Konflik Rusia Vs Ukraina
Takut Mati Jadi Motivasi Putin Invasi Ukraina, Eks Jenderal Tentara AS: Akan Lakukan Apapun
Menurut Eks Wakil KASAD Tentara AS, Putin melakukan agresi ke Ukraina karena takut akan kematian.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Takut akan kematian disebut-sebut menjadi motivasi Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan invasi ke Ukraina.
Pendapat ini disampaikan oleh Jenderal Jack Keane selaku mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat tentara Amerika Serikat (AS).
Jack menyebut Putin akan melakukan apapun untuk mempertahankan kekuasaannya.
Baca juga: Demi Cegah Putin Lakukan Invasi ke Negara Lain, Eks PM Inggris Minta Barat Kalahkan Rusia di Ukraina
Baca juga: Menlu Rusia Bantah Putin Beri Tenggat Waktu Menang Perang Ukraina hingga Hari Kemenangan 9 Mei
Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, Jack mengatakan, Putin tahu alternatif lain dari tidak melakukan invasi Ukraina akan berakhir dengan kematiannya.
"Itu adalah motivasinya. Dia akan melakukan apapun untuk tetap berkuasa," ujar Jack.
Jack menyebut, Putin memiliki tekad dan semangat untuk mencapai tujuannya.
Jack menganggap Putin benar-benar serius ingin menguasai Ukraina dan mengganti rezim pemerintahan Volodymyr Zelensky.
Ia memercayai Putin benar-benar ingin mengembalikan kekuasaan Kekaisaran Rusia.
Menurut Jack, tidak ada masa depan bagi karier Putin setelah nanti Putin tak lagi menjadi presiden.
Para elit di dalam tubuh pemerintahan Rusia disebut sudah tak lagi setuju dan sejalan dengan Putin.
Mereka menyalahkan Putin atas gagalnya invasi di Kiev/Kyiv.
Di sisi lain, misteri terus menyelimuti dugaan bunuh diri enam oligarki Rusia dan pengusaha terkemuka sejak awal perang di Ukraina.
Empat miliarder dan dua eksekutif di raksasa gas dan minyak milik negara Gazprom telah tewas sejak pasukan Rusia mulai bersiap untuk menyerang tetangga mereka pada akhir Januari.
Hingga saat ini belum diketahui motif kematian mereka, pun hubungannya dengan invasi yang digagas Presiden Rusia Vladimir Putin.
Dilansir TribunWow.com dari Daily Mail, Sabtu (1/5/2022), satu di antaranya adalah Mikhail Watford, seorang taipan gas dan properti kelahiran Ukraina yang mengatakan kepada teman-temannya bahwa dia takut akan daftar sasaran Putin 'selama bertahun-tahun'.
Pria berusia 66 tahun itu ditemukan gantung diri di rumahnya yang bernilai 18 juta poundsterling di Surrey bulan lalu.
Pihak berwenang menilai kasus ini sebagai kematian tidak dapat dijelaskan tanpa bukti pelanggaran.
Watford sempat mengatakan kepada teman-teman dan tetangga dia ada dalam daftar sasaran Putin selama dua tahun.
Ia dikabarkan mengalami ketakutan pada bulan-bulan sebelum dia meninggal.
Seorang tetangga juga mengatakan Watford alias 'Misha' berteman dengan sesama oligarki Rusia Boris Berezovsky, yang ditemukan gantung diri di rumahnya di Ascot, Berkshire, pada 2013.
Watford yakin Berezovsky dibunuh oleh badan intelijen.
"Saya merasa sulit untuk percaya bahwa Misha akan mengambil nyawanya sendiri. Itu tidak cocok," kata tetangga terkait.
Polisi Surrey akan mengadakan sidang koroner pada 29 Juli.
Serentetan pembunuhan yang mencurigakan dimulai pada 30 Januari ketika birokrat Gazprom, Leo Shulman ditemukan gantung diri di rumahnya di dekat St Petersburg.
Shulman adalah kepala transportasi di perusahaan keuangan raksasa minyak Gazprom Invest.
Kurang dari sebulan setelah kematian Shulman, wakil direktur Gazprom Alexander Tyulakov ditemukan gantung diri di kompleks perumahan St Petersburg yang sama.
Tiga hari kemudian Mikhail Watford ditemukan tewas - dan tiga minggu setelah itu.
Kemudian, taipan persediaan medis Vasily Melnikov juga tewas dalam dugaan kasus bunuh diri dan pembunuhan terhadap istri dan anak-anaknya.
Miliarder pemilik MedCom berusia 43 tahun itu, diduga telah membunuh istrinya (41), dan dua anaknya yang berusia sepuluh dan empat tahun sebelum mengakhiri hidupnya sendiri.
Penyelidik lokal mengatakan tidak ada tanda-tanda masuk tanpa izin ke apartemen mereka.
"Kami sedang mempertimbangkan beberapa versi tentang apa yang terjadi," tambah polisi di kota barat Nizhny Novgorod.
Pada 18 April, wakil presiden Gazprombank, Vladislav Avayev ditemukan tewas bersama istri dan putrinya di apartemen mereka di Moskow.
Laporan Rusia mengatakan eksekutif gas itu menembak dan membunuh keluarganya sebelum mengarahkan pistol ke dirinya sendiri.
Dia dilaporkan telah menyiksa istrinya selama berjam-jam.
Namun mantan rekan Avayev, Igor Volobuev, mengatakan bahwa hal itu sulit dipercaya dan menuduh telah direkayasa.
Volobuev membantah bahwa Avayev, yang mungkin memiliki hubungan FSB dan ditemukan dengan senjata FSB setelah kematiannya, telah meninggalkan perannya sebagai wakil presiden senior di Gazprombank, seperti yang telah dilaporkan secara luas.
Avayev masih di bank dan akan memiliki akses ke rekening klien yang paling elit, termasuk lingkaran Putin dan mungkin presiden sendiri.
"Apakah dia bunuh diri? Saya kira tidak demikian. Saya pikir dia tahu sesuatu dan dia menimbulkan semacam risiko," kata Volobuev.
Keesokan harinya, miliarder eksekutif gas, Sergey Protosenya, ditemukan tewas di rumah liburannya di Spanyol, dengan istri dan putrinya ditebas sampai mati dengan kapak.
Pihak berwenang Spanyol menduga Protosenya, (55), mengeksekusi keluarganya itu sebelum bunuh diri.
Ia dikabarkan mengalami kemarahan yang tidak seperti biasanya, sementara keluarga itu menikmati liburan Paskah di Costa Brava minggu lalu.
Tetapi putra Protosenya, Fedor (22), mengatakan ayahnya tidak akan pernah bisa menyakiti keluarganya dengan cara seperti itu.
"Dia mencintai ibu saya dan terutama Maria saudara perempuan saya. Dia adalah puterinya," tegas Fedor.
"Dia tidak pernah bisa melakukan apa pun untuk menyakiti mereka. Saya tidak tahu apa yang terjadi malam itu tetapi saya tahu bahwa ayah saya tidak menyakiti mereka."
Baca juga: Teka-teki Alasan Putin Jebloskan Jenderal Kepala FSB ke Penjara Terkejam Rusia, Diduga karena Ini
Baca juga: Berpangkat Jenderal di Badan Intelijen Ukraina, Ini 2 Sosok Pengkhianat yang Diungkap Zelensky
Roman Abramovich Diracun
Pada Selasa (28/3/2022) malam, bos klub sepak bola Chelsea FC, Roman Abramovich disebut telah menjadi korban diracuni.
Mengalami sejumlah gejala keracunan, Abramovich dan dua negosiator dari Ukraina diduga sengaja diracuni untuk menghambat proses damai Rusia-Ukraina yang didalangi oleh kelompok pro perang di Rusia.
Namun pemerintah Ukraina hingga Amerika Serikat (AS) telah buka suara meyakini kasus yang menimpa Abramovich dan dua korban lainnya bukan lah karena diracuni.
Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, dari beberapa orang yang hadir dalam diskusi damai Rusia-Ukraina, hanya Abramovich dan dua korban lainnya yang mengalami gejala diracuni.
Hamish de Bretton-Gordon, seorang mantan tentara Inggris yang ahli dalam bidang senjata biologis, kimia, dan nuklir meyakini Abramovich adalah korban salah sasaran atau tidak sengaja ikut terkena racun.
Menurut Hamish jenis racun yang digunakan adalah organophosphates yang menyerang sistem syaraf.
"Tetapi ini memang terlihat sangat aneh negosiator mereka (Rusia) sendiri Abramovich ikut terkena dampaknya," jelas Hamish.
Hamish menjelaskan ada dua kemungkinan, kemungkinan pertama adalah pelaku tidak peduli jika ada warga sipil jadi korban.
Sedangkan kemungkinan kedua, pelaku tidak mengeksekusi misinya dengan baik sehingga Abramovich ikut terkena getahnya.
Namun segala kecurigaan soal kasus dugaan diracuni ini telah ditampik oleh pemerintah Ukraina.
Sebelumnya diberitakan, Abramovich diduga diracuni karena keterlibatannya dalam menjembatani perundingan damai antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Dilansir TribunWow.com dari Metro, Senin (28/3/2022),The Wall Street Journal melaporkan bahwa mantan pemilik Chelsea FC itu terkena gejala setelah menghadiri pertemuan di Kyiv awal bulan ini.
Abramovich, dan dua pejabat senior Ukraina, dikatakan mengalami pengelupasan kulit di wajah dan tangan mereka.
Tak hanya itu, mereka disebut mengalami mata merah, dan robekan terus-menerus yang menyakitkan.
Namun, diberitakan bahwa Zelensky, yang telah bertemu dengan Abramovich, tidak ikut terpengaruh.
Nyawa pemilik Chelsea dan dua negosiator perdamaian lainnya dinilai tidak dalam bahaya.
Adapun keracunan itu disinyalir berasal dari senjata kimia tak dikenal.
Insiden itu kemungkinan akan menimbulkan pertanyaan keamanan yang serius tentang kelanjutan pembicaraan damai antara Rusia dan Ukraina.
Para ahli percaya serangan itu dimaksudkan untuk menakut-nakuti korbannya, alih-alih menyebabkan kerusakan yang mengancam jiwa.
Laporan yang tersebar luas sebelumnya telah mengabarkan bahwa pasukan Rusia berusaha untuk membunuh Zelensky.
Namun kali ini, belum jelas siapa target dari dugaan peracunan itu.
Diketahui, Abramovich sebelumnya telah memberikan catatan tulisan tangan dari Zelensky kepada Putin.
Ia secara luas diyakini bertindak sebagai perantara bagi kedua pemimpin tersebut.
Rusia secara luas dipersalahkan atas serangkaian peracunan di seluruh dunia, termasuk insiden Novichok di Salisbury, kematian kritikus Putin Alexander Litvinenko dan keracunan fatal yang dialami tokoh oposisi Alexei Navalny.
Kabar ini diperkuat dengan cuitan dari kelompok media investigasi Bellingcat.
Dikatakan bahwa insiden itu terjadi pada pertemuan pada malam tanggal 3-4 Maret.
"Abramovich, bersama dengan pengusaha Rusia lainnya, telah mengambil bagian dalam negosiasi bersama anggota parlemen Ukraina Rustem Umerov," cuit Bellingcat.
Situs itu mengatakan ketiga pria tersebut hanya mengonsumsi air putih dan cokelat.
Padahal pria lain yang makan dan minum hidangan yang sama tidak mengalami gejala keracunan.
"Sesi negosiasi digelar pada sore hari tanggal 3 Maret di wilayah Ukraina, dan berlangsung hingga sekitar pukul 10 malam," tulis Twitter @bellingcat.
"Tiga anggota tim perunding kembali ke sebuah apartemen di Kyiv malam itu dan merasakan gejala awal - termasuk peradangan mata dan kulit dan rasa sakit yang menusuk di mata - malam itu."
"Gejalanya tidak mereda sampai pagi."
Para ahli barat kesulitan untuk mengkonfirmasi apakah gejala itu disebabkan oleh bahan kimia, biologis atau oleh serangan radiasi elektromagnetik.
Bellingcat mengklaim penyebab gejala yang paling mungkin adalah keracunan oleh senjata kimia yang belum bisa ditentukan.
Selain itu, radiasi gelombang mikro adalah teori lain yang diperkirakan bisa menjadi penyebab.
Dua ahli senjata kimia dan seorang dokter menduga bahwa gejalanya mirip dengan efek dari varian porfirin, organofosfat, atau zat bisiklik.
"Para ahli mengatakan dosis dan jenis racun yang digunakan kemungkinan tidak cukup untuk menyebabkan kerusakan yang mengancam jiwa, dan kemungkinan besar dimaksudkan untuk menakut-nakuti para korban, bukan menyebabkan kerusakan permanen," cuit Bellingcat. (TribunWow.com/Anung/Via)