Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Relawan Palang Merah Disiksa dan Dideportasi ke Rusia: Mereka Memperlakukan Kami seperti Binatang

Sukarelawan Palang Merah Volodymyr Khropun mengaku telah ditangkap oleh pasukan Presiden Vladimir Putin, dan dideportasi ke Rusia.

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Rekarinta Vintoko
YouTube Guardian News
Suasana demonstrasi anti perang yang dilakukan oleh masyarakat Rusia pada Kamis (24/2/2022). Terbaru, relawan palang merah ungkap kesaksian alami penculikan dan penyiksaan oleh tentara Rusia, Jumat (29/4/2022). 

TRIBUNWOW.COM - Tiga minggu setelah dibebaskan, Volodymyr Khropun masih terlihat terguncang oleh trauma yang dialaminya.

Sukarelawan Palang Merah itu mengaku telah ditangkap oleh pasukan Presiden Vladimir Putin, dan dideportasi ke Rusia.

Ia pun mengalami penyiksaan berat selama dalam tahanan bersama penduduk Ukraina lainnya.

Pengungsi dari Ukraina berbaris untuk masuk ke Polandia melalui penyeberangan perbatasan di Medyka, di Polandia timur pada 28 Februari 2022. - Secara keseluruhan, lebih dari setengah juta orang telah meninggalkan Ukraina sejak penguasa era Soviet Moskow melancarkan invasi skala penuh pada 24 Februari, dengan lebih dari setengahnya melarikan diri ke negara tetangga Uni Eropa dan anggota NATO Polandia, PBB mengatakan pada 28 Februari 2022.
 (Photo by Wojtek RADWANSKI / AFP)
Pengungsi dari Ukraina berbaris untuk masuk ke Polandia melalui penyeberangan perbatasan di Medyka, di Polandia timur pada 28 Februari 2022. - Secara keseluruhan, lebih dari setengah juta orang telah meninggalkan Ukraina sejak penguasa era Soviet Moskow melancarkan invasi skala penuh pada 24 Februari, dengan lebih dari setengahnya melarikan diri ke negara tetangga Uni Eropa dan anggota NATO Polandia, PBB mengatakan pada 28 Februari 2022. (Photo by Wojtek RADWANSKI / AFP) (AFP/WOJTEK RADWANSKI)

Baca juga: Kunjungi Ukraina, Sekjen PBB Miris Bayangkan Rumahnya Diserang Rudal Rusia: Cucu Saya Berlari Panik

Baca juga: Gedung Palang Merah Mariupol Diledakkan Rusia, 70 Tenaga Medis dan Wanita Diculik dari Ukraina

Pada 18 Maret, Volodymyr mengendarai bus sekolah ke desa Kozarovychi, sekitar 40km (25 mil) barat laut Kyiv, untuk mengevakuasi beberapa warga sipil yang terjebak di tengah pertempuran.

Ketika dia mencoba meyakinkan tentara Rusia untuk membiarkan dia melewati pos pemeriksaan mereka, mereka menahannya.

Selama beberapa hari pertama dia ditahan di ruang bawah tanah sebuah pabrik di desa terdekat, bersama dengan warga sipil lainnya, 40 orang di ruangan seluas 28 meter persegi.

"Kami dipukul dengan senapan, ditinju, dan ditendang. Mereka menutup mata saya dan mengikat tangan saya dengan lakban. Mereka menggunakan Taser dan terus meminta informasi tentang militer," kata Volodymyr dikutip TribunWow.com dari BBC, Jumat (29/4/2022).

"Salah satu tentara itu masih sangat muda, hampir seperti anak-anak. Dia menggunakan Taser di leher, wajah, lutut orang-orang. Sepertinya dia sedang bersenang-senang."

Setelah ditahan selama hampir seminggu di Ukraina, mereka diangkut ke Belarus.

"Mereka mengira kami tidak bisa melihat, tetapi saya melihat desa-desa yang kami lewati, Ivankiv, Chernobyl dan kemudian saya melihat kami melintasi perbatasan," ujar Volodymyr.

Di Belarus, mereka diberi dokumen identitas.

Identitas itu dikeluarkan oleh militer Federasi Rusia dan menggambarkan tempat kelahiran Volodymyr sebagai 'Republik Sosialis Soviet Ukraina'.

Begitulah Ukraina dikenal sebelum pecahnya Uni Soviet pada tahun 1991, sebelum menjadi negara merdeka.

Ini adalah tanda ambisi Rusia di wilayah tersebut.

Menurut Volodymyr, dari Belarusia, mereka dibawa ke sebuah penjara di Rusia.

"Penyiksaan terus berlanjut. Mereka mempermalukan kami, membuat kami berlutut dan memaksa kami dalam posisi yang tidak nyaman. Jika kami menatap mata mereka, kami dipukuli. Jika kami melakukan sesuatu secara perlahan kami dipukuli. Mereka memperlakukan kami seperti binatang," ujar Volodymyr.

Suatu malam Volodymyr menghitung ada 72 orang lainnya ditahan bersamanya.

"Kami mencoba untuk mendukung satu sama lain. Beberapa dari kami tidak percaya ini semua terjadi. Rasanya seperti kami telah diangkut ke abad 16 dari abad ke-21," katanya.

Dua minggu ditahan, pada 7 April, Volodymyr diambil dari penjara.

Dia dan tiga perempuan warga sipil Ukraina dari pusat penahanan lain diangkut melalui udara ke Krimea, yang dianeksasi oleh Rusia dari Ukraina pada tahun 2014.

Para wanita itu memberi tahu Volodymyr bahwa mereka juga telah dipukuli.

Mereka tidak mengerti ke mana mereka dibawa, tetapi sering mendengar para prajurit menggunakan kata 'bertukar' diduga .

Dari Krimea mereka dibawa melalui jalan darat ke titik 32 km di luar Zaporizhzhia, dan diizinkan berjalan melintasi jembatan ke wilayah yang dikuasai Ukraina.

Pertukaran tahanan perang militer dari kedua belah pihak terjadi sebelum warga sipil Ukraina diizinkan berjalan.

Saat itu tanggal 9 April, mereka membutuhkan waktu dua hari untuk melakukan perjalanan.

"Fakta bahwa warga sipil Ukraina ditahan di sana (di Rusia) adalah 100% benar," tegasnya.

Kremlin bersikeras bahwa warga Ukraina pergi ke Rusia dengan sukarela.

"Saya tidak ingin menanggapi pembohong besar ini," kata Iryna Venediktova, jaksa agung Ukraina.

"Setidaknya ada 6.000 warga sipil yang dapat kami identifikasi yang telah dideportasi, dan dari informasi di media massa di Rusia, mereka mengatakan mereka telah mengambil satu juta warga Ukraina."

Dia mengatakan ada beberapa contoh anak-anak dipisahkan dari orang tua mereka, dan hampir semua orang yang kembali ke pertukaran tahanan mengatakan kepada mereka bahwa mereka disiksa dan dipukuli.

Saat perang berkecamuk di selatan dan timur Ukraina, setiap hari ada laporan baru tentang orang-orang yang dideportasi secara paksa ke Rusia.

Baca juga: Ukraina Rilis Foto dan Identitas Tentara Rusia Pelaku Rudapaksa dan Kekerasan di Bucha

Baca juga: Saksikan Kengerian di Ukraina, Sekjen PBB Desak Penyelidikan Rusia: Kejahatan Terburuk adalah Perang

Jerman Turun Tangan Bantu Ukraina

Pemerintah Jerman mengatakan akan mengirim senjata dan pasokan lainnya langsung ke Ukraina untuk membantu pertahanan melawan Rusia.

Setelah selama ini teguh melarang pengiriman senjata, Jerman pun tergerak untuk membantu setelah melihat krisis yang makin memuncak di Ukraina.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pun menyambut baik tindakan tegas Jerman untuk mencegah peperangan tersebut.

Cuitan presiden Ukraina Volodymyr Zelensky merespons bantuan pasokan militer dari Jerman, Minggu (27/2/2022).
Cuitan presiden Ukraina Volodymyr Zelensky merespons bantuan pasokan militer dari Jerman, Minggu (27/2/2022). (Twitter @ZelenskyyUA)

Dilansir ABC News, Minggu (27/2/2022), Kanselir Jerman Olaf Scholz mengumumkan akan mengirim 1.000 senjata anti-tank dan 500 rudal udara Stinger ke Ukraina secepat mungkin.

"Invasi Rusia ke Ukraina menandai sebuah titik balik. Hal ini mengancam seluruh tatanan pasca-perang kami,” kata Kanselir Jerman Olaf Scholz, Sabtu (26/2022) malam.

"Dalam situasi ini, adalah tugas kita untuk membantu Ukraina, dengan kemampuan terbaik kita, untuk mempertahankan diri dari serangan tentara Vladimir Putin."

Berita itu muncul tak lama setelah kementerian ekonomi Jerman mengatakan bahwa Jerman mengizinkan Belanda untuk mengirimkan 400 senjata anti-tank buatan Jerman ke Ukraina.

Pemerintah juga telah menyetujui pengiriman 9 howitzer D-30 dan amunisi yang berasal dari Estonia.

Selama ini, Jerman telah lama berpegang pada kebijakan tidak mengekspor senjata mematikan ke zona konflik, termasuk Ukraina.

Namun setelah ramai mendapat desakan dari sejumlah pihak, Jerman akhirnya turun tangan membantu krisis tersebut.

Tindakan tersebut mendapat pujian langsung dari Volodymyr Zelensky.

Melalui akun Twitter pribadinya, @ZelenskyyUA, Minggu (27/2/2022), sang presiden menuliskan utasan rasa terima kasihnya atas keputusan Kanselir Scholz.

"Jerman baru saja mengumumkan penyediaan peluncur granat anti-tank dan misil Stinger ke Ukraina. Lanjutkan, Kanselir @OlafScholz! Koalisi anti-perang beraksi!," cuit sang presiden.

Selain itu, kementerian ekonomi Jerman menyatakan bahwa pihaknya akan mengirim 14 kendaraan lapis baja dan hingga 10.000 ton bahan bakar ke Ukraina.

"Setelah serangan tak tahu malu Rusia, Ukraina harus mampu mempertahankan diri,” kata Menteri Luar Negeri Annalena Baerbock dan Menteri Ekonomi Robert Habeck dalam sebuah pernyataan.

"Oleh karena itu, pemerintah federal mendukung Ukraina dalam menyediakan material yang sangat dibutuhkan.”

Selain Jerman, Amerika Serikat juga mengumumkan telah mengirim bantuan sebanyak 350 juta USD atau sekitar Rp 5 triliun ke Ukraina.

John Kirby, sekretaris pers Pentagon menuturkan bantuan tambahan termasuk baju pelindung, senjata kecil dan berbagai amunisi, pelindung tubuh dan peralatan terkait lainnya.

Seorang pejabat senior pertahanan mengatakan bantuan yang mencakup senjata anti tank Javelin, akan dikirimkan ke Ukraina secara bertahap dan sesegera mungkin.

Negara-negara lain juga tak tinggal diam dan menjanjikan bantuan militer.

Italia awal pekan ini mengumumkan akan mengirim peralatan militer tidak mematikan seperti peralatan de-mining dan alat pelindung untuk tentara.

Perancis mengumumkan bahwa permintaan peralatan oleh Ukraina sedang dipelajari.

Namun sebelum invasi, Perancis telah memasok sekitar 100 juta euro atau sekitar Rp 1,6 triliun senjata ke Ukraina, termasuk rudal pertahanan jarak pendek. (TribunWow.com)

Berita terkait lainnya

Tags:
Konflik Rusia Vs UkrainaRusiaUkrainaVladimir PutinVolodymyr Zelensky
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved