Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Rusia Jawab sampai Kapan Serang Ukraina, Pejabat Putin Ungkap Gol Terakhir yang Ingin Dicapai

Pihak Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan arahan mengenai kapan berakhirnya invasi di Ukraina.

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
Alexander Nemenov / AFP
Tentara Rusia berpatroli di sebuah teater di Mariupol, Ukraina pada 12 April 2022. Terbaru, Rusia jawab waktu berakhirnya invasi, Kamis (21/4/2022). 

TRIBUNWOW.COM - Invasi Rusia ke Ukraina berjalan hingga hampir dua bulan sejak pertama kali di mulai pada Kamis (24/2/2022).

Sampai saat ini, belum ada tanda-tanda agresi militer tersebut akan selesai.

Namun, pihak Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan arahan mengenai kapan berakhirnya invasi tersebut.

Tank Rusia T-72 terlihat di daerah yang dikuasai pemberontak di dekat bandara Donetsk, Ukraina.
Tank Rusia T-72 terlihat di daerah yang dikuasai pemberontak di dekat bandara Donetsk, Ukraina. (AFP via BBC.com)

Baca juga: Invasi Rusia ke Ukraina Hari ke-57, Krisis di Mariupol hingga Meningkatnya Ancaman Siber

Baca juga: Konflik Rusia dan Ukraina Memanas, PBB Turun Tangan Ajak Putin dan Zelensky Bertemu Muka

Dilansir TribunWow.com dari TASS, Kamis (21/4/2022), kepala departemen CIS kedua Kementerian Luar Negeri Rusia, Alexey Polishchuk, mengatakan operasi militer khusus Rusia akan berakhir setelah ancaman yang terkait dengan kolonisasi NATO di Ukraina dihilangkan.

"Operasi militer khusus akan berakhir setelah tugasnya terpenuhi," kata Polishchuck.

"Diantaranya adalah perlindungan penduduk Donbass yang damai, demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina, serta penghapusan ancaman terhadap Rusia yang datang dari wilayah Ukraina karena kolonisasi anggota NATO."

Menurut Polischuck, pergerakan militer di Ukraina sudah berjalan sesuai rencana.

"Semua tujuannya akan tercapai," Polishchuk menekankan.

Senada dengan hal tersebut, Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya juga sempat mengungkapkan hal yang bisa menentukan lamanya invasi ke Ukraina.

Menurut wakil diplomatik Presiden Putin itu, ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi Ukraina.

Dalam waktu dekat, ia pun berencana akan mempresentasikan rancangan resolusi kemanusiaan tentang Ukraina di Dewan Keamanan PBB.

Dikutip dari RIA Novosti, Jumat (22/4/2022), Nebenzya kembali menekankan tujuan negaranya.

Dijelaskan bahwa agresi yang disebutnya operasi militer akan berakhir ketika tujuan Rusia tercapai.

Ia menegaskan terkait tuntutan utama Putin mengenai demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina.

Syaratnya yang dikemukakan juga termasuk tidak adanya ancaman yang berasal dari Ukraina terhadap Rusia dengan tidak bergabung menjadi anggota NATO.

Sebelumnya, Rusia mengajukan hak veto menolak resolusi DK PBB soal penyelesaian konflik.

Karenanya, Rusia kini tengah menyusun resolusi sendiri terkait kemanusiaan untuk diajukan ke pertemuan PBB.

"Kami akan mengusulkan proyek kami sendiri, yang bersifat kemanusiaan. Kami akan segera menyajikannya dalam salinan bersih dan melihat apakah Dewan Keamanan bisa atau tidak untuk memenuhi misinya," kata Nebenzya.

Nebenzya menambahkan bahwa dokumen Rusia akan mencakup ketentuan kemanusiaan yang jelas, seperti menyerukan gencatan senjata yang dinegosiasikan, mengevakuasi warga sipil, menghormati hukum humaniter internasional, mengutuk serangan terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil, dan perjalanan warga sipil yang aman dan tanpa hambatan.

Di sisi lain, Vladimir Olenchenko, seorang peneliti senior di Pusat Studi Eropa di IMEMO RAS masih meragukan kemungkinan disetujuinya syarat yang diajukan Rusia.

