Konflik Rusia Vs Ukraina
Ahli Curiga Rusia Telah Memulai Perang Baru di Moldova
Analis menduga Rusia telah menggunakan sebuah taktik tertentu untuk memulai perang di negara Moldova.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Di tengah konflik melawan Ukraina, Rusia disebut tengah berupaya memulai invasi baru di negara Moldova.
Negara ini diketahui berada dekat dengan Ukraina dan Romania.
Pada Senin (25/4/2022) terdjadi sebuah ledakan granat di daerah Moldova yang berisi kelompok separatis.
Baca juga: Soroti Perubahan Sikap Putin, Eks Presiden Ukraina Yakin Rusia akan Kalah
Baca juga: Live Streaming Palsu hingga Manfaatkan Video Lama, Ini Konten Hoaks Rusia Vs Ukraina di TikTok
Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, kejadian ini terjadi di Tiraspol, Transnistria.
Analis mencurigai ledakan di daerah pro Rusia itu adalah taktik yang sengaja dilakukan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin agar nantinya Rusia bisa punya alasan menginvasi Moldova dengan alasan membantu rakyat Transnistria yang tertindas.
Sekira seribu pasukan militer Rusia diketahui telah berada di Transnistria yang terletak di perbatasan selatan Ukraina.
Seusai ledakan terjadi, petugas pemadam kebakaran dan ambulans ramai-ramai berdatangan ke tempat kejadian perkara (TKP).
Dikabarkan tidak ada korban yang mengalami luka serius dalam insiden ini.
Beredar juga sejumlah foto menampilkan beberapa bangunan dalam kondisi rusak-rusak.
Sebelumnya Moldova resmi mendaftarkan diri sebagai anggota Uni Eropa (EU).
Setelah sebelumnya sekutu Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Belarusia Alexander Lukashenko terlihat menyiarkan rencana invasi ke negara tersebut.
Beredar kabar bahwa hal ini merupakan implementasi obsesi Putin untuk kembali mengibarkan bendera Uni Soviet.
Dilansir Aljazeera, Kamis (3/3/2022), pengajuan Moldova untuk menjadi anggota EU didaftarkan setelah sepekan invasi Rusia ke Ukraina.
Presiden Moldova, Maia Sandu, mengumumkan peresmian tersebut dan menjelaskan alasan di balik keputusannya.
"Kami ingin hidup dalam perdamaian kesejahteraan, dan menjadi bagian dari dunia yang merdeka," kata Maia Sandu.
"Saat sejumlah keputusan memerlukan waktu, yang lain harus dibuat secara cepat dan tepat, dan memanfaatkan kesempatan yang datang dengan perubahan dunia."
Bekas jajahan republik Uni Soviet yang berbatasan dengan Ukraina dan Rumania itu, rentan menjadi sasaran lantaran berbatasan langsung dengan wilayah yang diserang Rusia.
Tak hanya Moldova, negara tetangga Georgia yang merupakan eks Republik Uni Soviet, juga memiliki kekhawatiran serupa.
Bahkan, Georgia sudah lebih dulu mendaftarkan negaranya daripada Moldova.
Ketakutan menjalar setelah Rusia menginvasi Ukraina sejak Kamis (24/2/2022).
Apalagi, belum lama ini beredar video Presiden Belarusia ketika mengadakan rapat militer bersama jajarannya.
Dilansir nypost, Kamis (3/3/2022), dalam video tersebut, Alexander Lukashenko terlihat berdiri di depan sebuah peta komando pertempuran.
Ia menunjukkan serangan yang tampaknya direncanakan dari Ukraina selatan ke Moldova.
Peta tersebut membagi Ukraina menjadi empat bagian, di mana garis serangan yang disorot telah dilakukan oleh Rusia.
Wartawan Belarusia, Tadeusz Giczan, mencatat adanya rencana serangan ke Transnistria yang merupakan wilayah pecahan Moldova melalui pelabuhan Ukraina di Odessa.
Adapun awal tahun ini, intelijen militer Ukraina sempat memperingatkan bahwa Rusia merencanakan operasi bendera palsu di Moldova sebagai dalih untuk intervensi militer di Transnistria, yang dikendalikan oleh separatis pro-Rusia.
Baca juga: Momen Tentara Rusia Nangis saat Telepon Ibunya, Warga Ukraina Bujuk dan Sajikan Teh, Videonya Viral
Baca juga: Nasib Pilu Pasien Kanker Anak di Ukraina, Kehabisan Obat dan Tak Bisa Evakuasi karena Dikepung Rusia
Tangisan Pengungsi Ukraina: Ini Seperti Neraka
Pemerintah Polandia mengatakan lebih dari 115 ribu pengungsi Ukraina telah mencari perlindungan.
Sebagian besar dari para pengungsi tersebut masuk lewat perbatasan utama Polandia-Ukraina di Medyka.
Para pengunsi membawa cerita kelam mengenai pengalaman mereka menghindar dari perang.
Namun hal ini tak menyurutkan keinginannya untuk kembali ke Ukraina dan berperang jika dibutuhkan.
Dilansir Aljazeera, Minggu (27/2/2022), Badan Perlindungan Pengungsi PBB mengatakan lebih dari 120 ribu pengungsi Ukraina telah meninggalkan negara itu sejak Rusia menginvasi Ukraina.
Tetapi bagi sebagian besar pengungsi Ukraina, butuh berhari-hari untuk melarikan diri dari perang.
Helena (49), dari Drohobych di Ukraina barat, menuturkan pengalamannya sembari menyeruput teh dan makan sandwich yang dia terima dari sukarelawan.
Dia memiliki keluarga di Poznan, Polandia, dan merasa lega lantaran perjalanan yang sulit itu akan segera berakhir.
Tak seperti biasanya, ia butuh waktu 24 jam untuk menyeberangi perbatasan dan tiba di tempat yang aman.
"Pengalaman itu seperti neraka," kata Helena kepada Al Jazeera sebelum kemudian menangis.
Sementara itu, bagi Denis (30) dari Chernivtsi, Ukraina, yang bekerja di lokasi konstruksi di Polandia, itu juga merupakan malam yang sulit.
Dia tiba di Medyka pada hari Kamis untuk bertemu dengan istri dan anak-anaknya yang datang dari Ukraina.
Tapi setelah semalaman menunggu, mereka tidak terlihat.
"Mereka telah berada di perbatasan selama lebih dari 24 jam. Awalnya, mereka ingin menyeberang dengan berjalan kaki tetapi sulit, sehingga mereka menaiki bus. Setidaknya agar tidak sedingin di luar," tutur Denis.
"Tapi selama lima jam terakhir, mereka tidak membiarkan siapa pun lewat. Tidak jelas alasannya."
Sementara istri dan anak-anak Denis sedang dalam perjalanan untuk berkumpul kembali dengannya, ibunya memutuskan untuk menyeberang kembali ke Ukraina.
Ibu Denis tidak ingin jauh dari suami dan dua putra lainnya, yang mungkin akan segera menerima panggilan untuk melayani negara.
Denis pun menyebutkan bahwa ayahnya merupakan mantan tentara yang pernah bertempur untuk Uni Soviet.
Kini, sang ayah akan kembali bertarung mempertahankan negaranya sendiri.
"Ayah saya bertempur di Afghanistan dan dia tahu seperti apa perang itu," kata Denis.
"Dia siap mengorbankan hidupnya untuk Uni Soviet. Sekarang dia siap mengorbankan hidupnya untuk Ukraina melawan kekuatan baru Rusia."
"Ini sebuah paradoks. Tapi semua orang bisa melihat apa yang dilakukan Rusia. Mereka merebut Krimea, Donbas, sekarang mereka menginginkan Kharkiv."
Denis mengatakan kemungkinan bahwa dirinya akan kembali ke Ukraina untuk ikut berperang.
Tetapi pertama-tama, Denis ingin memastikan istri dan anak-anaknya aman.
Dalam satu atau dua minggu, katanya, jika musuh lebih dekat ke kampung halamannya di Chernivtsi, dia harus kembali dan mengangkat senjata.
"Jika mereka datang lebih dekat ke rumah kami, kami harus kembali dan bertarung. Selama bertahun-tahun, kami telah bekerja untuk membangun negara. Meski beberapa dari kami pergi, yang lain harus tetap tinggal. Jika semua orang pergi, siapa yang akan membela kita?” ungkap Denis. (TribunWow.com/Anung/Via)