Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Putin Disebut telah Merasakan Kelemahan Barat sebelum Memulai Invasi Rusia ke Ukraina

Pejabat AS mengatakan keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk berperang dipicu oleh sejumlah faktor.

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
Saul Loeb/AFP
Pertemuan Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan tingkat tinggi di Geneva, Swiss pada Juni 2021. Terbaru, Putin disebut telah merasakan kelemahan Barat sebelum mulai invasi ke Ukraina, Jumat (6/5/2022). 

TRIBUNWOW.COM - Pejabat AS mengatakan keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk berperang dipicu oleh sejumlah faktor.

Antara lain firasat yang membuatnya yakin bahwa kekuatan Barat telah melemah.

Selain itu juga faktor internal terkait keterasingannya sebagai dampak dari pandemi Covid-19.

Kota Mariupol di Ukraina dikepung dan terus dihujani serangan oleh pasukan militer Rusia.
Kota Mariupol di Ukraina dikepung dan terus dihujani serangan oleh pasukan militer Rusia. (YouTube Guardian News)

Baca juga: Serang Kehidupan Pribadi Putin, Uni Eropa Berencana Jatuhkan Sanksi pada Kekasih Presiden Rusia

Baca juga: Putin Diisukan Menderita Kanker Ganas, Jadi Alasan Buru-buru Kerahkan Militer Rusia Invasi Ukraina

Dilansir TribunWow.com dari Bloomberg, Jumat (6/5/2022), hal ini diungkap mantan pejabat Dewan Keamanan Nasional Fiona Hill dalam wawancara di tayangan Bloomberg Quicktake.

"Dia mengira Barat telah kehilangan plot, bahwa kami menjadi sangat lemah dan terganggu," ujar Fiona Hill, Kamis (5/5/2022).

"Dia melihat dalam jangka waktu yang lama ketidakmampuan Barat untuk mempertahankan nilai-nilai dan prinsip-prinsipnya sendiri, terutama ketika ada tekanan pada negara lain."

Dilaporkan bahwa perang di Ukraina yang telah memasuki bulan ketiga, tidak berjalan seperti yang direncanakan Putin.

Fiona Hill pun mengaku khawatir Putin akan mengambil tindakan sepihak untuk membantu memecah belah dukungan Barat untuk Kiev.

Seperti halnya ancaman nuklir dan penghentian pasokan gas ke negara -negara Eropa yang dilakukan belum lama ini.

"Dia mencoba membuat kita semua takut sehingga kita mundur dan pada dasarnya setuju untuk menyerahkan Ukraina atau apa pun yang dia tuntut," kata ajudan pemerintah pada masa Donald Trump tersebut.

Dia juga mengatakan bahwa keputusan Putin untuk menginvasi Ukraina juga dipengaruhi oleh isolasi selama pandemi Covid-19.

Diduga, Putin tak menyadari dampak lebih besar dari keputusan yang dibuatnya tersebut.

Karenanya, Fional Hill menyarankan negara-negara seperti China dan India agar memberi pengaruh yang lebih besar dalam membuat Putin menemukan jalan keluar dari perang di Ukraina.

"Jika dia mendengarnya bukan hanya dari negara-negara NATO, bukan hanya Barat, bukan hanya dugaan biasa, tapi diam-diam dari orang lain yang berkata, 'Lihat, anda tahu, apa yang anda lakukan di sini memiliki konsekuensi yang mengerikan bagi kami juga, kelaparan di Afrika, benar-benar mengancam keamanan di tempat lain di dunia,"' tutur Fional Hill.

"Saat itulah kita mungkin memiliki kesempatan untuk mendorong (konflik) ini ke arah yang berbeda."

Baca juga: Lakukan Penggalangan Dana, Zelensky Minta Donatur Bantu Ukraina Lawan Rusia: Selamatkan Warga Kami

Baca juga: Rusia Dituding Jarah Kloset Duduk hingga 400.000 Ton Gandum dari Rumah Penduduk Ukraina

Prediksi Akhir Karier Putin

Sebelumnya, kelompok intelijen swasta bernama Dragonfly sempat meramalkan Rusia melakukan invasi ke Ukraina dan ternyata menjadi kenyataan.

Kini Dragonfly kembali memprediksi bagaimana nasib akhir Presiden Rusia Vladimir Putin.

Menurut Dragonfly Putin diprediksi tidak akan lagi menjabat sebagai Presiden Rusia dua tahun dari sekarang.

Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, Dragonfly menyebut ada kemungkinan Putin digulingkan oleh para kroninya sendiri.

Para kroni Putin disebut akan memberontak karena merasakan dampak besar dari sanksi ekonomi yang diberikan oleh banyak negara di dunia.

"Dua tahun lagi, sangat mungkin Presiden Putin tidak akan berada di posisinya yang sekarang jika negara-negara barat terus memperkuat sanksi," jelas kelompok intelijen Dragonfly.

Menurut kelompok Dragonfly, pemberontakan Putin akan terjadi dari dalam dilakukan oleh kroni sang Presiden Rusia yang terdiri dari militer, keamanan, hingga pebisnis.

Berdasarkan analisis kelompok Dragonfly para kroni Putin di antaranya adalah Kepala Badan Intelijen Rusia Sergei Naryshkin, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu, Kepala Dewan Keamanan Rusia Nikolai Patrushev, dan Eks Kepala Intelijen Rusia Alexander Bortnikov.

Lalu ada juga konglomerat di bidang properti hingga energi seperti Sergei Chemezov, dan Igor Sechin.

Kelompok Dragonfly menjelaskan, posisi Putin akan terancam ketika para kroni Putin semakin sulit mendapatkan penghasilan di tengah banyaknya sanksi terhadap Rusia.

Pada akhirnya akan ada kemungkinan seusai Putin digulingkan akan ada penjelasan bahwa Putin menderita sakit atau harus mundur karena alasan tertentu.

Prediksi Putin digulingkan juga sempat disampaikan oleh mantan Menteri Luar Negeri Rusia zaman Boris Yeltsin, yakni Andrei Kozyrev.

Dikutip TribunWow.com dari metro.co.uk, Minggu (13/3/2022), sebuah laporan menyebut saat ini mulai muncul orang-orang di lingkar Putin dalam yang tidak senang dan marah atas tindakan Putin menginvasi Ukraina.

Kozyrev mengatakan, saat ini Putin terancam diberhentikan dan paling parah tewas dibunuh.

Kemudian Kozyrev mengungkit era pemerintahan Boris Yeltsin yang mana banyak pihak yang berupaya menggulingkan pemerintahan Boris Yeltsin pada saat itu.

"Bahkan di zaman Uni Soviet, ada banyak upaya (percobaan pembunuhan): Stalin sempat diracuni," ujar Kozyrev.

Kozyrev meyakini saat ini pihak internal yang tidak senang terhadap Putin akan semakin banyak dan dapat berakibat buruk terhadap Putin.

"Saya tidak tahu akan seperti apa tetapi sejarah Rusia selalu penuh dengan kejadian tidak terduga," ujarnya.

Diketahui selama dua minggu lebih melakukan invasi ke Ukraina, Rusia terus-terusan menerima serangan di sektor ekonomi berupa sanksi dari negara hingga perusahaan multi nasional.

Selain serangan sanksi, hubungan Rusia dengan negara-negara barat semakin memburuk, belum lagi para konglomerat asal Rusia juga terkena imbas.

Christopher Steele, seorang mantan intelijen Inggris meyakini konflik yang terjadi di Ukraina justru akan menjadi awal bagi kejatuhan rezim Presiden Rusia Vladimir Putin.

Dikutip TribunWow.com dari Sky News, ia meyakini nasib Putin akan berakhir mengenaskan.

Steele yang merupakan mantan agen M16 menyebut Putin telah melakukan hal yang di luar kemampuannya.

Saat ini, sanksi ekonomi yang dijatuhkan kepada Rusia disebut akan memicu kejatuhan Putin.

"Pada akhirnya ekonomi lah yang akan menghentikan Rusia dan kemungkinan akan berujung pada jatuhnya rezim ini (Putin) cepat atau lambat," ujar Steele.

Steele kemudian menjawab kemungkinan adanya orang dekat Putin yang akan berkhianat.

Ia mengatakan, selama ini Putin sangat waspada terhadap sekitarnya, namn kemungkinan itu tetap ada.

Steele lalu menjelaskan bahwa Putin tidak akan lagi bisa terlibat dalam politik internasional.

"Menurut saya, sayangnya dalam waktu dekat ini kita akan melihat pasukan Rusia yang semakin brutal di Ukraina," ujarnya.

"Tetapi dalam jangka panjang, sanksi ekonomi dan isolasi baik budaya maupun ekonomi di dunia ini akan berujung pada perubahan rezim di Rusia," pungkasnya.(TribunWow.com/Via/Anung)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Tags:
Vladimir PutinRusiaUkrainaKievCovid-19
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved