarikan diri dari garis depan.
"Batalyon keempat, mereka menahan komandan mereka. Mereka memaksanya untuk tinggal bersama mereka agar dia tidak melarikan diri," kata sang prajurit.
"Mereka memiliki banyak yang terluka. Kami juga memuat kendaraan kemarin. Mereka siap untuk melarikan diri. Perintah diberikan untuk tinggal. Kemarin, lebih dari dua puluh orang Rusia yang terluka dibawa pergi."
Sebelumnya, Kepala Direktorat Intelijen Kementerian Pertahanan Ukraina melaporkan bahwa pegawai badan keamanan Rusia mulai menulis laporan pengunduran diri secara besar-besaran.
Baca juga: Tuduh Ukraina Serang Belarus, Lukashenko Beri Peringatan Keras, Isyarat akan Bantu Rusia?
Pasalnya, Rusia disebut hampir tidak memiliki harapan untuk memenangkan perangnya di Ukraina.
Bahkan kekalahan itu sudah pasti meski pasukan Presiden Rusia Vladimir Putin berhasil merebut seluruh Donbas dalam beberapa minggu mendatang.
Pernyataan tersebut merupakan ungkapan seorang mantan mata-mata dan komandan yang memimpin pasukan di awal konflik.
Dilansir TribunWow.com dari Daily Mail, Jumat (20/5/2022) mantan petugas bernama Igor Girkin yang memiliki nama alias Igor Strelkov (diterjemahkan sebagai penembak) itu memberi penilaian tajam mengenai pergerakan Rusia.
Ia mengatakan bahwa unit Rusia menderita kerugian besar karena bertempur dengan pasukan Ukraina yang memiliki tekad kuat.
"Mari kita bayangkan sejenak, bahwa dalam beberapa minggu ke depan musuh akan dikalahkan melalui serangan frontal dan sayap terus menerus, dan benar-benar didorong keluar dari perbatasan (Donbas)."
"Dan? Apa yang akan dicapai ini? Apakah ini akan mengakhiri perang? Tidak, tidak sama sekali," tulis Strelkov di akun Telegram pribadinya, Kamis (19/5/2022) malam.

Baca juga: Zelensky Dituding Terus Perangi Rusia demi Cari Ketenaran, Dinilai Tak Berusaha Bicara ke Putin
Rusia membuat keuntungan sedikit demi sedikit di front Donbas dalam beberapa hari terakhir, mereka telah merebut kota-kota di sekitar Popansa dan Severodonetsk.
Namun Strelkov mengatakan Ukraina memobilisasi pasukan baru dengan cepat.
Pasukan Presiden Volodymyr Zelensky mempersenjatai kembali pasukannya menggunakan senjata Barat, dan menggali posisi pertahanan baru yang akan sulit untuk ditaklukkan.
"Tidak ada artinya mengharapkan kemenangan tanpa mobilisasi umum tentara Rusia," kata Strelkov.
Namun gagasan tersebut ditolak Putin karena dia diyakinkan oleh lingkaran dalamnya untuk percaya bahwa kemenangan masih mungkin.
"Selama dia tetap tersembunyi dari kenyataan, tidak ada yang akan berubah, dan ketika itu benar-benar berubah, akan terlambat untuk melakukan apa pun," ujar Strelkov.
Strelkov memprediksi serangan Rusia bisa segera selesai pada pertengahan Juni.
Setelah itu, Ukraina akan menyerang balik seperti yang terjadi di sekitar Kyiv dan Kharkiv.
Catatan Strelkov juga sesuai dengan apa yang telah dikatakan oleh banyak analis dan pakar Barat selama berminggu-minggu.
Dinyatakan bahwa pada dasarnya, Putin kalah perang saat dia gagal merebut Kyiv dan semua yang masih harus diputuskan adalah berapa banyak darah dan harta yang akan dihabiskan dalam upaya menyelamatkan mukanya.
"Ketika (pasukan Rusia) melemah dalam pertempuran sengit dan serangan berdarah mencapai perbatasan [Donbas], mereka akan bertemu dengan unit (Ukraina) yang baru dan lengkap di perbatasan yang dipersiapkan untuk pertahanan terlebih dahulu," kata Strelkov.
"Bahkan jika unit-unit baru itu karena alasan apa pun memutuskan untuk tidak mengambil alih inisiatif dan memulai serangan balasan, tetap saja Federasi Rusia akan menghadapi perspektif perang panjang, yang hampir fatal (dalam kondisi saat ini) bagi perekonomian kita, situasi sosial dan sosial politik."
"Tidak ada artinya mengharapkan kemenangan melalui konflik dengan mempertimbangkan bahwa hampir semua Eropa dan Amerika Utara bertindak sebagai pendukung (Ukraina)."
Diplomat Rusia Mengundurkan Diri karena Malu
Seorang diplomat veteran Rusia untuk kantor PBB di Jenewa telah menyerahkan surat pengunduran dirinya.
Ia juga mengirim dukungan kepada rekan-rekan asingnya yang mengkritik perang agresif yang dilepaskan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin di Ukraina.
Pria bernama Boris Bondarev (41) itu mengaku merasa malu atas keputusan negaranya menyerang negara tetangga.

Baca juga: Akibat Serangan Rusia, Ratusan Tentara Ukraina di Wilayah Timur Disebut Sekarat Setiap Harinya
Dilansir TribunWow.com dari Aljazeera, Senin (23/5/2022), Bondarev bekerja sebagai penasihat di misi permanen Rusia untuk PBB di Jenewa.
"Saya pergi ke misi seperti Senin pagi lainnya dan saya meneruskan surat pengunduran diri saya dan saya keluar," kata Bondarev.
Dalam pernyataan yang diedarkan ke sejumlah misi diplomatik di Jenewa, dia mengutuk invasi ke Ukraina dan mengecam kementerian luar negeri Rusia.
Ia terang-terangan merasa malu atas sikap Rusia yang mengancam kedamaian Eropa.
"Selama dua puluh tahun karir diplomatik saya, saya telah melihat perubahan yang berbeda dari kebijakan luar negeri kami, tetapi saya tidak pernah merasa malu dengan negara saya seperti pada 24 Februari tahun ini," kata Bondarev dalam pernyataan yang pertama kali diterbitkan oleh UN Watch, sebuah kelompok advokasi.
Tanggal tersebut mengacu pada invasi Rusia ke Ukraina dalam apa yang digambarkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai 'operasi militer khusus' untuk 'menghapus nazifikasi' negara tersebut.
"Perang agresif yang dilancarkan oleh Putin melawan Ukraina, dan sebenarnya melawan seluruh dunia Barat, bukan hanya kejahatan terhadap rakyat Ukraina, tetapi juga, mungkin, kejahatan paling serius terhadap rakyat Rusia," kata pernyataan itu.
Tidak ada komentar segera dari misi permanen Rusia untuk PBB.
Bondarev, mengatakan dia telah bekerja dengan kementerian luar negeri Rusia selama dua dekade, dan telah bekerja sebagai penasihat di misi negara itu di Jenewa sejak 2019.
Pengunduran diri tersebut merupakan protes dari seorang diplomat Rusia sebagai perbedaan pendapat dan suara-suara kritis, terutama untuk narasi perang Moskow.
Ini terjadi pada saat pemerintah Putin berusaha menindak perbedaan pendapat atas invasi tersebut.
"Mereka yang merencanakan perang ini hanya menginginkan satu hal, untuk tetap berkuasa selamanya, tinggal di istana hambar yang sombong, berlayar di kapal pesiar yang sebanding dengan tonase dan biaya untuk seluruh Angkatan Laut Rusia, menikmati kekuatan tak terbatas dan impunitas penuh," kata Bondarev dalam pernyataan itu.
Diplomat itu melayangkan kritik keras terhadap kementerian luar negeri Rusia dan pemimpinnya, Sergey Lavrov, yang telah menjadi pembela setia operasi militer Putin.
"Dalam 18 tahun, ia berubah dari seorang intelektual profesional dan berpendidikan, yang dipandang begitu tinggi oleh banyak rekan saya, menjadi seseorang yang terus-menerus menyiarkan pernyataan yang saling bertentangan dan mengancam dunia (dan Rusia juga) dengan senjata nuklir!," tutur Bondarev.
"Saat ini Kemlu bukan soal diplomasi. Ini semua tentang penghasutan perang, kebohongan dan kebencian," tambahnya.
Diplomat itu mengatakan kepada kantor berita Associated Press bahwa dia belum menerima reaksi apa pun dari pejabat Rusia.
"Apakah saya khawatir tentang kemungkinan reaksi dari Moskow? Saya harus khawatir tentang itu," tambah Bondarev.
Dia menyarankan kasusnya bisa menjadi contoh.
Hillel Neur, direktur eksekutif UN Watch memuji langkah Bondarev dan mendesak diplomat Rusia lainnya di PBB untuk mengikuti teladan moralnya dan mengundurkan diri.(TribunWow.com/Via)