Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Jubir Putin Buka Suara soal Sikap Warga Rusia terkait Konflik di Ukraina: Opini Mereka Didengar

Pemerintah Rusia buka suara soal sikap warganya terkait operasi militer yang dilakukan oleh Putin di Rusia.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Tiffany Marantika Dewi
YouTube Newzee
Presiden Rusia Vladimir Putin saat berpidato di depan masyarakat Rusia dalam perayaan peringatan aneksasi semenanjung Krimea, Jumat (18/3/2022). Dalam pidato tersebut, Putin menyinggung kondisi terkini perang di Ukraina. 

TRIBUNWOW.COM - Sebentar lagi satu bulan berlalu sejak Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer di Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu.

Selama konflik berlangsung, pemerintah Rusia selalu menegaskan target mereka hanyalah fasilitas militer dan kombatan bukan warga sipil.

Aksi Rusia yang dipandang sebagai invasi oleh berbagai negara di dunia menerima banyak protes termasuk dari masyarakat mereka sendiri.

Suasana demonstrasi anti perang yang dilakukan oleh masyarakat Rusia pada Kamis (24/2/2022).
Suasana demonstrasi anti perang yang dilakukan oleh masyarakat Rusia pada Kamis (24/2/2022). (YouTube Guardian News)

Baca juga: Wanita Lansia di Ukraina Disebut Jadi Korban Rudapaksa para Tentara Rusia

Baca juga: Asal Bisa Damai dengan Rusia, Presiden Ukraina Bersedia Negosiasikan Semuanya: Saya Siap

Namun pemerintah Rusia mengklaim hanya sebagian kecil masyarakat Rusia yang tidak setuju dengan operasi militer Ukraina.

Dikutip TribunWow.com dari Tass.com, pernyataan ini disampaikan oleh Juru Bicara Putin, Dmitry Peskov, Selasa (22/3/2022).

Peskov menyampaikan ada 75 persen masyarakat Rusia yang mendukung operasi militer di Ukraina.

"Mendukung aksi Presiden Rusia," ujar Peskov.

Peskov berharap agar masyarakat lain yang tidak setuju lambat laun ikut mendukung setelah mengerti tujuan dari operasi militer yang diumumkan oleh Putin beberapa minggu lalu.

Peskov turut menyalahkan adanya informasi hoaks dari negara-negara barat yang menyebabkan masyarakat di Rusia tidak setuju dengan operasi militer ini.

Ia mengatakan ada 25 persen warga yang tidak setuju.

"Tentu opini mereka didengar, tetapi minoritas tetaplah minoritas," kata Peskov.

Peskov menambahkan, pemerintah Rusia mempersilakan masyarakat Rusia yang tidak setuju pergi dari negara mereka.

"Ini adalah proses yang normal," katanya.

"Beberapa (warga) nantinya akan memahami dan pulang," pungkasnya.

Media AS Diminta Liput Kejahatan Tentara Ukraina

Di sisi lain, media massa negara-negara barat termasuk Amerika Serikat (AS) selama ini selalu memantau perkembangan konflik antara Rusia dan Ukraina.

Namun seringkali media-media barat tersebut i hanya memberitakan klaim dari satu pihak saja yakni Ukraina.

Pemerintah Rusia meminta agar media di AS meliput bagaimana pihak Ukraina turut melakukan kejahatan atau aksi kriminal.

Baca juga: Di Ukraina, Relawan Asal Inggris Lihat Jasad Tentara Rusia Dipajang di Pos Pemeriksaan

Baca juga: 4 Alasan Rusia Terobsesi Kuasai Mariupol, Disebut akan Jadi Pukulan Berat bagi Ukraina

Dikutip TribunWow.com dari Tass.com, permintaan ini disampaikan oleh Kedutaan Besar Rusia untuk Amerika Serikat pada Senin (22/3/2022).

"Media AS seharusnya fokus kepada aksi kriminal pasukan militer Ukraina," ujar Kedubes Rusia untuk AS.

Menurut penjelasan Kedubes Rusia untuk AS, aksi kriminal yang dilakukan oleh tentara Ukraina di antaranya adalah menggunakan warga sipil sebagai tameng dan meletakkan senjata-senjata berat di pemukiman penduduk di Mariupol.

Kedubes Rusia juga menampik bahwa pemerintah Rusia membuat sebuah kamp untuk menampung warga sipil Ukraina yang nantinya akan diminta bekerja tanpa bayaran di Rusia.

Sebelumnya, pada Rabu (16/3/2022) sebuah gedung teater di Mariupol, Ukraina yang difungsikan sebagai tempat penampungan warga sipil hancur seusai dibombardir.

Pemerintah Ukraina menyebut serangan dilakukan oleh pesawat tempur Rusia.

Sementara itu pemerintah Rusia tegas membantah telah melakukan serangan ke gedung teater tersebut.

Dikutip TribunWow.com dari Sky News, bantahan ini disampaikan oleh duta besar pemerintah Rusia untuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Vasily Nebenzya.

"Perang informasi sedang terjadi dalam skala yang lebih besar dibanding perang fisik," ujar Nebenzya.

Menurut Nebenzya siapa yang memenangkan perang informasi maka akan memenangkan peran secara keseluruhan.

Nebenzya lalu menyampaikan berdasarkan keterangan para warga sipil yang telah lebih dulu mengungsi keluar dari Mariupol, ada keterlibatan batalion Azov yang menyandera para warga sipil.

Nebenzya juga mengungkit bahwa pemerintah Rusia telah menyadari ada tulisan 'anak-anak' di luar gedung teater di Mariupol.

Seluruh pasukan militer Rusia telah diberitahu bahwa gedung teater tersebut adalah tempat yang dipenuhi warga sipil.

"Tidak pernah dijadikan target serangan," kata Nebenzya.

Nebenzya menyebut, pihak yang harus bertanggungjawab dalam hal ini adalah kelompok ultra nasionalis Ukraina batalion Azov.

Keterangan serupa disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova.

"Jelas ini adalah kebohongan. Semuanya tahu bahwa pasukan militer Rusia tidak membombardir kota. Tidak peduli seberapa banyak video yang disebar oleh struktur NATO dan berapa banyak foto dan video klip bohong disebar, kebenaran akan terungkap," jelas Zakharova.

Syarat Rusia untuk Bisa Akhiri Invasi

Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya mengungkapkan hal yang bisa menentukan lamanya invasi ke Ukraina.

Menurut wakil diplomatik Presiden Rusia Vladimir Putin itu, ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi Ukraina.

Dalam waktu dekat, ia pun berencana akan mempresentasikan rancangan resolusi kemanusiaan tentang Ukraina di Dewan Keamanan PBB.

Baca juga: Rusia Rilis Video Peledakan Mal Kiev Ukraina, Beberkan Bukti Kuat Adanya Persenjataan Rahasia

Dilansir TribunWow.com dari media Rusia RIA Novosti, Selasa (15/3/2022), Nebenzya kembali menekankan tujuan negaranya.

Dijelaskan bahwa agresi yang disebutnya operasi militer akan berakhir ketika tujuan Rusia tercapai.

Ia menegaskan terkait tuntutan utama Putin mengenai demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina.

Syaratnya yang dikemukakan juga termasuk tidak adanya ancaman yang berasal dari Ukraina terhadap Rusia dengan tidak bergabung menjadi anggota NATO.

Sebelumnya, Rusia mengajukan hak veto menolak resolusi DK PBB soal penyelesaian konflik.

Karenanya,Rusia kini tengah menyusun resolusi sendiri terkait kemanusiaan untuk diajukan ke pertemuan PBB.

"Kami akan mengusulkan proyek kami sendiri, yang bersifat kemanusiaan. Kami akan segera menyajikannya dalam salinan bersih dan melihat apakah Dewan Keamanan bisa atau tidak untuk memenuhi misinya," kata Nebenzya.

Nebenzya menambahkan bahwa dokumen Rusia akan mencakup ketentuan kemanusiaan yang jelas, seperti menyerukan gencatan senjata yang dinegosiasikan, mengevakuasi warga sipil, menghormati hukum humaniter internasional, mengutuk serangan terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil, dan perjalanan warga sipil yang aman dan tanpa hambatan.

Di sisi lain, Vladimir Olenchenko, seorang peneliti senior di Pusat Studi Eropa di IMEMO RAS masih meragukan kemungkinan disetujuinya syarat yang diajukan Rusia.

Ia merasa ragu meski Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyatakan tak akan meminta bergabung dengan NATO lagi.

Dalam siaran radio Sputnik, ia mempertanyakan ketulusan niat Zelensky tersebut.

"Saya berpegang pada pandangan bahwa ketika strategi suatu negara berubah atau harus berubah, ketika kebijakan dalam dan luar negerinya berubah, tokoh-tokoh yang mampu menerapkan ini harus siap."

"Sayangnya, baik Zelensky maupun timnya tidak termasuk dalam definisi ini. Jika ini (batal masuk NATO - red.) adalah keyakinannya, maka itu sudah dilakukan, tetapi ini, menurut saya, hanya tanggapan oportunistik," kata Olenchenko.

Menurut Olenchenko, Zelensky telah berulang kali berubah pikiran tentang isu-isu penting kebijakan dalam dan luar negeri.

Ia pun mengaku ragu apakah presiden 44 tahun tersebut akan benar-benar menarik pendaftaran keanggotaan Ukraina dari NATO.

"Oleh karena itu, saya skeptis tentang pernyataannya, sebagai ketentuan, aturan tersebut berumur pendek dan saling membantah, yang kadang-kadang terjadi dalam waktu hanya sehari," pungkas Olenchenko.(TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
RusiaUkrainaVladimir PutinAmerika SerikatPBB
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved