Konflik Rusia Vs Ukraina
Banyak Pengungsi Ukraina di Inggris Terancam Jadi Gelandangan Meskipun Kerja dan Punya Penghasilan
Nasib para pengungsi Ukraina di Inggris kini tengah berada di ujung tanduk karena ancaman mereka akan berakhir menjadi gelandangan.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Inggris adalah satu dari beberapa negara yang menjadi tujuan utama para pengungsi dari Ukraina seusai pasukan militer Rusia datang menginvasi.
Per 29 Mei 2022, total ada 65,700 pengungsi Ukraina di Inggris.
Dikutip TribunWow.com dari Theguardian.com, puluhan ribu pengungsi tersebut kini terancam berakhir menjadi gelandangan di Inggris.

Baca juga: VIDEO Detik-detik Rusia Serang Pasukan Ukraina yang Sedang Berjalan Santai Pakai Rudal ATGM
Baca juga: Buntut Konflik Rusia-Ukraina, Pasukan Militer Inggris Bersiap Hadapi Perang Dunia III
Sementara ini pengungsi Ukraina masih ditampung oleh para warga Inggris yang bersedia menjadi host atau tuan rumah bagi para pengungsi.
Namun ketika masa waktu tinggal di rumah host habis, para pengungsi Ukraina mau tidak mau harus mencari tempat tinggal sendiri.
Di Inggris sendiri terdapat pengecekan ketat mengenai latar belakang calon orang yang akan menyewa rumah.
Berbagai dokumen harus disiapkan oleh orang yang akan menyewa, mulai dari rekam jejak pendapatan hingga dokumen-dokumen penting lainnya.
Kelengkapan dokumen ini mustahil bisa dipenuhi oleh beberapa pengungsi yang pergi dari Ukraina dalam kondisi darurat karena invasi Rusia.
Opora, sebuah jaringan yang bergerak membantu masyarakat Ukraina telah mendapat laporan adanya keluarga asal Ukraina yang tidak bisa menyewa rumah karena gagal dalam pengecekan latar belakang.
Padahal ada pengungsi yang memiliki uang yang cukup dan pekerjaan dengan penghasilan yang stabil.
Pasangan suami istri asal Ukraina di Inggris bernama Dmytro Chapovski, seorang teknisi piranti lunak dan Polina, seorang fisioterapis gagal ditolak oleh 12 agensi saat mencari rumah untuk disewa.
Saat ini baru sebagian kecil pengungsi yang merasakan halangan ini, namun diprediksi ribuan pengungsi Ukraina lainnya akan terkena dampaknya seiring habisnya program warga Inggris untuk menyediakan tempat tinggal bagi pengungsi.
Ditawari Kamar Bayar Pakai Seks
Mahasiswi asal Ukraina bernama Alina (21) mengaku butuh perjuangan sebelum menemukan rumah singgah saat mengungsi ke Inggris.
Alina menyebut banyak oknum di Inggris yang berusaha memanfaatkan kondisi para pengungsi yang segera butuh tempat tinggal.
Pada akhirnya Alina kini tinggal bersama Beth (33), seorang wanita yang bekerja sebagai ilmuwan biomedis dan ketua pramuka di Cardiff.
Dikutip TribunWow.com dari bbc.com, sebelum memutuskan untuk tinggal bersama Beth, Alina memerlukan waktu yang tak singkat.
Ia pertama mengecek seperti apa kehidupan pribadi Beth lewat akun media sosial (medsos) milik Beth.
Selain itu, Beth juga melakukan berbagai upaya supaya mendapat kepercayaan Alina.
Beth menjelaskan bahwa ia akan menyediakan tempat tinggal gratis kepada Alina selama satu tahun tanpa menuntut bayaran apapun.
"Saya berpikir, saya merasa aman dengan wanita ini," ujar Alina.

Alina bercerita, ia sempat menerima pesan-pesan mengkhawatirkan di email dan WhatsApp-nya.
"Saya berhadapan dengan banyak orang yang ingin mengambil keuntungan dari saya," kata Alina.
Alina bercerita, beberapa pesan tersebut menawarkan Alina untuk bekerja sebagai babysitter, hingga menjaga anjing.
Alina mengakui pesan-pesan itu membuatnya curiga.
"Saya seorang pengungsi, saya butuh tempat aman untuk tinggal. Saya tidak sedang mencari uang atau pekerjaan," kata dia.
"saya mendengar ada banyak orang, gadis yang ditawari kamar dengan bayaran hubungan seks," ujar Alina.
Dikabarkan, para pengungsi wanita dari Ukraina terancam mendapat pelecehan seksual oleh warga Inggris.
Terutama dari sejumlah pria lajang yang menawarkan diri untuk menampung mereka.
Hal ini mendorong komisioner tinggi PBB (UNHCR) untuk meminta Inggris agar meninjau kembali skema penampungan sementara untuk pengungsi itu.
Dilansir TribunWow.com dari Aljazeera, Jumat (14/3/2022), tak hanya menjadi korban perang, pengungsi Ukraina juga terancam menjadi korban pelecehan.
Diketahui, Inggris mengadakan program 'Rumah untuk Ukraina', warga yang memiliki kamar cadangan diizinkan membuka rumah mereka bagi warga Ukraina selama mereka dapat menawarkan akomodasi setidaknya selama enam bulan.
Tetapi ada kekhawatiran yang berkembang bahwa perempuan berada dalam risiko akibat program tersebut.
Adapun lebih dari 150.000 orang telah mendaftar sebagai tuan rumah pada hari-hari menjelang peluncuran skema itu pada 18 Maret.
Baca juga: Bayar Aktor Rp 370 Ribu, Intelijen Ukraina Siapkan Rekayasa Tentara Rusia Bakar Rumah Warga Sipil
Pekan lalu, penyelidikan rahasia oleh surat kabar The Times mengungkapkan bagaimana beberapa pria lajang Inggris mengusulkan berbagi tempat tidur dan mengirim pesan yang tidak pantas dan bernada seksual kepada wanita yang melarikan diri dari perang.
Kabar ini didukung pernyataan James Jamieson, ketua Asosiasi Pemerintah Lokal (LGA), yang memperingatkan kemungkinan pengungsi Ukraina bisa menjadi tunawisma.
Dia mengatakan bahwa telah terjadi peningkatan yang mengkhawatirkan dalam jumlah pengungsi Ukraina yang meninggalkan tuan rumahnya.
Pengungsi itu memilih pergi setelah hubungan dengan tuan rumahnya rusak atau menemui akomodasi keluarga tidak sesuai.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu, UNHCR mengatakan pemerintah Inggris perlu mengembangkan proses yang lebih tepat.
Sehingga dapat memastikan para wanita, termasuk mereka yang memiliki anak, mendapat tuan rumah dengan keluarga atau pasangan, daripada pria lajang.
“Pencocokan yang dilakukan tanpa pengawasan yang tepat dapat meningkatkan risiko yang mungkin dihadapi perempuan, selain trauma pemindahan, perpisahan keluarga, dan kekerasan yang sudah dialami,” bunyi pernyataan UNHCR.
Namun rupanya, pemerintah tidak selalu mencocokkan tuan rumah dengan pengungsi di bawah skema 'Rumah untuk Ukraina'.
Alih-alih, warga yang berminat langsung menghubungi pengungsi Ukraina menggunakan grup Facebook dan platform media sosial lainnya, yang dinilai kurang aman.
“Kami takut proses pencocokan gratis terbuka lebar untuk dieksploitasi oleh pedagang manusia dan orang lain yang menyasar pengungsi yang rentan,” ujar Louise Calvey, kepala layanan dan perlindungan di badan amal Inggris Refugee Action.
“Para menteri harus turun tangan dan mengatur dengan tepat sponsor yang cocok untuk memastikan bahwa orang-orang rentan yang datang ke sini mendapatperlindungan aman.”
Secara total, lebih dari 4,7 juta orang telah meninggalkan Ukraina sejak Rusia melancarkan serangannya pada 24 Februari, menurut UNHCR.
Mayoritas penduduk, sekitar 2,7 juta jiwa, mengungsi ke negara tetangga Polandia. Rumania, Hungaria, Moldova dan Slovakia.
Baca juga: Euforia Dini, Jutaan Pengungsi Ukraina Kembali ke Rumah, Pejabat Kiev Ingatkan Ancaman Rusia
Baca juga: Tak Hanya Sita 14 Ton Bantuan Kemanusiaan, Rusia Juga Cegat Bus Pengungsi Ukraina
Wanita Ukraina Dirudapaksa di Lokasi Pengungsian
Peribahasa 'Sudah jatuh tertimpa tangga' tampaknya tepat untuk melukiskan nasib nahas seorang gadis pengungsi Ukraina.
Setelah berhasil melarikan diri dari serangan Rusia, gadis muda itu justru diduga menjadi korban rudapaksa oleh dua orang pria pada Minggu (6/3/2022).
Ironisnya, aksi bejat tersebut dilakukan oleh rekan sesama pengungsi dari Ukraina yang berkewarganegaraan Irak dan Nigeria.
Dilansir Daily Mail UK, Selasa (15/3/2022), seorang gadis Ukraina berusia 18 tahun diduga telah dirudapaksa oleh dua pria di penampungan pengungsi.
Wanita itu dilaporkan diserang oleh dua pria secara bergantian di kapal hotel Oscar Wilde yang berasal dari Jerman.
Terduga penyerang, pria berusia 37 dan 26 tahun, diketahui berasal dari Irak dan Nigeria tetapi juga memiliki kewarganegaraan Ukraina.
Kantor kejaksaan Dusseldorf mengkonfirmasi bahwa polisi telah melakukan penyelidikan dan menangkap dua pria, yang hingga saat ini masih ditahan.
Sebagai informasi, di samping tamu yang membayar, lebih dari 25 pengungsi menginap di kapal hotel tersebut setelah invasi Rusia ke Ukraina bulan lalu.
Menurut PBB, sejak dimulainya invasi Rusia, lebih dari tiga juta orang, termasuk sekitar satu juta anak-anak, telah meninggalkan Ukraina ke negara-negara lain di Eropa.
Hampir seluruhnya didominasi perempuan dan anak-anak yang melarikan diri melintasi perbatasan Ukraina.
Kekhawatiran pun berkembang tentang bagaimana cara melindungi pengungsi yang paling rentan menjadi sasaran perdagangan manusia atau menjadi korban eksploitasi lainnya itu.
Anggota parlemen Andrea Lindholz mengatakan bahwa polisi harus berbuat lebih banyak untuk memastikan perlindungan perempuan Ukraina.
Ia memperingatkan kasus dugaan pemerkosaan di Oscar Wilde menandakan bahwa petugas harus segera bertindak melaksanakan hal tersebut.
Kasus ini adalah dugaan pemerkosaan kedua terhadap pengungsi Ukraina.
Pekan lalu, seorang pria ditangkap di Polandia karena dicurigai merudapaksa seorang pengungsi berusia 19 tahun.
Seorang pria berusia 49 tahun ditahan di Wroclaw, Polandia, setelah dia diduga memikat wanita muda itu dengan tawaran bantuan melalui internet.
"Tersangka bisa menghadapi hingga 12 tahun penjara karena kejahatan brutal," kata pihak berwenang.
"Dia bertemu gadis itu dengan menawarkan bantuannya melalui portal internet."
"Gadis itu melarikan diri dari Ukraina yang dilanda perang, ia tidak berbicara bahasa Polandia. Dia memercayai seorang pria yang berjanji untuk membantu dan melindunginya. Sayangnya, semua ini ternyata merupakan manipulasi yang menipu."(TribunWow.com/Anung/Via)