Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Tentara Elite Rusia Berontak, Menolak Kembali Perang ke Ukraina, Saksi: Para Komandan Sangat Marah

Prajurit dari brigade tentara elite Rusia menolak keras saat hendak kembali dikirim berperang ke Ukraina.

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
Kementerian Pertahanan Rusia via AFP
Pasukan terjun payung Rusia menaiki pesawat kargo militer untuk berangkat ke Kazakhstan. Terbaru, Ukraina menawarkan pilihan damai agar tentara Rusia menyerah, Rabu (2/3/2022). Terbaru, pasukan elite Rusia menolak kembali dikirim ke medan perang, Kamis (12/5/2022). 

TRIBUNWOW.COM - Prajurit dari brigade tentara elite Rusia menolak keras saat hendak kembali dikirim berperang ke Ukraina.

Dikatakan bahwa ketakutan pecah saat mereka diberitahu pada awal April untuk mempersiapkan penempatan kedua ke area konflik.

Hal ini membuat atasan mereka naik pitam, namun tak bisa melakukan apa-apa karena kalah jumlah.

Tentara Rusia berjaga di pabrik baja Azovstal, Mariupol, 24 April 2022.
Tentara Rusia berjaga di pabrik baja Azovstal, Mariupol, 24 April 2022. (YouTube CGTN)

Baca juga: Ramai-ramai Menyerah, Tentara Rusia Akui Ditipu, Mengira akan Disambut Rakyat Ukraina dengan Bunga

Baca juga: Momen Tentara Rusia Nangis saat Telepon Ibunya, Warga Ukraina Bujuk dan Sajikan Teh, Videonya Viral

Dilansir TribunWow.com dari The Guardian, Kamis (12/5/2022), unit tersebut awalnya ditempatkan di timur jauh Rusia selama masa damai.

Mereka pertama kali memasuki Ukraina dari Belarusia ketika perang dimulai pada akhir Februari dan mengalami pertempuran sengit dengan pasukan Ukraina.

Setelah setelah selesai masa tugas, mereka hendak diberangkatkan kembali ke medan perang.

Tak disangka, banyak tentara yang justru melakukan penolakan.

"Segera menjadi jelas bahwa tidak semua orang ikut serta dengannya. Banyak di antara kami yang tidak mau kembali," kata Dmitri, anggota unit yang meminta tidak disebutkan namanya.

"Saya ingin kembali ke keluarga saya dan bukan di peti mati.”

Bersama delapan orang lainnya, Dmitri memberi tahu komandannya bahwa dia menolak untuk bergabung kembali dengan invasi.

Para komandan itu pun mengamuk mendapat penentangan dari anak buahnya.

"Mereka sangat marah. Tapi mereka akhirnya tenang karena tidak banyak yang bisa mereka lakukan,” ujar Dmitri.

Dia segera dipindahkan ke Belgorod, sebuah kota Rusia yang dekat dengan perbatasan dengan Ukraina, di mana dia ditempatkan sejak itu.

"Saya telah bertugas selama lima tahun di ketentaraan. Kontrak saya berakhir pada Juni. Saya akan melayani sisa waktu saya dan kemudian saya keluar dari sinil," beber Dmitri.

"Saya tidak merasa malu atas perbuatan saya. Kami tidak secara resmi dalam keadaan perang, jadi mereka tidak bisa memaksa saya untuk bertempur."

Penolakan Dmitri menjadi satu contoh dari beberapa kesulitan militer yang dihadapi tentara Rusia.

Pasalnya, politik Kremlin memutuskan untuk tidak secara resmi menyatakan perang terhadap Ukraina.

Rusia lebih memilih untuk menggambarkan invasi ini sebagai operasi militer khusus.

Menurut pengacara militer Mikhail Benyash, di bawah aturan militer Rusia, pasukan yang menolak untuk berperang di Ukraina dapat menghadapi pemecatan tetapi tidak dapat dituntut.

Benyash mengatakan ratusan tentara telah menghubungi timnya untuk meminta nasihat tentang bagaimana mereka dapat menghindari dikirim untuk berperang.

Di antara mereka adalah 12 penjaga nasional dari kota selatan Rusia Krasnodar yang dipecat setelah menolak pergi ke Ukraina.

"Komandan mencoba mengancam tentara mereka dengan hukuman penjara jika mereka berbeda pendapat, tetapi kami memberi tahu tentara bahwa mereka dapat dengan mudah mengatakan tidak,” kata Benyash.

"Tidak ada dasar hukum untuk memulai kasus pidana jika seorang tentara menolak untuk berperang saat masih berada di wilayah Rusia."

Oleh karena itu, banyak tentara memilih untuk dipecat atau dipindahkan daripada masuk ke medan pertempuran.

Baca juga: Tentara Rusia Ramai-ramai Memberontak, Abaikan Instruksi Komandan hingga Tembak Pesawat Sendiri

Baca juga: Rahasia Ukraina Tak Menyerah Hadapi Rusia, Ternyata Dipasok Persenjataan dari 33 Negara Berikut

YouTuber Ukraina Podcast dengan Tentara Rusia

YouTuber Volodymyr Zolkin, (40) menjadi sorotan sejak terjadinya invasi Rusia ke Ukraina.

Pasalnya, YouTuber tersebut telah mengunggah konten wawancara dengan lebih dari 50 tentara dan pilot Rusia yang ditangkap di Ukraina.

Dari wawancara tersebut, Zolkin justru mengaku merasa serba salah karena yang ditemuinya hanyalah anak-anak muda yang masih lugu.

Dilansir TribunWow.com dari The Guardian, Selasa (5/4/2022), Zolkin menegaskan video yang diperlihatkannya berdasarkan pengakuan asli para tentara Rusia.

Ia secara terang-terangan menyajikan fakta tersebut untuk memperlihatkan kebenaran pada dunia terutama pada rakyat Rusia sendiri.

"Anda hanya harus mempercayai faktanya," kata Zolkin melalui Skype dari lokasi yang dirahasiakan.

"Rusia tidak memberi atau menunjukkan apa pun. Kami membuat saluran YouTube yang jujur. Kami menampilkan semuanya di sini, foto, video, semua data. Kami menunjukkan orang-orang nyata memanggil orang tua mereka. Anda tidak perlu mempercayai siapa pun, percayalah pada faktanya."

Namun, membuat dan membagikan rekaman tersebut kemungkinan akan melanggar konvensi Jenewa ketiga, yang dirancang untuk melindungi tahanan dari penghinaan dan risiko terhadap keselamatan mereka.

Namun, Zolkin mengaku hanya ingin melakukan misi kemanusiaan dengan menghubungan para tentara tersebut dengan ibu mereka.

"Orang-orang ini menangis dan berterima kasih kepada kami atas apa yang kami lakukan," kata Zolkin sebagai tanggapan.

"Kadang saya ditanya apakah kami melanggar konvensi Jenewa. (Dalam aturan itu-red) dikatakan anda tidak bisa mengejek para tahanan. Tolong beri tahu saya di mana konvensi Jenewa mengatakan bahwa anda tidak dapat melakukan misi kemanusiaan dan penjaga perdamaian."

Zolkin mengaku frustrasi karena kurangnya informasi yang bisa menjangkau orang-orang di federasi Rusia.

Dengan bantuan seorang teman, Victor Andrusiv, seorang penasihat Menteri Dalam Negeri, ia mulai menelepon kerabat dan teman-teman tentara Rusia tersebut.

"Saya berkata (kepada pemerintah), beri saya kesempatan untuk berkomunikasi dengan para tahanan dan biarkan mereka menelepon ibu mereka," kata Zolkin.

Ia kemudian mencari informasi melalui saluran Telegram pemerintah Ukraina yang didirikan untuk memberi tahu tentang nasib para tentara Rusia.

Zolkin menelepon kerabat langsung di depan kamera dan menantang mereka tentang perilaku pemerintah Rusia.

"Tetapi layanan khusus Rusia (FSB) mulai mengirim nomor telepon palsu dan data palsu tentara dan spam," klaim Zolkin.

"Saya telah menelepon para ibu tetapi setelah tiga hari saya mulai mendengarkan jawaban standar, kami tidak tertarik pada politik, kami tidak tahu apa-apa dan segalanya. Saya menyadari bahwa para ibu sedang ditekan oleh layanan khusus Rusia."

Wawancara pertamanya adalah pada 18 Maret dengan tentara berusia 20 tahun, Pavel Kravchenko, yang mengatakan dia pergi berperang tanpa mendapat informasi apa-apa.

Pemuda itu mengira hanya melakukan latihan sebelum kemudian mendapat perintah untuk masuk ke wilayah Ukraina.

"Kami sedang dalam konvoi," kata Kravchenko kepada Zolkin.

"Ketika kami melintasi perbatasan, kami bertanya kepada komandan: 'Untuk apa?' Dia berkata: 'Jangan mengajukan pertanyaan yang tidak perlu'. Kami dikepung, kami bahkan tidak melawan, kami langsung menyerah. Konvoi itu langsung hancur. Saya tidak ingin mati. Saya ingin hidup."

Pengakuan tersebut juga sempat diungkapkan oleh sebagian besar tentara yang diwawancarai.

Zolkin pun mengaku sempat bingung karena sosok tentara Rusia yang dikira kejam dan tak berperikemanusiaan, hanyalah terdiri dari anak-anak muda.

"Sejujurnya, saya tidak tahu bagaimana mempersiapkan wawancara ini," ucap Zolkin.

"Saya datang dan melihat seorang anak di depan saya. Di antara semua orang yang saya ajak bicara, 80% sebenarnya adalah anak-anak. Beberapa dari mereka pergi tanpa senjata. Beberapa dari mereka tidak pernah ditembak atau menembak seumur hidup mereka. Tidak ada pelatihan tempur."

"Perasaan saya campur aduk. Di satu sisi, saya melihat bahwa orang-orang Rusia ini sebenarnya adalah anak-anak. Tapi di sisi lain, saya melihat anak-anak sipil Ukraina yang tidak menyerang siapa pun. Dan mereka dibunuh."(TribunWow.com/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Tags:
TentaraRusiaUkrainaBelarusia
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved