Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Putin Tahan 2 Pejabat Intelejen Rusia dan Pecat 8 Komandan Buntut Terhambatnya Invasi ke Ukraina

Presiden Rusia Vladimir Putin dikabarkan telah menahan kepala dinas luar negeri lembaga Federal Security Service (FSB) dan wakilnya.

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
Capture YouTube Daily Mail
Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan pidato menanggapi protes terhadap penyerangan militer ke Ukraina, Jumat (25/2/2022). Terbaru, Putin disebut naik pitam pada bawahannya hingga memecat 8 komandan dan menahan 2 pejabat intelejen. 

TRIBUNWOW.COM - Presiden Rusia Vladimir Putin dikabarkan telah menempatkan kepala dinas luar negeri lembaga Federal Security Service (FSB) dan wakilnya sebagai tahanan rumah.

Ia disebut menyalahkan mereka atas kegagalan intelijen yang melihat pasukannya mengalami di Ukraina, telah diklaim.

Menurut kabar, keduanya telah memberi informasi yang salah sehingga terjadi miskalkulasi dalam invasi tersebut.

Barisan tank Rusia terpukul mundur saat bergerak di pinggiran Kiev, ibukota Ukraina, Kamis (10/3/2022). Satu diantaranya terdapat kendaraan TOS-1A, yang merupakan senjata thermobaric andalan Rusia.
Barisan tank Rusia terpukul mundur saat bergerak di pinggiran Kiev, ibukota Ukraina, Kamis (10/3/2022). Satu diantaranya terdapat kendaraan TOS-1A, yang merupakan senjata thermobaric andalan Rusia. (Capture Video Sky News)

Baca juga: Prediksi Pasukan Rusia akan Makin Brutal, Eks Agen M16 Yakin Nasib Putin Berakhir Nahas

Baca juga: Kontroversi Relawan Perang, Rusia-Ukraina Saling Persilakan hingga Ada yang Bergabung karena Bosan

Dikutip TribunWow.com dari Daily Mail, Sabtu (12/3/2022), kabar tersebut disampaikan Andrey Soldatov, seorang penulis terhormat di dinas rahasia Rusia.

Ia mengatakan sumber di dalam FSB membocorkan kepadanya bahwa Sergey Beseda (68), kepala dinas luar negeri badan tersebut, telah ditahan atas perintah Putin.

Anatoly Bolyukh, wakil Beseda, juga ditangkat karena Putin kecewa dengan kinerja badan tersebut.

Putin dikatakan menyalahkan badan intelijen yang meyakinkannya menjelang invasi bahwa pasukan Rusia hanya akan menghadapi perlawanan kecil dari tentara Ukraina.

Selain itu, intelejen menginformasikan bahwa Ukraina sendiri sangat ingin menyingkirkan para pemimpin mereka.

Selain itu ada indikasi penggelapan dana yang dialokasikan untuk pekerjaan subversif dan penyamaran di Ukraina, serta informasi palsu yang sengaja dibuat tentang situasi politik di Ukraina.

Dinas keamanan FSB diduga menyerahkan informasi intelijen yang menunjukkan bahwa Ukraina lemah, penuh dengan kelompok neo-Nazi, dan akan mudah menyerah jika diserang.

Faktanya, angkatan bersenjata Rusia telah menghadapi perlawanan sengit dari tentara Ukraina yang menimbulkan kerugian besar.

Sementara itu warga sipil Ukraina telah bersatu di belakang pemerintah mereka dan kepemimpinan inspirasional Volodymyr Zelensky.

Mereka melakukan protes di daerah-daerah yang telah diduduki Rusia, sambil menyabotase tank dan merampas kendaraan mereka.

Penahanan keduanya terjadi setelah beberapa laporan mengatakan Putin sempayt beberapa kali marah pada FSB.

Sebelumnya, Putin dikatakan telah memecat jenderal utamanya dan mengamuk di FSB setelah menilai intelijen telah gagal.

Oleksiy Danilov, kepala dewan keamanan Ukraina, mengatakan sekitar delapan komandan Rusia telah dipecat sejak awal konflik.

Baca juga: Keluhan Turis Rusia yang Kehabisan Uang di Bali akibat Sanksi Invasi ke Ukraina: Kami Khawatir

Baca juga: Sebut Ukraina Lakukan Taktik Kotor, Presiden Chechnya Kadyrov Prediksi Akhir Memalukan Musuh Rusia

Prediksi Putin akan Dikudeta

Mantan direktur jenderal Royal United Services Institute, Michael Clarke, menuturkan spekulasi seputar invasi Rusia ke Ukraina.

Ia menyinggung penggulingan kekuasaan Presiden Rusia Vladimir Putin yang mungkin terjadi dengan cara kudeta.

Dilansir TribunWow.com dari kanal berita Sky News, Rabu (9/3/2022), Clarke menilai Putin telah membuat kesalahan strategis besar-besaran.

Hal ini terlihat dari hambatan yang dialami tentara Rusia untuk menguasai Kiev setelah 13 hari invasi dijalankan.

Sementara Putin dikabarkan mulai depresi karena operasi militer yang dijalankannya tak berjalan sesuai rencana.

Apalagi ditambah tekanan internasional yang menjatuhkan berbagai sanksi ke Rusia.

Hal ini dinilai menjadi jaminan bahwa pemerintahan Putin tak akan berjalan lebih lama lagi.

"Saya pikir Putin sudah selesai, dia akan mundur dengan cepat atau mungkin dalam dua atau tiga tahun," kata Clarke.

"Tidak ada pemulihan dari ini, tidak ada jalan kembali untuknya."

Clarke mengatakan tidak mungkin ada revolusi besar-besaran di Rusia karena tidak ada mekanisme untuk itu.

Dan Putin dianggap masih cukup populer di kalangan warga Rusia biasa di bagian tengah dan timur negara tersebut.

Namun warga kelas menengah cenderung tidak menyukainya.

Sementara para oligarki kini mulai khawatir karena Putin kini mengganggu kemampuan mereka untuk menghasilkan uang.

Pasalnya, akibat invasi ke Rusia, sejumlah perusahaan maupun individu Rusia dikenai sanksi global.

Sementara sejumlah perusahaan internasional yang berkerjasama dengan para taipan itu memilih hengkang dari Rusia.

Belum lagi sanksi pemutusan hubungan antara bank Rusia dengan SWIFT yang menyebabkan transaksi internasional tak bisa dilakukan.

Nilai tukar Rubel pun anjlok besar-besaran sementara sejumlah kerugian diderita negara dan rakyat Rusia.

"Nasib Putin akan menjadi seperi Julius Caesar. Tidak harus berupa pembunuhan fisik, tetapi seseorang akan menusukkan pisau secara politis," ujar Clarke.

"Ketika satu orang melakukannya, mereka semua akan bergabung. Itulah nasib yang sekarang menantinya."

"Dan hanya China yang bisa menyelamatkannya," imbuhnya.(TribunWow.com/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Vladimir PutinRusiaUkrainaVolodymyr Zelensky
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved