Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Media Pro Pemerintah Rusia Ngaku Kena Hack seusai Beritakan Informasi Ini soal Ukraina

Sebuah portal berita di Rusia mengaku terkena serangan hacker seusai memberitakan informasi terkait konflik di Ukraina.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
YouTube BBC News Indonesia
Koresponden BBC News Quentin Sommerville menunjukkan jasad tentara Rusia dibiarkan begitu saja di jalan di Kota Kharkiv, Ukraina. 

TRIBUNWOW.COM - Presiden Rusia Vladimir Putin pada 4 Maret 2022 lalu telah mengeluarkan sebuah aturan baru terkait pemberitaan.

Aturan baru yang dibuat oleh Putin berisi tentang ancaman hukuman 15 tahun penjara bagi mereka yang secara sengaja menyebarkan berita bohong terkait konflik antara Rusia dan Ukraina.

Pemerintah Rusia menyampaikan, informasi bohong sengaja diedarkan oleh musuh Rusia seperti Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa lainnya untuk memecah belah masyarakat Rusia.

Baca juga: Rusia Minta Media AS Liput Beragam Aksi Kriminal Tentara Ukraina

Baca juga: Saksi Mata Sejarah PD II Asal Ukraina Tewas, Selamat dari Pembantaian Nazi, Gugur di Tangan Rusia

Dikutip TribunWow.com dari Sky News, baru-baru ini sebuah media massa di Rusia mengaku terkena serangan hacker.

Website milik media asal Rusia tersebut diretas seusai memberitakan bahwa 9,861 tentara Rusia telah terbunuh di Ukraina.

Media yang terkena serangan hacker itu diketahui merupakan media pro pemerintah Rusia.

Selama konflik lawan Ukraina berlangsung, pemerintah Rusia diduga sengaja tak mempublikasikan data asli angka kematian tentara Rusia.

Pemerintah Ukraina sendiri mengklaim ada 15 ribu tentara Rusia yang telah terbunuh.

Sementara itu pemerintah Rusia mengumumkan baru ada 498 tentara Rusia yang tewas selama invasi berlangsung.

Sebelumnya, pada Rabu (16/3/2022) sebuah gedung teater di Mariupol, Ukraina yang difungsikan sebagai tempat penampungan warga sipil hancur seusai dibombardir.

Pemerintah Ukraina menyebut serangan dilakukan oleh pesawat tempur Rusia.

Sementara itu pemerintah Rusia tegas membantah telah melakukan serangan ke gedung teater tersebut.

Dikutip TribunWow.com dari Sky News, bantahan ini disampaikan oleh duta besar pemerintah Rusia untuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Vasily Nebenzya.

"Perang informasi sedang terjadi dalam skala yang lebih besar dibanding perang fisik," ujar Nebenzya.

Menurut Nebenzya siapa yang memenangkan perang informasi maka akan memenangkan peran secara keseluruhan.

Nebenzya lalu menyampaikan berdasarkan keterangan para warga sipil yang telah lebih dulu mengungsi keluar dari Mariupol, ada keterlibatan batalion Azov yang menyandera para warga sipil.

Nebenzya juga mengungkit bahwa pemerintah Rusia telah menyadari ada tulisan 'anak-anak' di luar gedung teater di Mariupol.

Seluruh pasukan militer Rusia telah diberitahu bahwa gedung teater tersebut adalah tempat yang dipenuhi warga sipil.

"Tidak pernah dijadikan target serangan," kata Nebenzya.

Nebenzya menyebut, pihak yang harus bertanggungjawab dalam hal ini adalah kelompok ultra nasionalis Ukraina batalion Azov.

Keterangan serupa disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova.

"Jelas ini adalah kebohongan. Semuanya tahu bahwa pasukan militer Rusia tidak membombardir kota. Tidak peduli seberapa banyak video yang disebar oleh struktur NATO dan berapa banyak foto dan video klip bohong disebar, kebenaran akan terungkap," jelas Zakharova.

Baca juga: 4 Alasan Rusia Terobsesi Kuasai Mariupol, Disebut akan Jadi Pukulan Berat bagi Ukraina

Syarat Rusia untuk Bisa Akhiri Invasi

Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya mengungkapkan hal yang bisa menentukan lamanya invasi ke Ukraina.

Menurut wakil diplomatik Presiden Rusia Vladimir Putin itu, ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi Ukraina.

Dalam waktu dekat, ia pun berencana akan mempresentasikan rancangan resolusi kemanusiaan tentang Ukraina di Dewan Keamanan PBB.

Dilansir TribunWow.com dari media Rusia RIA Novosti, Selasa (15/3/2022), Nebenzya kembali menekankan tujuan negaranya.

Dijelaskan bahwa agresi yang disebutnya operasi militer akan berakhir ketika tujuan Rusia tercapai.

Ia menegaskan terkait tuntutan utama Putin mengenai demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina.

Syaratnya yang dikemukakan juga termasuk tidak adanya ancaman yang berasal dari Ukraina terhadap Rusia dengan tidak bergabung menjadi anggota NATO.

Sebelumnya, Rusia mengajukan hak veto menolak resolusi DK PBB soal penyelesaian konflik.

Karenanya,Rusia kini tengah menyusun resolusi sendiri terkait kemanusiaan untuk diajukan ke pertemuan PBB.

"Kami akan mengusulkan proyek kami sendiri, yang bersifat kemanusiaan. Kami akan segera menyajikannya dalam salinan bersih dan melihat apakah Dewan Keamanan bisa atau tidak untuk memenuhi misinya," kata Nebenzya.

Nebenzya menambahkan bahwa dokumen Rusia akan mencakup ketentuan kemanusiaan yang jelas, seperti menyerukan gencatan senjata yang dinegosiasikan, mengevakuasi warga sipil, menghormati hukum humaniter internasional, mengutuk serangan terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil, dan perjalanan warga sipil yang aman dan tanpa hambatan.

Di sisi lain, Vladimir Olenchenko, seorang peneliti senior di Pusat Studi Eropa di IMEMO RAS masih meragukan kemungkinan disetujuinya syarat yang diajukan Rusia.

Ia merasa ragu meski Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyatakan tak akan meminta bergabung dengan NATO lagi.

Dalam siaran radio Sputnik, ia mempertanyakan ketulusan niat Zelensky tersebut.

"Saya berpegang pada pandangan bahwa ketika strategi suatu negara berubah atau harus berubah, ketika kebijakan dalam dan luar negerinya berubah, tokoh-tokoh yang mampu menerapkan ini harus siap."

"Sayangnya, baik Zelensky maupun timnya tidak termasuk dalam definisi ini. Jika ini (batal masuk NATO - red.) adalah keyakinannya, maka itu sudah dilakukan, tetapi ini, menurut saya, hanya tanggapan oportunistik," kata Olenchenko.

Menurut Olenchenko, Zelensky telah berulang kali berubah pikiran tentang isu-isu penting kebijakan dalam dan luar negeri.

Ia pun mengaku ragu apakah presiden 44 tahun tersebut akan benar-benar menarik pendaftaran keanggotaan Ukraina dari NATO.

"Oleh karena itu, saya skeptis tentang pernyataannya, sebagai ketentuan, aturan tersebut berumur pendek dan saling membantah, yang kadang-kadang terjadi dalam waktu hanya sehari," pungkas Olenchenko.(TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Konflik Rusia Vs UkrainaRusiaUkrainaVladimir PutinVolodymyr ZelenskyAmerika Serikat
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved