Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Diinterogasi Agen Ukraina, Sukarelawan Asal Inggris Ngaku Kepalanya Dipukuli hingga Pusing

Dikira agen rahasia Rusia, sukarelawan asal Inggris sempat diinterogasi oleh agen Ukraina hingga akhirnya dibebaskan.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TheSun.co.uk
Veteran tentara Inggris bernama Jason Haigh (34) sempat diinterogasi oleh agen Ukraina ketika menjadi sukarelawan di Kiev bertempur melawan pasukan Rusia. 

TRIBUNWOW.COM - Ketakutan, itulah yang dirasakan oleh veteran tentara Inggris bernama Jason Haigh (34) yang sukarela ikut bertempur melawan Rusia di Ukraina.

Berangkat pada bulan Februari lalu, Jason sempat hampir tewas hingga diinterogasi saat berperang di Ukraina.

Jason sendiri merupakan prajurit dengan segudang pengalaman, di antaranya adalah dua kali misi di Irak.

Baca juga: Rumah Bersalin di Ukraina Hancur Diserang Rusia, Ibu Hamil Ditandu dalam Kondisi Berdarah-darah

Baca juga: Tuding PBB Sebar Hoaks, Rusia Sebut RS Bersalin Mariupol yang Diserang adalah Sarang Militer Ukraina

Namun menurut Jason, bertempur melawan pasukan Rusia yang sama-sama modern adalah hal yang jauh berbeda dengan pengalamannya selama ini.

Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, setelah tak lagi menjadi tentara, Jason sempat bekerja sebagai tentara bayaran di sebuah perusahaan militer swasta.

Ketika pergi ke Ukraina, Jason sempat dilarang oleh rekannya namun ia tetap nekat berangkat.

Ketika tiba di Ukraina, Jason membentuk markas di Kiev/Kyiv bersama para pasukan sukarelawan dari negara-negara lain.

Pada suatu ketika saat ia sedang tertidur, tentara Rusia datang menyerang.

"Kau dapat mendengar roket lewat di atas bangunan," ujar Jason.

Saat itu Jason langsung dibangunkan oleh rekannya sesama prajurit sukarelawan lalu kabur kelaur dari bangunan sembari membawa senjata dan rompi anti peluru.

Ia kemudian bergabung dengan sejumlah prajurit Ukraina yang tengah melindungi bandara Hostomel.

"Saat itu situasi sangat membingungkan. Tidak ada yang tahu apa yang sedang terjadi," ujar Jason.

"Siapapun yang pernah berada di posisi itu dan mengaku tidak takut adalah pembohong."

Jason bercerita, kesunyian pecah saat jet tempur Rusia melakukan serangan menggunakan roket, disusul oleh serangan helikopter tempur.

Jason dan sejumlah prajurit lainnya kemudian kabur mencari perlindungan.

Hingga akhirnya bala bantuan dari pasukan Ukraina datang.

Mirisnya, Jason dan seorang rekannya yang merupakan warga negara Amerika berakhir ditahan oleh agen Ukraina.

Kala itu Agen Ukraina tersebut sedang mencari agen rahasia dari Rusia.

Dibawa ke markas agen Ukraina, Jason dan rekannya diinterogasi hingga tiga jam.

"Kepala ku dihantam oleh seorang petugas," ujar Jason.

ketakutan Jason semakin menjadi-jadi ketika ia melihat pasukan elit datang dengan perlengkapan khusus.

"Mereka terus berteriak menggunakan bahasa Rusia kepada saya tetapi saya jelaskan saya warga Inggris," ungkap Jason.

Jason melanjutkan, dirinya terus dipukuli hingga ia pusing dan berdarah-darah.

"Mereka kemudian melihat ponsel saya dan pesan di ponsel saya yang mana sangat menakutkan bagi saya," ujar dia.

Jason mengaku takut keluarga dan rekannya tahu dirinya sedang diinterogasi.

Namun pada akhirnya Jason dan rekannya dibebaskan oleh agen Ukraina tersebut.

Ia kemudian segera pergi ke Polandia sebelum akhirnya pulang ke Inggris.

Sukarelawan Ditolak Dianggap Hanya Jadi Beban

Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sempat mengajak para warga sipil di seluruh dunia untuk datang ke Ukraina ikut berperang melawan pasukan militer Rusia.

Ajakan Zelensky ini menarik perhatian banyak warga sipil dari sejumlah negara, khususnya para warga Inggris.

Leon Dawson (37) adalah satu dari beberapa warga negara Inggris yang sukarela ingin bergabung membantu pasukan Ukraina.

Namun pada akhirnya Leon ditolak untuk bergabung oleh pemerintah Ukraina karena dianggap akan lebih menjadi beban ketimbang bantuan melawan pasukan Rusia.

Dikutip TribunWow.com dari Sky News, meskipun ditolak, Leon saat ini tengah berangkat ke perbatasan Polandia-Ukraina sambil membawa banyak barang bantuan untuk warga Ukraina.

"Jika mereka menginginkan saya untuk berperang maka saya tentu akan bersedia," ujar Leon.

Leon menjelaskan, dirinya ditolak oleh pemerintah Ukraina karena tidak memiliki latar belakang militer.

"Kami tidak memiliki sumber daya untuk melatih Anda, kami juga tidak memiliki waktu untuk melatih Anda," ucap Leon mengutip pernyataan pemerintah Ukraina saat menolaknya.

Leon mengaku, dirinya menyadari bahwa perang bukan hanya sekadar tembak-menembak saja.

"Sebelumnya saya tidak pernah menggunakan senjata api, saya juga tidak bisa berbicara bahasa Ukraina, saya juga tidak tahu taktik (perang)," tutur Leon.

Kini Leon berupaya membantu para warga Ukraina dengan membawa bantuan berupa makanan, obat-obatan, hingga mainan anak-anak.

"Saya tidak bisa hanya duduk di rumah tidak berusaha apa-apa sementara anak-anak dan perempuan diserang," jelas dia.

Sebelumnya, mulai Selasa (1/3/2022), Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah mengeluarkan sebuah kebijakan untuk meniadakan kewajiban visa bagi warga negara lain yang sukarela ingin ikut berperang melawan Rusia di Ukraina.

Zelensky sebelumnya telah mengumumkan mengajak warga negara lain untuk bergabung bersama Ukraina melawan Rusia.

Sementara itu, ratusan warga negara Inggris telah ramai mendaftar di Kedutaan Besar Ukraina untuk Inggris terkait lowongan sukarela menjadi milisi melawan Rusia.

Di sisi lain, pendiri badan bantuan kemanusiaan UK Aid for Ukraine, Harry Jackson justru miris melihat banyaknya warga negara Inggris yang dengan mudahnya bergabung menjadi sukarelawan di Ukraina.

Jakson menerima banyak pesan dari warga negara Inggris yang ingin bergabung menjadi sukarelawan di Ukraina.

"Banyak dari mereka yang berpotensi tidak akan bisa kembali ulang. Itu adalah ide yang buruk," ujar Jackson.

Jackson kemudian mengutip pesan seorang pendaftar berusia 45 tahun.

Pendaftar tersebut mengaku siap mati karena dirinya hidup sendirian dan belum menikah.

Sukarelawan yang tidak disebutkan namanya itu mengaku tidak akan ada yang berubah meskipun dirinya tidak bisa kembali pulang dengan selamat.

"Bagi saya ini kegilaan melihat begitu banyak orang begitu mudah mempertaruhkan nyawa mereka," ujar Jackson.

Warga Ukraina Pulang Kampung

Di awal konflik terjadi, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah menetapkan status darurat militer yang menyebabkan warga negara Ukraina pria berusia 18-60 tahun tidak diperbolehkan keluar dari negara mereka.

Kini, warga negara Ukraina pria yang berada di negara-negara lain justru berbondong-bondong sukarela pulang ke kampung halaman mereka untuk menghadapi pasukan Rusia.

Dikutip dari ABC NEWS, Andrii Zadorozhnyi, seorang pekerja di Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ada di Nepal memilih untuk kembali ke Ukraina untuk ikut perang.

Baca juga: Sewa 400 Tentara Bayaran, Rusia Janjikan Bonus Besar jika Bisa Bunuh Presiden Ukraina

"Hal yang saya inginkan sekarang adalah berada di negara saya," ujar Andrii.

Andri menyatakan, saat ini dirinya hanya ingin bersama keluarganya yang ada di Ukraina, dan bila diperlukan ikut berperang.

Kemudian Oleksandr Petrov, seorang pasukan cadangan tentara Ukraina yang sedang bekerja di Arab Saudi mengaku pulang ke Ukraina karena merasa terpanggil.

"Saya datang dari Arab Saudi. Ketika invasi terjadi, saya meminta kepada perusahaan saya untuk membantu menyediakan tiket pulang ke Ukraina dan perusahaan saya membantu saya," ujar Oleksandr.

Namun tak semua warga Ukraina yang pulang ke Tanah Air memiliki pengalaman seperti Oleksandr.

Oleh Novikov seorang nelayan Ukraina yang bekerja di Amerika Serikat pulang kampung demi menyelamatkan keluarganya.

"Istri dan anak saya ada di Ukraina... Saya tidak bisa tinggal (di AS), saya harus pulang," kata Oleh.

"Saya ingin bertarung, saya tidak memiliki pengalaman, Saya seorang warga sipil."

Hal serupa turut dilakukan oleh seorang ayah dan anak yang bekerja di Polandia mencari uang.

Namun ayah dan anak tersebut pulang ke Ukraina demi melawan pasukan Rusia.

Di sisi lain, selama lima jam perwakilan Ukraina dan Rusia telah berdiskusi membicarakan operasi militer spesial yang dilakukan oleh Presiden Vladimir Putin.

Diskusi yang digelar pada Senin (28/2/2022) bertempat di Belarus.

Media asal Rusia yakni RT.com menjelaskan, Ukraina dan Rusia telah mencapai kesepakatan dalam sejumlah hal.

Diskusi antara kedua belah pihak diketahui akan dilanjutkan di lain kesempatan.

Topik diskusi yang dibicarakan pada Senin kemarin adalah gencatan senjata di Ukraina.

Penasihat Presiden Ukraina, Mykhailo Podolyak menyebut sudah ada beberapa solusi yang disorot.

"Beberapa solusi tertentu telah digarisbawahi," jelas Podolyak.

Sementara itu Ajudan Presiden Putin, Vladimir Medinsky menyebut sudah ada beberapa poin yang dapat dipenuhi oleh kedua belah pihak.

Perwakilan dari Ukraina yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan Ukraina, Alexey Reznikov telah meminta agar segera dilakukan gencatan senjata dan meminta Rusia menarik pasukan militernya.

Di sisi lain berdasarkan media Sky News yang berbasis di Inggris, diskusi antara Ukraina dan Rusia di Belarus berlangsung sulit karena pihak Rusia yang bias.

"Pihak Rusia sayangnya masih memiliki pandangan yang bias terkait proses destruktif yang mereka lakukan," terang Podolyak.

(TribunWow.com/Anung)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Konflik Rusia Vs UkrainaRusiaUkrainaVladimir PutinVolodymyr ZelenskyInggris
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved