Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Akui Ketergantungan, Turki Buka-bukaan Alasan Tak Mau Sanksi Rusia terkait Konflik di Ukraina

Pemerintah Turki menjelaskan mengapa di tengah konflik yang terjadi di Ukraina, pihaknya tetap tidak mau memberikan sanksi ekonomi ke Rusia.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Elfan Fajar Nugroho
AFP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Istanbul, Oktober 2016. Terbaru, Turki menyatakan tidak akan memberikan sanksi kepada Rusia terkait konflik di Ukraina, 2022. 

TRIBUNWOW.COM - Rusia saat ini tengah dihujani sanksi oleh aliansi Ukraina khususnya negara-negara barat.

Mulai dari Amerika Serikat (AS), Inggris, bahkan Jepang ikut memberikan sanksi kepada Rusia sebagai bentuk bantuan terhadap Ukraina untuk melawan serangan pasukan militer Rusia.

Dikutip TribunWow.com dari rt.com, namun di sisi lain, Turki memilih untuk tidak memberikan sanksi kepada Rusia.

Baca juga: Hampir 1 Bulan Tak Serang Kiev, Rusia Luncurkan 4 Misil ke Ibu Kota Ukraina, Ada TK Kena Serangan

Juru bicara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yakni Ibrahim Kalin menegaskan Turki tidak akan memberikan sanksi kepada Rusia.

Kalin menjelaskan bahwa Turki berketergantungan terhadap sumber energi dari Rusia.

Kalin juga mengakui Turki senang memiliki hubungan baik dengan AS dan negara-negara barat lainnya.

"Kami harus melindungi kepentingan negara kami," ujar Kalin.

Kalin mengatakan, Turki juga tidak akan memberikan sanksi kepada pebisnis-pebisnis Rusia.

Kendati demikian, Kalin menyatakan Turki tetap menganggap apa yang dilakukan oleh Rusia sebagai invasi dan Turki terus berusaha mempertemukan Rusia dan Ukraina agar terjadi negosiasi damai.

"Jujur saja, tidak ada negara lain yang berusaha mempertemukan kedua belah pihak (Rusia dan Ukraina) bersama," kata Kalin.

Kalin menjelaskan bagaimana Turki memiliki peran penting ketika menyelesaikan isu gandum milik Ukraina yang sempat terblokade di dalam sehingga menyebabkan masalah kelaparan di dunia.

"Siapa yang akan berbicara ke Rusia jika semuanya membakar jembatan?" kata Kalin.

Baca juga: Banyak Tentara Rusia Tewas, Putin Paksa Pensiunan Jenderal dalam Kondisi Obesitas Pergi ke Ukraina

Sebelumnya, Turki mengatakan ada kecurigaan bahwa pihak-pihak tertentu mencari keuntungan dari konflik Rusia dan Ukraina.

Tanpa peduli kondisi Ukraina, negara yang disebut termasuk dalam sekutu NATO itu hanya ingin pelemahan Rusia.

Untuk itu, negara yang tak disebutkan namanya itu berusaha untuk memperpanjang jalannya perang.

Hal ini diungkapkan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu saat tampil dalam sebuah acara TV, Rabu (20/4/2022).

Ia mengatakan Turki ingin merundingkan diakhirinya konflik di Ukraina, sementara beberapa anggota NATO lainnya justru ingin melihatnya berlarut-larut sebagai cara untuk merugikan Rusia.

Dalam kesempatan yang sama, Cavusoglu membahas keputusan Turki untuk tidak memberikan sanksi kepada Moskow.

Ia juga membahas mengapa pembicaraan di Istanbul antara Rusia dan Ukraina dianggap gagal.

"Ada negara-negara di dalam NATO yang menginginkan perang Ukraina berlanjut. Mereka melihat kelanjutan perang sebagai pelemahan Rusia. Mereka tidak terlalu peduli dengan situasi di Ukraina,” kata Cavusoglu dilansir TribunWow.com dari media Rusia RT, Rabu (20/4/2022).

Dalam artikel tersebut dicantumkan juga kecurigaan mengenai pihak yang dimaksud Turki.

Antara lain yakni Amerika Serikat yang selama ini dianggap vokal menentang Rusia.

Dikutip pula perkataan Presiden AS Joe Biden pada awal bulan ini yang menyebut bahwa konflik di Ukraina bisa berlanjut untuk waktu yang lama.

Sementara itu, Kanselir Jerman Olaf Scholz juga mengatakan pada Selasa (19/4/2022), bahwa Barat bersatu untuk tidak membiarkan Rusia menang dan bertekad terus mempersenjatai militer Ukraina sehingga dapat terus mempertahankan diri terhadap serangan Rusia.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba, mengadakan diskusi di Antalya, Turki, 10 Maret 2022.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba, mengadakan diskusi di Antalya, Turki, 10 Maret 2022. (Kementerian Luar Negeri Rusia)

Baca juga: Pasukan Ukraina Lakukan Serangan Balasan di Kota Kekuasaan Rusia, Hasil akan Terlihat di Agustus

Di sisi lain, Turki telah memutuskan untuk tidak bergabung dengan sanksi yang dijatuhkan terhadap Rusia.

Pasalnnya, Cavusoglu menilai sanksi tersebut hanya bersifat sepihak, tidak seperti sanksi mengikat yang diputuskan di PBB.

Ankara mengartikulasikan posisinya pada hari pertama konflik Ukraina, yaitu melanjutkan kontak diplomatik dengan kedua belah pihak, sebagai negara yang dipercaya kedua belah pihak.

Turki tidak berharap banyak setelah pembicaraan pertama Rusia-Ukraina di Antalya.

Namun, Cavusoglu mengaku memiliki harapan yang tinggi setelah pembicaraan lanjutan di Istanbul, .

Namun, Ukraina mundur dari kesepakatan yang dicapai di sana setelah gambar dugaan pembantaian di Bucha, yang ditudingkan Kiev dilakukan oleh pasukan Rusia.

Cavusogly juga menjelaskan permintaan Zelensky untuk mendapat jaminan keamanan dari NATO.

"Tidak ada yang setuju dengan permintaan Zelensky untuk jaminan Pasal 5 NATO," kata menteri itu, merujuk pada klausul pertahanan bersama aliansi tersebut.

"Tidak ada negara yang menerima proposal ini. AS, Inggris, dan Kanada juga tidak menerima ini. Tentu saja, Turki tidak menerima ini. Pada prinsipnya, tidak ada yang menentang jaminan ini, tetapi ketentuannya tidak jelas."(TribunWow.com/Anung)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Konflik Rusia Vs UkrainaRusiaUkrainaTurkiVladimir PutinVolodymyr ZelenskyRecep Tayyip Erdogan
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved