Konflik Rusia Vs Ukraina
Putin Terang-terangan Ungkap Ketakutannya terhadap Potensi Ukraina, Jadi Dasar Utama Agresi Rusia
Presiden Rusia Vladimir Putin menuturkan alasan utamanya melakukan agresi militer ke Ukraina.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Presiden Rusia Vladimir Putin menuturkan alasan utamanya melakukan agresi militer ke Ukraina.
Presiden 67 tahun itu mengklaim melakukan invasi untuk mengejar demiliterisasi, denazifikasi, dan netralitas mutlak Rusia.
Rupanya, ia merasa terancam dengan potensi Ukraina untuk membangun senjata nuklir dan kedekatan negara pimpinan Presiden Volodymyr Zelensky itu dengan pihak sekutu.

Baca juga: AS akan Kirim Jet Tempur ke Ukraina, Klaim NATO Beri Sinyal Positif Bantu Kiev Lawan Invasi Rusia
Baca juga: Rudal Rusia Luluh Lantakkan Bandara Vinnytsia Ukraina, Zelensky pada NATO: Kami Dibunuh Pelan-pelan
Dilansir media berbahasa Rusia, Ria Novosti, Sabtu (5/3/2022), Putin mengadakan pertemuan dengan para wanita awak penerbangan maskapai Rusia Aeroflot.
Pertemuan itu digelar sebagai bentuk penghargaan untuk perayaan hari wanita internasional.
Selama pertemuan itu Putin ditanyai tentang tujuannya melaksanakan operasi militer di Ukraina.
"Saya mengatakan ini di awal operasi dan berbicara sebelum keputusan ini dibuat. Keputusan yang sulit, tanpa keraguan," ungkap Putin.
Namun, Putin menekankan bahwa hal tersebut perlu dilakukan lantaran kapasitas dan kapabilitas Ukraina untuk membuat senjata nuklir.
“Sekarang mereka berbicara tentang memperoleh status nuklir. Artinya memperoleh senjata nuklir. Kita tidak bisa mengabaikan hal-hal seperti itu. Terutama karena kita tahu bagaimana Barat berperilaku terhadap Rusia," ujar Putin.
Diketahui, Ukraina telah melakukan pengembangan nuklir semenjak masih menjadi satu bagian dari Uni Soviet.
Putin mengatakan Kiev memiliki sarana dan prasarana untuk memproduksi peluru kendali.
Karenanya, ia menilai akan sangat berbahaya jika pihak Barat mengencangkan cengkeramannya ke Ukraina.
Putin merujuk pada Perusahaan Yuzhmash milik Ukraina yang membuat pesawat ruang angkasa, perlengkapan dan peluncur roket, serta sejumlah produk industri lain.
Perusahaan yang dulunya bernama Plant-586 itu, sempat difokuskan untuk mendesain dan mengembangkan produksi rudal balistik pada jama Uni Soviet.
"Mereka akan membangun dan melakukannya. Dan mereka (Barat) juga akan membantu melakukannya dari seberang lautan," tuding Putin.
"Satu Yuzhmash nilainya tinggi, karena perusahaan itu mendesain dan membuat peluru kendali balistik antarbenua untuk Uni Soviet. Mereka akan mengembangkan dan melakukannya.”
Meski tampaknya invasi kini mengalami keterlambatan, Putin yakin bisa menyelesaikan misinya dengan baik.
"Kami memiliki kekuatan dan sarana yang cukup untuk menyelesaikan tugas-tugas ini yang kami tetapkan sendiri dengan bantuan tentara profesional," tegas Putin.
Sebagai informasi, Rusia telah melancarkan serangan yang disebut dengan istilah operasi militer ke Ukraina, Kamis (24/3/2022).
Putin menyebut tujuan operasi tersebut adalah perlindungan pada orang-orang yang telah menjadi sasaran intimidasi dan genosida oleh rezim Kiev selama delapan tahun.
Ia mengatakan upaya tersebut dilakukan untuk demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina, serta mengadili semua penjahat perang yang bertanggung jawab atas kejahatan berdarah terhadap warga sipil di Donbas.
Baca juga: Sosok 2 Master Perang Putin, Ahli Militer dan Konspirasi yang Pimpin Invasi Rusia ke Ukraina
Baca juga: Presiden Ukraina Zelensky Vs Presiden Rusia Putin, Mantan Komedian dan Eks KGB, Siapa Lebih Unggul?
Isu Rusia akan Invasi Moldova
Negara tetangga Ukraina, Moldova, resmi mendaftarkan diri sebagai anggota Uni Eropa (EU).
Setelah sebelumnya sekutu Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Belarusia Alexander Lukashenko terlihat menyiarkan rencana invasi ke negara tersebut.
Beredar kabar bahwa hal ini merupakan implementasi obsesi Putin untuk kembali mengibarkan bendera Uni Soviet.
Dilansir Aljazeera, Kamis (3/3/2022), pengajuan Moldova untuk menjadi anggota EU didaftarkan setelah sepekan invasi Rusia ke Ukraina.
Presiden Moldova, Maia Sandu, mengumumkan peresmian tersebut dan menjelaskan alasan di balik keputusannya.
"Kami ingin hidup dalam perdamaian kesejahteraan, dan menjadi bagian dari dunia yang merdeka," kata Maia Sandu.
"Saat sejumlah keputusan memerlukan waktu, yang lain harus dibuat secara cepat dan tepat, dan memanfaatkan kesempatan yang datang dengan perubahan dunia."
Bekas jajahan republik Uni Soviet yang berbatasan dengan Ukraina dan Rumania itu, rentan menjadi sasaran lantaran berbatasan langsung dengan wilayah yang diserang Rusia.
Tak hanya Moldova, negara tetangga Georgia yang merupakan eks Republik Uni Soviet, juga memiliki kekhawatiran serupa.
Bahkan, Georgia sudah lebih dulu mendaftarkan negaranya daripada Moldova.
Ketakutan menjalar setelah Rusia menginvasi Ukraina sejak Kamis (24/2/2022).
Apalagi, belum lama ini beredar video Presiden Belarusia ketika mengadakan rapat militer bersama jajarannya.
Dilansir nypost, Kamis (3/3/2022), dalam video tersebut, Alexander Lukashenko terlihat berdiri di depan sebuah peta komando pertempuran.
Ia menunjukkan serangan yang tampaknya direncanakan dari Ukraina selatan ke Moldova.
Peta tersebut membagi Ukraina menjadi empat bagian, di mana garis serangan yang disorot telah dilakukan oleh Rusia.
Wartawan Belarusia, Tadeusz Giczan, mencatat adanya rencana serangan ke Transnistria yang merupakan wilayah pecahan Moldova melalui pelabuhan Ukraina di Odessa.
Adapun awal tahun ini, intelijen militer Ukraina sempat memperingatkan bahwa Rusia merencanakan operasi bendera palsu di Moldova sebagai dalih untuk intervensi militer di Transnistria, yang dikendalikan oleh separatis pro-Rusia.(TribunWow.com/Via)