Konflik Rusia Vs Ukraina
Putin Izinkan Ukraina Ekspor Gandum Lewat Pelabuhan di Bawah Kendali Rusia, Ajukan Syarat Berikut
Presiden Rusia Vladimir Putin mengaku siap untuk mendukung kelancaran ekspor gandum Ukraina melalui pelabuhan.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Presiden Rusia Vladimir Putin mengaku siap untuk mendukung kelancaran ekspor gandum Ukraina melalui pelabuhan.
Ia akan mengizinkan kapal Ukraina dan kapal-kapal asing untuk bersandar di pelabuhan sepanjang Laut Hitam yang kini dikuasai Ukraina.
Meski tak meminta syarat khusus, Putin menuntut agar Ukraina melakukan pembersihan di laut tersebut.

Baca juga: Setelah 100 Hari Invasi, Zelensky Ungkap Rusia Kini telah Kuasai 20 Persen Wilayah Ukraina
Baca juga: Rusia Dituding Jarah Kloset Duduk hingga 400.000 Ton Gandum dari Rumah Penduduk Ukraina
Dilansir TribunWow.com, hal ini diungkap Putin dalam sebuah wawancara dengan Rossiya-1 TV Channel yang dikutip TASS, Sabtu (4/6/2022).
"Kami akan mendukung pengangkutan damai, kami menjamin keamanan pendekatan ke pelabuhan-pelabuhan ini, kami akan mendukung panggilan kapal asing dan lalu lintas mereka di Laut Azov dan Laut Hitam ke segala arah," kata pemimpin Rusia itu.
"Rusia tidak akan mengajukan kondisi apa pun," tegasnya.
Akibat perang yang diinisiasinya, Putin mengklaim sejumlah kapal teronggok di pelabuhan karena tak bisa beroperasi.
Menurut perkiraan, ada puluhan kapal yang diam tak digunakan di sepanjang pelabuhan.
"Banyak kapal tertunda di pelabuhan Ukraina,” ujar Putin.
"Mereka hanya dilabuhkan di sana dan para kru ditahan di sana sebagai sandera sampai sekarang."
Terkait hal ini, Rusia akan menjamin jalannya kapal yang membawa gandum Ukraina tanpa hambatan.
Namun, Ukraina diminta untuk membersihkan kawasan perairan dan pelabuhan dari ranjau.
Menurut Putin, Kiev juga dapat mengekspor biji-bijian melalui darat, dan rute yang paling logis adalah Belarus, namun, sanksi Barat harus dicabut dari negara itu.
Ia juga mengingatkan bahwa masalah di pasar pangan global dimulai pada Februari 2020, dan menuding penyebab krisis energi terletak pada kebijakan Barat.
"Kami mencatat perkembangan di sana. Saya pribadi percaya banyak kekuatan politik di AS dan di Eropa mulai berspekulasi tentang kekhawatiran alami penghuni planet mengenai status iklim, perubahan iklim, mulai mempromosikan agenda hijau ini, termasuk di sektor energi, " tutur Putin.
"Selain itu, orang-orang Eropa menutup telinga terhadap permintaan kuat kami untuk mempertahankan kontrak jangka panjang untuk pasokan gas alam ke negara-negara Eropa dan mulai menutupnya. Banyak yang masih berlaku tetapi (mereka) mulai menutupnya. Ini juga memiliki dampak negatifnya. untuk pasar energi Eropa: harga mulai meningkat," tambahnya.
Putin mengatakan bahwa Rusia tidak menghalangi ekspor gandum dari Ukraina dan ini dapat dilakukan melalui pelabuhan Laut Hitam dan negara-negara tetangga.
"Mengenai ekspor gandum Ukraina, kami tidak menghalangi itu," kata Putin.
Ada beberapa cara mengekspor biji-bijian Ukraina, yakni melalui pelabuhan Berdyansk dan Mariupol, melalui Sungai Danube dan Rumania, Hongaria dan Polandia.
Namun, cara paling sederhana adalah melalui Belarus jika sanksi global untuk negara itu dicabut.
Sementara itu, Putin mengklaim sanksi baru terhadap Rusia hanya akan memperburuk situasi di pasar global.
"Ini akan memperburuk situasi di pasar pupuk global yang berarti prospek panen juga akan jauh lebih sedikit. Artinya, harga hanya akan naik," tuding Putin.
"Ini benar-benar picik, keliru, menurut saya, hanya kebijakan bodoh yang mengarah ke jalan buntu."
Sejak awal tahun, harga gandum dan jagung telah meningkat signifikan.
Dewan Keamanan PBB mencatat pada pertemuan pada 21 Mei, stok gandum di seluruh dunia hanya akan bertahan 10 minggu.
Dikatakan situasi ini lebih buruk daripada selama tahun-tahun krisis 2007-2008.
Baca juga: Dekati Pimpinan Uni Afrika, Putin Tegaskan Rusia Tak Mau Disalahkan atas Krisis Pangan yang Terjadi
Baca juga: 100 Hari Invasi Rusia ke Ukraina, Berikut Rangkuman Harian Konflik Antara Putin dan Zelensky
Isu Rusia Gunakan Ekspor Pangan sebagai Senjata
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menuduh Rusia menggunakan makanan sebagai senjata di Ukraina, Kamis (19/5/2022).
Hal ini dilakukan dengan menyandera pasokan makanan tidak hanya untuk jutaan orang Ukraina, tetapi juga jutaan orang di seluruh dunia yang bergantung pada ekspor Ukraina.
Di hadapan Dewan Keamanan PBB, Blinken mengimbau Rusia untuk berhenti memblokade pelabuhan Ukraina.
Dilansir TribunWow.com dari CNA, Jumat (20/5/2022), Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari untuk melakukan apa yang disebut Moskow sebagai operasi militer khusus.
Dalam perkembangannya, Rusia gagal menguasai Kiev dan memusatkan serangan di wilayah pelabuhan Ukraina.
Kini, Rusia telah menguasai sepanjang pantai Ukraina setelah berhasil menduduki Mariupol dan sekitarnya.
Hal ini membuat ekspor pangan sebagai produksi ekspor utama Ukraina terhenti ke seluruh dunia.
"Pemerintah Rusia tampaknya berpikir bahwa menggunakan makanan sebagai senjata akan membantu mencapai apa yang belum dilakukan invasi, untuk mematahkan semangat rakyat Ukraina," kata Blinken.
"Pasokan makanan untuk jutaan orang Ukraina dan jutaan lainnya di seluruh dunia telah benar-benar disandera oleh militer Rusia."
Perang di Ukraina telah menyebabkan harga global untuk biji-bijian, minyak goreng, bahan bakar dan pupuk melambung.
Sebagai informasi, Rusia dan Ukraina bersama-sama menyumbang hampir sepertiga dari pasokan gandum global.
Ukraina juga merupakan pengekspor utama jagung, jelai, minyak bunga matahari dan minyak lobak.
Sementara Rusia dan Belarusia, yang telah mendukung Moskow dalam perangnya di Ukraina, menyumbang lebih dari 40 persen ekspor kalium (nutrisi tanaman) global.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia membantah dan mengatakan benar-benar keliru jika Rusia harus disalahkan atas krisis pangan global yang telah terjadi selama beberapa tahun.
Dia menuduh Ukraina menahan kapal asing di pelabuhannya dan memasang jebakan bom di perairan.
Nebenzia juga mengatakan militer Rusia telah berulang kali mencoba membuka koridor yang aman untuk kapal.
Ia justru menyalahkan sanksi Barat yang dijatuhkan pada Moskow atas perang Ukraina karena memiliki efek mengerikan pada ekspor makanan dan pupuk Rusia.
Namun, Blinken menolak klaim Rusia bahwa sanksi tersebut memicu krisis pangan.
"Keputusan untuk menggunakan makanan sebagai senjata adalah milik Moskow dan Moskow sendiri," kata Blinken.
"Sebagai akibat dari tindakan pemerintah Rusia, sekitar 20 juta ton biji-bijian tidak terpakai di silo Ukraina karena pasokan makanan global berkurang, harga meroket, menyebabkan lebih banyak lagi di seluruh dunia mengalami kerawanan pangan."
Terkait hal itu, sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres sedang mencoba untuk menengahi 'paket kesepakatan' yang akan memungkinkan Ukraina untuk melanjutkan ekspor makanan melalui Laut Hitam dan menghidupkan kembali produksi makanan dan pupuk Rusia ke pasar dunia.
"Ada cukup makanan untuk semua orang di dunia. Masalahnya adalah distribusi, dan ini sangat terkait dengan perang di Ukraina," kata Guterres kepada dewan tersebut, Kamis (19/5/2022). (TribunWow.com)