Konflik Rusia Vs Ukraina
Tentara Ukraina Jengkel Kesulitan Pakai Senjata Barat: Seperti Dapat iPhone13 Tapi Cuma Bisa Telepon
Tentara garis depan Ukraina dilaporkan alami kesulitan menggunakan senjata canggih pemberian Barat.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Sejak Rusia menginvasi, negara-negara NATO telah meningkatkan persenjataan Ukraina dengan alat yang semakin canggih.
Bahkan, Amerika Serikat dan Inggris menjanjikan peralatan mumpuni lain seperti sistem roket multi-peluncuran.
Tetapi melatih tentara bagaimana menggunakan peralatan telah menjadi hambatan yang signifikan dan berkembang.

Baca juga: Dianggap Rusia Ceroboh, AS Disebut Tak Pedulikan Risiko saat Kirim Ukraina Senjata
Baca juga: Ukraina Dibanjiri Bantuan Senjata, Polisi Swedia Khawatir Gangster Ikut Diuntungkan
Dikutip TribunWow.com dari The New York Times, Kamis (9/6/2022), Sersan Junior Dmytro Pysanka dan krunya, sempat kesulitan saat mengoperasikan meriam antitank tua yang disamarkan dalam jaring dan semak hijau di selatan Ukraina.
Mengintip melalui penglihatan yang terpasang pada pistol, Sersan Pysanka disambut dengan kaleidoskop angka dan garis.
Seharusnya jika dibaca dengan benar, grafik ini akan memberinya perhitungan yang diperlukan untuk menembak pasukan Rusia.
Namun, kesalahan sering terjadi dalam kekacauan pertempuran.
Lebih dari sebulan yang lalu, komandan unit artileri garis depan mengamankan alat yang jauh lebih canggih, laser range finder berteknologi tinggi yang dipasok Barat untuk membantu penargetan.
Tapi ada halangan baru yang muncul karena tidak ada yang tahu cara menggunakannya.
"Ini seperti diberi iPhone 13 dan hanya bisa melakukan panggilan telepon," kata Sersan Pysanka dengan jengkel.
Sersan Pysanka menyororti alat pencari jangkauan, yang disebut JIM LR, seperti sepasang teropong berteknologi tinggi yang kemungkinan bagian dari rangkaian peralatan pemberian Amerika Serikat.
Alat ini mungkin tampak seperti pilihan yang sempurna untuk membantu memanfaatkan senjata antitank dengan lebih baik, yang dibuat pada tahun 1985.
JIM LR dapat melihat target di malam hari dan mengirimkan jarak, arah kompas, dan koordinat GPS mereka.
Beberapa tentara telah belajar untuk mengoperasikan alat tersebut, tetapi kemudian dirotasi di tempat lain dalam beberapa hari terakhir, dan meninggalkan unit dengan 'pemberat kertas' yang mahal.
“Saya telah mencoba mempelajari cara menggunakannya dengan membaca manual dalam bahasa Inggris dan menggunakan Google Terjemahan untuk memahaminya,” kata Sersan Pysanka.
Para pemimpin Ukraina sering menyerukan senjata dan peralatan Barat kelas atas, menggantungkan harapan mereka untuk kemenangan pada permintaan rudal antitank baru, howitzer, dan roket berpemandu satelit.
Tetapi di atas kebutuhan akan alat perang, pasukan Ukraina perlu tahu cara menggunakannya.
Tanpa pelatihan yang tepat, dilema yang dihadapi unit Sersan Pysanka akan menyebar dalam skala yang jauh lebih besar.
Para analis mengatakan hal itu dapat menggemakan pendekatan gagal Amerika Serikat dalam memasok militer Afghanistan dengan peralatan yang tidak dapat dipertahankan tanpa dukungan logistik besar-besaran.
"Warga Ukraina sangat ingin menggunakan peralatan Barat, tetapi membutuhkan pelatihan untuk memeliharanya," kata Michael Kofman, direktur studi Rusia di C.N.A., sebuah lembaga penelitian di Arlington, Va.
"Beberapa hal tidak bisa untuk dilakukan secara terburu-buru."
Baca juga: Pilih Menyerah ke Rusia, Tentara Azov Ukraina Ungkap Taktik Licik Pasukannya, Korbankan Rakyat Sipil
Baca juga: 5 Bukti Rusia Pelaku Pembantaian di Bucha, Warga Melihat, Foto Satelit hingga Video Kamar Penyiksaan
Isu Oknum Militer hingga Pejabat di Ukraina Salahgunakan Bantuan
Diberi perlengkapan dan senjata seadanya, seorang warga negara asing (WNA) yang menjadi tentara sukarelawan di Ukraina menceritakan betapa buruknya perlakuan Ukraina kepada para relawan.
Bantuan senjata hingga perlengkapan militer yang begitu banyak dari negara-negara barat ternyata tak semuanya sampai ke tujuan.
Banyak faktor menyebabkan bantuan tidak digunakan sebagaimana mestinya karena adanya korupsi hingga campur tangan oknum.
Dikutip TribunWow.com dari rt.com, temuan ini dilaporkan oleh media asal Kanada Toronto Star.
Laporan dilakukan dengan mewawancarai sejumlah WNA yang menjadi tentara sukarelawan hingga sebuah kelompok di Kanada yang mengumpulkan dana untuk membantu keperluan militer para tentara Ukraina.
Banyak para sukarelawan yang berpengalaman di perang Irak hingga Afghanistan menolak untuk maju berperang di Ukraina karena minimnya senjata dan perlengkapan.
Sementara itu ada pula sukarelawan yang dengan senang hati maju memerangi pasukan RUsia hanya dengan bekal tiga buah magazin dan satu senjata AK-47 tanpa rompi dan helm.
Pemerintah Ukraina juga dituding tidak memberi pelatihan yang cukup kepada para relawan sebelum mereka dikirimkan maju ke garis depan.
Seorang tentara medis bernama Kurtis Pasqualle mengatakan, pelatihan yang seharusnya membutuhkan waktu empat bulan dipercepat menjadi hanya tiga minggu saja.
Kelompok pendonor dari Kanada turut mencurigai adanya korupsi yang dilakukan oleh oknum di Ukraina sehingga bantuan dari negara-negara barat termasuk Kanada tidak sampai ke tujuan.
Pada minggu lalu, kepala administrasi militer Ukraina di bagian barat Ukraina ditahan atas dugaan menyalahgunakan ambulans untuk layanan berbayar.
Lalu pada April seorang wali kota ditahan atas dugaan menerima suap untuk menyalurkan kendaraan minibus hasil donasi ke pihak tertentu.
Di bagian selatan Ukraina terdapat seorang oknum yang ditahan karena menjual senjata donasi dari negara lain ke pasar gelap termasuk peluncur granat anti-tank.
Berdasarkan laporan Toronto Star, pada tahun lalu Indeks Kejahatan Teroganisir Global mencatat Ukraina sebagai salah satu pasar senjata terbesar di Eropa.
Di sisi lain, seorang sukarelawan asal Perancis menuturkan kesaksian mencengangkan saat bertugas di Ukraina.
Ia mengaku sempat ditawan tentara Azov dan melihat sendiri kekejaman mereka pada tawanan Rusia.
Diungkapkan bahwa pasukan kontroversial tersebut banyak melakukan kejahatan perang dan merupakan penganut Nazi di era modern.
Ia pun mempertanyakan mengapa Barat masih terus memasok senjata untuk kelompok berbahaya itu.
Diketahui, militer Rusia memperkirakan bahwa lebih dari 6.500 orang asing dari setidaknya 62 negara beroperasi di seluruh Ukraina.
Kebanyakan dari mereka terlibat langsung di dalam medan pertempuran.
Satu dari antaranya adalah Adrian Bocquet, mantan tentara Angkatan Darat Perancis yang menghabiskan beberapa minggu di Ukraina.
Ia bertugas mengirimkan peralatan dan pasokan medis.
Selama berada di area konflilk, Bocquet mengaku menyaksikan kekejaman yang dilakukan oleh Resimen Azov, pasukan tempur neo-Nazi yang beroperasi di bawah Garda Nasional Ukraina.
"Di sana (Ukraina), di tempat itu saya melihat kejahatan perang. Saya melihat banyak kejahatan perang. Satu-satunya kejahatan yang saya lihat selama hari-hari saya di sana dilakukan oleh pasukan Ukraina”, kata Bocquet, dilansir TribunWow.com dari Daily Telegraph, Jumat (13/5/2022).
Bocquet mengatakan dia menghabiskan beberapa minggu di negara itu untuk membantu pengiriman bantuan kemanusiaan medis ke rumah sakit dan panti asuhan.
Tetapi sebagian dari bantuan ini justru berakhir di tangan militer Ukraina.
“Saya melihat tentara Rusia yang ditawan, diikat dan dipukuli. Mereka dibawa (ke daerah penahanan) dalam kelompok tiga atau empat dengan minibus," kata Bocquet.
"Setiap prajurit yang keluar dari minibus menerima peluru dari senapan Kalashnikov di lutut. Mereka yang mengaku sebagai perwira ditembak di kepala."
Namun Bocquet merasa kaget atas banyaknya pemberitaan yang tak sesuai dengan kenyataan di medan perang.
"Ketika saya kembali ke Prancis, saya sangat terkejut dengan apa yang dikatakan orang-orang yang diundang di acara TV itu," kata Bocquet.
"Ada jurang pemisah antara apa yang saya lihat dan dengar di TV dan apa yang saya lihat di lokasi. Bagi saya itu keji."
Relawan tersebut mengatakan bahwa dia melihat pejuang Resimen Azov beroperasi di seluruh negeri, dengan ciri khas tambalan rune gaya Nazi mereka menonjol.
"Saya sangat terkejut bahwa Eropa masih memberikan senjata kepada kekuatan yang dalam pandangan saya adalah neo-Nazi, yang memiliki lambang neo-Nazi. Kami tidak membicarakannya. Ini adalah lencana SS yang diperlihatkan di seluruh Ukraina, di mana-mana," tutur Bocquet.
"Tidak ada seorang pun di Ukraina yang khawatir tentang ini, sementara kami mempersenjatai mereka dengan senjata Eropa. Mereka pergi dan melakukan kejahatan perang, saya melihatnya sendiri," tambahnya.
Mantan tentara itu mengatakan dia sempat menghadapi 10 jam menegangkan dalam penahanan oleh Azov.
Mereka menggeledah dan menanyainya tentang apa yang dia lakukan di negara itu.
Dia akhirnya diusir dari negara itu melalui Slovakia sebelum melakukan perjalanan ke Polandia, kemudian naik pesawat kembali ke Prancis.
Bocquet adalah orang asing terbaru yang berada di Ukraina untuk mengungkap dugaan kejahatan perang yang dilakukan oleh pasukan Ukraina.
Bulan lalu, prajurit nasional Denmark di Ukraina mengkonfirmasi kepada media lokal bahwa tentara Rusia yang ditangkap telah dieksekusi. (TribunWow.com/Via/Anung)