Konflik Rusia Vs Ukraina
Reputasi China Dipertaruhkan, Disebut Tahu Rencana Rusia Invasi Ukraina hingga Bertukar Info Rahasia
China membantah kabar bahwa pihaknya mengetahui soal rencana invasi Rusia ke Ukraina.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Atri Wahyu Mukti
TRIBUNWOW.COM - China membantah kabar bahwa pihaknya mengetahui soal rencana invasi Rusia ke Ukraina.
Apalagi terkait kabar China meminta serangan Presiden Rusia Vladimir Putin tersebut ditunda hingga Olimpiade Musim Dingin selesai.
Namun sejumlah sumber menuding China memiliki sejumlah informasi rahasia mengenai invasi tersebut.

Baca juga: Cerita Warga Ukraina yang Mengungsi akibat Invasi Rusia: Situasi Menyedihkan, Tak Ada Belas Kasihan
Baca juga: Ramai-ramai Menyerah, Tentara Rusia Akui Ditipu, Mengira akan Disambut Rakyat Ukraina dengan Bunga
Dikutip TribunWow.com dari The Guardian, Sabtu (5/3/2022), juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, memberikan keterangan.
Ia merujuk pada artikel yang diunggah New York Times, berisi klaim bahwa China sudah mengetahui rencana Rusia sejak awal.
"Retorika semacam ini dilakukan untuk mengalihkan perhatian dan kesalahan, dengan cara yang benar-benar tercela," kata Wang Wenbin.
Di sisi lain, Rusia melancarkan serangannya ke Ukraina pada Kamis (24/2/2022), empat hari setelah Olimpiade China tersebut berakhir.
Sementara pada Senin (21/2/2022), tepat saat Olimpiade itu selesai, Putin mengakui kemerdekaan wilayah Donbas yang dikuasai separatis di Ukraina timur.
Namun, Wang Wenbin lagi-lagi menyalahkan ekspansi NATO ke arah timur dan sikap pemerintah AS terhadap keanggotaan NATO di Ukraina.
Hal inilah yang diklaim mengakibatkan memburuknya hubungan Ukraina dengan Rusia.
"Hanya mereka yang memulai masalah yang bisa mengakhirinya," ujar Wang Wenbin.
Sementara itu, New York Times menerbitkan artikel yang merujuk pada administrasi Presiden AS Joe Biden yang mengutip laporan intelejen.
Dikatakan bahwa pejabat China meminta Rusia untuk menunda invasi tersebut hingga hasil kejuaraan Olimpiade Musim Dingin diumumkan.
Pertemuan itu sangatlah dirahasiakan, dan belum jelas apakah Xi Jinping dan Putin bertemu langsung pada awal Februari, atau melalui cara lain.
Pejabat senior China disebut mengetahui informasi penyerangan tersebut hingga batas-batas tertentu.
Selain New York Times, Reuters juga melaporkan klaim serupa dari sumber berbeda.
Sebuah sumber yang mengetahui urusan tersebut, membenarkan bahwa China mengajukan permintaan penundaan pada Rusia.
Namun, sumber yang tak mau disebutkan identitasnya itu menolak memberikan rincian lebih lanjut.
Lagi-lagi, hal ini dibantah oleh juru bicara kedutaan besar China di Washington, Liu Pengyu.
"Itu adalah spekulasi tanpa dasar yang dimaksudkan untuk menyalahkan dan mencoreng China," tandas Liu Pengyu.
Baca juga: Sindir Putin, Zelensky Tantang Bertemu Selesaikan Konflik Rusia dan Ukraina: Aku Tidak Menggigit
Baca juga: Putin Umumkan Bayaran Tentara Rusia yang Ikut Invasi Ukraina, Ini Kompensasi untuk Korban Tewas
China Ungkap Cara Selesaikan Konflik Rusia-Ukraina
Dimulai pada Kamis (24/2/2022), operasi militer spesial yang dilakukan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin di Ukraina masih terus berlangsung hingga Rabu (2/3/2022).
Ukraina dan Rusia sendiri sempat melakukan diskusi membicarakan perdamaian pada Senin (28/2/2022) namun belum ada hasil pasti.
Pemerintah China menganjurkan agar petinggi pemerintah Rusia dan Ukraina bisa duduk bersama untuk melakukan negosiasi.
Dikutip dari RT.com, pernyataan ini disampaikan oleh representatif permanen China di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Zhang Jun.
"Hal yang paling penting saat ini adalah kembali ke jalur diplomasi negosiasi dan membuat penyelesaian secara politik sesegera mungkin untuk meredakan situasi," terangnya.
"China mendukung dialog langsung dan negosiasi antara Rusia dan Ukraina," jelas Zhang.
Zhang menegaskan komunitas internasional harus memprioritaskan stabilitas, keamanan regional, serta keamanan universal untuk semuanya.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri China menyatakan menentang penggunaan sanksi sepihak pada Rusia untuk menyelesaikan krisis di Ukraina.
Kekuatan Barat telah mengumumkan serangkaian tindakan hukuman, termasuk terhadap ekonomi Rusia dan sektor perbankannya.
Disebutkan bahwa sanksi tersebut justru akan memperumit masalah dan menjauhkan dari upaya damai antara Rusia dan Ukraina.
Dikutip TribunWow.com dari rt.com (russia today), Selasa (1/3/2022), hal ini disampaikan juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin.
Pada jumpa pers reguler, ia mengatakan bahwa sanksi tidak akan menyelesaikan masalah tetapi justru menciptakan masalah baru.
Dia mengklaim bahwa sanksi akan mengganggu proses mencapai gencatan senjata dan kesepakatan politik untuk mengakhiri konflik.
"China tidak mendukung penggunaan sanksi untuk menyelesaikan masalah dan bahkan lebih menentang sanksi sepihak yang tidak memiliki dasar hukum internasional," kata Wang.
Adapun negara-negara dunia telah memberlakukan sanksi tegas terhadap Rusia.
Hal ini membuat nilai tukar mata uang Rusia, rubel, ke terjun bebas hingga lebih dari 30 %.
Pihak NATO juga telah setuju untuk memotong akses sejumlah bank Rusia dari sistem keuangan SWIFT.
Hal ini menyebabkan bank di negara Rusia tak bisa melakukan transaksi keuangan internasional.
Sehingga, sejumlah aset milik bank tersebut yang ada di luar negeri, dibekukan dan tak bisa untuk ditarik.
Hal ini menyebabkan terjadi kepanikan di dalam negara Rusia sendiri.
Terlihat dari antrean panjang warga Rusia yang berbondong-bondong menarik simpanannya dari bank-bank yang digunakan.
Dikhawatirkan adanya pembatasan akses ke SWIFT akan berdampak juga pada pembekuan aset nasabah dan pembatasan penarikan uang. (TribunWow.com/Via/Anung)