Konflik Rusia Vs Ukraina
Rusia Buka Koridor Kemanusiaan, Izinkan Warga Mengungsi dari 5 Wilayah Ukraina yang Terkepung
Setelah perundingan ketiga, Rusia dan Ukraina kembali siap membuka jalur keamanan untuk pengungsi.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Setelah perundingan ketiga, Rusia dan Ukraina kembali siap membuka jalur keamanan untuk pengungsi.
Jalur bernama koridor kemanusiaan itu akan di buka di lima titik kota yang mengalami krisis.
Namun, masih terjadi sejumlah perdebatan terkait jalur keluar koridor kemanusiaan tersebut dan keraguan atas keamanan pengungsi.

Baca juga: Invasi Rusia ke Ukraina Hari ke-13, Simbol Z Makin Kerap Digunakan hingga Hasil Perundingan Ketiga
Baca juga: Sindir Negara-negara Barat, Presiden Ukraina: Kalian Ingin Kami Dibunuh Perlahan-lahan
Dilansir Independen.co.uk, Rabu (9/3/2022), Rusia telah berjanji untuk mengizinkan lima koridor kemanusiaan dibentuk.
Hasil perundingan itu dibuat untuk membiarkan masyarakat sipil melarikan diri dari kota-kota besar yang diserang oleh pasukan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Disampaikan bahwa penembakan senjata di Ukraina akan berhenti dari pukul 7 pagi waktu setempat pada hari ini.
Menurut Mikhail Mizintsev, kepala Pusat Kontrol Pertahanan Nasional Rusia, koridor itu akan mengarah keluar dari Kiev, Chernihiv, Sumy, Kharkiv, dan Mariupol.
"Mengingat situasi kemanusiaan yang memburuk, Rusia akan menerapkan gencatan senjata mulai pukul 10 pagi waktu Moskow pada 9 Maret dan siap untuk menyediakan koridor kemanusiaan," kata Mizintsev.
Upaya ini kembali dilakukan setelah beberapa kali rencana yang sama telah gagal dijalankan.
Diharapkan, koridor kemanusiaan kali ini berhasil mengamankan pengungsi ke wilayah yang lebih baik.
Namun belum pasti ke mana jalur koridor kemanan tersebut mengarah.
Mengingat sebelumnya, Kiev sempat menolak rute koridor keamanan yang ditawarkan lantaran rute tersebut justru akan membawa pengungsi ke Belarus dan Rusia.
Pemerintah Ukraina mengkhawatirkan keselamatan para pengungsi dan kemungkinan masyarakat sipil tersebut akan menjadi tawanan perang.
Di sisi lain, Putin diprediksi dapat meningkatkan intensitas serangan di Ukraina.
Direktur Intelijen Nasional AS, Avril Haines, mengatakan pada sidang Dewan Perwakilan Rakyat, bahwa sanksi internasional yang dikenakan, tak akan menghalangi keinginan Putin.
Putin juga tidak akan putus asa meski kini pasukannya dinilai gagal menjalankan rencana cepat penaklukan Ukraina.
Pasalnya, hingga saat ini, Rusia terbukti belum bisa merebut Kiev, pun menguasai daerah-daerah penting di Ukraina.
Baca juga: Putin Diisukan Menderita Kanker Ganas, Jadi Alasan Buru-buru Kerahkan Militer Rusia Invasi Ukraina
Baca juga: Hanya Berbekal Nomor Telepon, Bocah 11 Tahun Mengungsi Sendirian dari Ukraina ke Slovakia
Tuding Ukraina Terapkan Taktik Provokasi
Pemerintah Rusia mengungkapkan ada taktik provokasi yang dipakai oleh batalion nasionalis Ukraina.
Taktik ini melibatkan warga sipil yang tak bersalah lalu menyalahkan prajurit militer Rusia atas kondisi yang terjadi.
Informasi ini disampaikan oleh representasi permanen Rusia di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Vasily Nebenzya saat menghadiri majelis umum darurat PBB membahas Ukraina pada Rabu (2/3/2022).
Dikutip dari Tass Russian News Agency, Nebenzya mencurigai nasionalis Ukraina menggunakan warga sipil sebagai tawanan.
"Di beberapa kota di Ukraina, penduduk di sana diguanakan sebagai tameng," ujar Nebenzya.
Nebenzya menjelaskan bagaimana angkatan bersenjata Ukraina tidak memperbolehkan warga sipil untuk meninggalkan kota termasuk perempuan dan anak-anak.
"Mereka juga memaksa membawa pulang warga sipil yang telah meninggalkan kota," ungkap Nebenzya.
"Kami juga menyadari provokoasi yang direncanakan oleh batalion nasionalis, yang mana mereka mengeksploitasi warga sipil dalam rangka untuk menyalahkan prajurit militer Rusia," pungkasnya.
Dimulai pada Kamis (24/2/2022), operasi militer spesial yang diluncurkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin kini telah memasuki hari ke tujuh pada Rabu (3/3/2022).
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mencatat, per Senin (1/3/2022) terdapat 227 warga sipil Ukraina yang terbunuh dalam invasi.
Sedangkan 525 warga lainnya mengalami luka-luka.
Dikutip dari Sky News, warga sipil tewas karena senjata yang menyebabkan ledakan.
Beberapa contoh dari senjata tersebut adalah peluru dari artileri, sistem peluncur roket hingga serangan udara.
PBB turut menyatakan bahwa jumlah korban jiwa dapat lebih tinggi dari perkiraan karena keterlambatan laporan.
Penasihat Presiden Ukraina melaporkan ada dua ribu warga sipil Ukraina yang tewas sejak invasi Rusia dimulai.
Sementara itu, kini Rusia dicurigai oleh jaksa dari International Criminal Court (ICC) telah melakukan kejahatan perang saat melakukan operasi militer di Ukraina.
Dikutip dari RT.com, juru bicara pemerintah Rusia, Dmitry Peskov kemudian menjawab pertanyaan jurnalis pada Selasa (1/3/2022) terkait kecurigaan jaksa ICC.
Dugaan Rusia melakukan kejahatan perang sebelumnya dilaporkan oleh pemerintah Ukraina.
Peskov tegas membantah Rusia melakukan kejahatan perang di Ukraina.
Ia juga membantah kabar pasukan Rusia telah memakai senjata yang dilarang seperti peluru cluster dan senjata thermobaric di Ukraina.
Peskov turut menegaskan soal pasukan militer Rusia yang tidak pernah mengincar warga sipil.
"Pasukan Rusia tidak menyerang warga sipil atau perumahan penduduk," ujar Peskov.
Peskov turut mengomentari bagaimana Amerika Serikat mengompori negara-negara lain untuk memberikan sanksi terhadap Rusia.(TribunWow.com/Via/Anung)