Konflik Rusia Vs Ukraina
Blinken Sebut Konflik Rusia-Ukraina Perparah Efek Buruk Pandemi Covid-19 di AS
Menlu AS Antony Blinken menyebut, konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina memiliki dampak yang buruk terhadap AS.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken buka suara soal efek perang antara Ukraina dan Rusia terhadap AS.
Menurut Blinken, konflik Rusia-Ukraina memperburuk kondisi perekonomian di AS yang masih babak belur gara-gara pandemi Covid-19.
Satu dari beberapa efek tersebut adalah kemiskinan yang meningkat.
Baca juga: Ditanya soal Kemungkinan Damai, Pejabat Ukraina Ucap Hanya Bersedia Tandatangani Kekalahan Rusia
Baca juga: Ucapkan Selamat hingga Minta Bantuan, Putin Telepon Macron hingga 2 Jam
Dikutip TribunWow.com dari aljazeera.com, hal tersebut disampaikan oleh Blinken dalam konferensi tahunan pada Selasa (3/5/2022).
"Dengan adanya agresi brutal pemerintah Rusia ke Ukraina, banyak masalah yang telah ada menjadi semakin buruk," ujar Blinken.
Blinken kemudian mencontohkan naiknya harga komoditas penting di seluruh Amerika, mulai dari pupuk, gandum, hingga minyak.
Blinken mengatakan, kini biaya hidup masyarakat AS semakin naik gara-gara konflik di Ukraina.
Pada bulan Mei ini, Blinken diketahui berencana untuk membahas di dua pertemuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang ketersediaan dan harga pangan yang terdampak perang di Ukraina.
Pada 24 Februari 2022 lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer spesial lalu melakukan agresi ke Ukraina.
Konflik itu hingga Sabtu (30/4/2022) kini masih berlangsung tanpa ada tanda-tanda akan berakhir.
Terkait hal ini, pemerintah Rusia justru menuding Amerika Serikat (AS) lah yang merupakan dalang terjadinya konflik di Ukraina.
Dikutip TribunWow.com dari rt.com, tuduhan ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov.
Lavrov menyebut, AS berupaya menciptakan sistem unipolar di mana hanya ada satu negara yang berkuasa di dunia.
Satu dari beberapa cara untuk merealisasikan hal tersebut adalah menggunakan NATO untuk melakukan ekspansi ke timur.
"AS dan NATO selalu melihat Ukraina sebagai instrumen untuk membelenggu Rusia," ujar Lavrov.
Lavrov menuding bahwa negara-negara barat secara sengaja memprovokasi masyarakat Ukraina agar anti terhadap Rusia dan memaksa mereka untuk memilih Rusia atau barat.
Lavrov juga menyalahkan AS yang memicu terjadinya pemberontakan di Kiev/Kyiv pada tahun 2014 silam.
Menurut penjelasan Lavrov, Rusia sebenarnya ingin menjalin hubungan baik dengan Ukraina dengan syarat Ukraina harus netral, bebas nuklir, dan tidak bergabung dengan kubu manapun.
"Mereka (AS dan aliansinya) mendorong Kiev untuk memerangi Rusia hingga orang terakhir dengan cara mengirim senjata dan tentara bayaran mereka (ke Ukraina)," ujar Lavrov.
Lavrov menyebut, AS tengah berusaha membentuk dunia yang berpusat ke AS.
Baca juga: Ukraina Perlihatkan Kondisi Miris Perlengkapan Militer Tentara Rusia, Helm Bisa Hancur Diinjak Kaki
Jebakan Utang Bantuan Senjata AS
Sebelumnya, anggota parlemen Rusia Vyascheslav Volodin memperingatkan bahwa generasi masa depan masyarakat Ukraina akan memiliki tanggungan membayar utang ke Amerika Serikat (AS).
Volodin mengatakan bantuan senjata yang diberikan AS atas permintaan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tidak diberikan secara cuma-cuma.
Diketahui anggota DPR AS baru saja menyetujui sebuah RUU tentang peminjaman dan penyewaan senjata untuk membantu Ukraina.
Dikutip TribunWow.com dari rt.com, setelah nanti ditandatangani oleh Presiden AS Joe Biden, RUU tersebut akan membuat AS lebih leluasa mengirimkan bantuan senjata kepada Ukraina.
Namun semua bantuan tersebut tidak diberikan secara cuma-cuma, AS diketahui meminjamkan dan menyewakan semua senjata tersebut ke Ukraina yang nantinya harus dibayar oleh Ukraina.
Volodin mengatakan, Uni Soviet dulu pernah mengalami hal serupa pada perang dunia ke-2.
Kala itu Uni Soviet menerima bantuan senjata dari AS dan para negara sekutu untuk melawan Nazi.
Setelah kehilangan puluhan juta prajurit melawan Nazi, Uni Soviet masih harus membayar utang bantuan senjata dari AS dan para negara sekutu.
Tidak hanya dalam bentuk uang, Uni Soviet pada saat itu turut membayar utang dengan cara mengirimkan emas hingga kayu ke AS.
"Pembayaran (utang) baru lunas 61 tahun setelah kemenangan besar, di tahun 2006," ujar Volodin.
Volodin menegaskan, pinjaman dan sewaan senjata dari AS bukanlah hal yang murah.
Ia memperingatkan, nantinya banyak generasi muda warga Ukraina harus menanggung utang pinjaman dan sewaan senjata dari AS.
"Zelensky memimpin negara (Ukraina) ke dalam lubang utang," ujar Volodin.
AS Tak Ingin Konflik di Ukraina Berakhir
Pemerintah Rusia menuding Amerika Serikat (AS) justru ingin konflik di Ukraina agar tidak segera berakhir.
Tudingan ini disampaikan oleh duta besar Rusia untuk AS, Anatoly Antonov, Senin (25/4/2022).
Antonov menyebut segala cara saat ini tengah dilakukan oleh AS agar konflik di Ukraina terus berjalan, satu di antaranya adalah mengirimkan bantuan senjata dalam skala yang besar.
Dikutip TribunWow.com dari Tass.com, Antonov mengatakan, AS ingin Ukraina memerangi Rusia hingga titik darah penghabisan.
"AS ingin memelihara ketidakstabilan di Eropa," ujar Antonov.
Antonov menyampaikan saat ini AS mengajak agar negara-negara barat bergabung bersamanya untuk mempertahankan posisi AS di arena global.
Rusia juga menyebut AS terus-terusan mengungkit bagaimana konflik di Ukraina adalah sebuah ancaman nyata bagi AS.
Menurut Rusia cara tersebut dilakukan AS agar masalah-masalah domestik mulai dari politik hingga ekonomi tidak disorot oleh publik.
Antonov mengatakan, Rusia tetap akan bertahan meskipun digempur oleh AS.
Ia menjelaskan bahwa tujuan operasi militer spesial yang dilakukan oleh Rusia bukanlah untuk memusuhi Ukraina, melainkan melindungi rakyat di republik Donetsk dan Lugansk.
Kemudian Rusia juga ingin menghilangkan ancaman dari Ukraina melalui demiliterisasi dan denazifikasi.
Pemerintah AS juga telah mengakui pihaknya ingin kekuatan Rusia terus melemah seiring berjalannya konflik di Ukraina.
Pengakuan ini disampaikan langsung oleh Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin seusai mengunjungi Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bersama Sekretaris negara AS, Antony Blinken pada Senin (25/4/2022).
Lloyd mengatakan AS siap menggelontorkan uang ekstra sebesar 713 juta USD atau sekira Rp 10 triliun untuk mengirimkan bantuan senjata ke Ukraina dan negara-negara Eropa lainnya.
Dikutip TribunWow.com dari bbc.com, pernyataan ini disampaikan ketika Lloyd menghadiri konferensi pers di Polandia.
Menurut pernyataan yang disampaikan oleh Lloyd, alasan AS ingin melemahkan Rusia adalah supaya Rusia tidak mengulangi invasi yang sama ke negara lain.
Lloyd meyakini Ukraina masih dapat memenangkan perang ini dengan bantuan dari berbagai pihak.
Koresponden diplomatik BBC, James Landale melihat pernyataan dari Lloyd sebagai statement yang kuat dari pemerintahan AS.
Sementara itu, Rusia memberikan tanggapan keras terhadap bantuan militer yang dikirim Amerika Serikat ke Ukraina.
Apalagi mengetahui bahwa paket dari Presiden AS Joe Biden itu bernilai hingga 800 juta USD atau sekitar Rp 11 triliun.
Bantuan tersebut dibahas secara resmi oleh Sekretaris Negara AS Antony Blinken dan Menteri Pertahan AS Lloyd Austin yang datang ke Kiev.
Duta Besar Rusia untuk AS, Anatoly Antonov, mengaku telah mengirim catatan khusus pada pihak Washington.
Ia menyinggung jumlah bantuan militer yang telah diumumkan Joe Biden untuk Ukraina.
Persenjataan tersebut dikirim untuk membantu Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menghalau Rusia dari wilayah Donbas.
Menurut Rusia, hal tersebut sama sekali tidak memberikan solusi untuk menghentikan perang.
"Delapan ratus juta dolar, ini adalah berapa banyak (nilai) senjata yang akan dikirim ke Kiev dari Washington," kata Antonov dilansir TribunWow.com dari TASS, Senin (25/4/2022).
"Itu jumlah yang sangat besar, dan itu tidak berkontribusi pada pencarian solusi diplomatik, atau penyelesaian apa pun."
Untuk menghalangi upaya tersebut, pihak Rusia telah mengirim peringatan pada AS.
Ia menekankan agar pengiriman bantuan itu dihentikan dengan segera.
"Apakah kami mengajukan catatan? Ya, kami menekankan bahwa AS yang membekali Ukraina dengan senjata tidak dapat diterima, dan kami menuntut agar praktik semacam ini dihentikan," tegas Antonov.
Diplomat tersebut menuding AS memiliki kepentingan tersendiri terkait hubungan geopolitiknya dengan Rusia.
Karenanya, bantuan ke Ukraina ini diduga merupakan upaya AS untuk melemahkan Rusia.
"AS telah berusaha untuk meningkatkan taruhannya dan meningkatkan situasi (konflik)," kata Antonov.
"Tujuannya adalah untuk mencegah Rusia, seperti yang telah dikatakan secara terbuka oleh para senator (Amerika), agar (Rusia) tak mampu berdiri sendiri, dan untuk menghalangi kepentingan agar dihormati atau agar suaranya didengar," imbuhnya.
Pada Minggu (24/4/2022), Zelensky telah berdiskusi dengan Blinken dan Lloyd Austin mengenai pasokan militer dan bantuan keuangan ke Kiev dari Washington.
Ia membeberkan hasil kesepakatan tersebut melalui akun media sosialnya.
"Saya berdiskusi dengan Sekretaris Negara AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin bantuan militer, meningkatkan tekanan sanksi terhadap Rusia, dukungan keuangan untuk Ukraina dan jaminan keamanan," tulis Zelensky di saluran Telegram resminya, Senin (25/4/2022). (TribunWow.com/Anung/Via)