Ia merasa ragu meski Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyatakan tak akan meminta bergabung dengan NATO lagi.

Dalam siaran radio Sputnik, ia mempertanyakan ketulusan niat Zelensky tersebut.

"Saya berpegang pada pandangan bahwa ketika strategi suatu negara berubah atau harus berubah, ketika kebijakan dalam dan luar negerinya berubah, tokoh-tokoh yang mampu menerapkan ini harus siap. Sayangnya, baik Zelensky maupun timnya tidak termasuk dalam definisi ini. Jika ini (batal masuk NATO - red.) adalah keyakinannya, maka itu sudah dilakukan, tetapi ini, menurut saya, hanya tanggapan oportunistik," kata Olenchenko.

Menurut Olenchenko, Zelensky telah berulang kali berubah pikiran tentang isu-isu penting kebijakan dalam dan luar negeri.

Ia pun mengaku ragu apakah presiden 44 tahun tersebut akan benar-benar menarik pendaftaran keanggotaan Ukraina dari NATO.

"Oleh karena itu, saya skeptis tentang pernyataannya, sebagai ketentuan, aturan tersebut berumur pendek dan saling membantah, yang kadang-kadang terjadi dalam waktu hanya sehari," pungkas Olenchenko.

Baca juga: Invasi Rusia ke Ukraina Hari ke-57, Krisis di Mariupol hingga Meningkatnya Ancaman Siber

Baca juga: Sebut Putin Buaya, PM Inggris Ungkap Niat Zelensky Pukul Mundur Rusia dari Wilayah Ukraina

PBB Turun Tangan

Hampir dua bulan berlalu, perang antara Rusia dan Ukraina tak juga mereda.

Alih-alih, situasi makin memanas ketika kini Rusia mengklaim berhasil kuasai Mariupol, kota pelabuhan utama Ukraina.

Menanggapi hal tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun tak tinggal diam dalam mencari upaya perdamaian. 

Dilansir TribunWow.com dari Aljazeera, Kamis (21/4/2022), Antonio Guterres, sekretaris jenderal PBB, meminta adanya pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Pertemuan itu rencananya digelar secara terpisah di ibu kota negara masing-masing untuk mencoba merundingkan diakhirinya perang yang hampir dua bulan berlangsung.

Juru bicara PBB Stephane Dujarric, mengatakan bahwa Guterres telah mengirim surat ke misi PBB di Rusia dan Ukraina.

Ia meminta Putin untuk menerimanya di Moskow dan meminta Zelensky untuk menyambutnya di Kyiv.

"Sekretaris Jenderal mengatakan, pada saat bahaya dan konsekuensi besar ini, dia ingin membahas langkah-langkah mendesak untuk mewujudkan perdamaian di Ukraina dan masa depan multilateralisme berdasarkan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan hukum internasional," kata Dujarric di sebuah pernyataan, Rabu (20/4/2022).

Ini dilakukan setelah sehari sebelumnya, Guterres menyerukan gencatan senjata empat hari selama Pekan Suci Kristen Ortodoks untuk memungkinkan evakuasi warga sipil dan pengiriman bantuan kemanusiaan ke daerah-daerah yang terkena dampak parah.

"Kebutuhan kemanusiaan sangat mendesak. Orang-orang tidak memiliki makanan, air, persediaan untuk merawat yang sakit atau terluka atau hanya untuk hidup sehari-hari," kata Guterres di New York.

Diketahui, invasi Rusia pada 24 Februari ke Ukraina telah menewaskan ribuan orang dan menyebabkan lebih dari 12 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan.

Sementara, sekitar lima juta penduduk telah meninggalkan Ukraina.

Sejak memulai apa yang disebutnya operasi khusus untuk demiliterisasi Ukraina, Rusia telah membom kota-kota Ukrana.

Puing-puing berserakan dan ratusan mayat sipil telah ditemukan di kota-kota setelah pasukan Rusia mundur dari daerah dekat Kyiv.

Moskow, yang pekan ini meluncurkan serangan skala penuh di timur Ukraina, membantah menargetkan warga sipil.

Tanpa memberikan bukti, Rusia menuding bahwa bukti-bukti kekejaman di Ukraina hanyalah rekayasa.(TribunWow.com/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Vladimir PutinRusiaUkrainaNATO
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved