Konflik Rusia Vs Ukraina
Ungkit Permintaan Putin, Korea Utara Salahkan AS atas Konflik antara Ukraina Vs Rusia
Seorang pejabat Kemenlu Korea Utara menjelaskan mengapa Amerika Serikat patut disalahkan atas konflik yang terjadi di Ukraina.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Presiden Rusia Vladimir Putin pada Kamis (24/2/2022) mengumumkan dimulainya operasi militer spesial di Ukraina yang bertujuan untuk membantu kemerdekaan masyarakat Republik Donbass.
Putin juga berdalih operasi militer yang ia lakukan hanya menyasar fasilitas militer dan kombatan demi melakukan demiliterisasi dan denazifikasi di Ukraina.
Invasi yang hingga Selasa (1/3/2022) ini masih terjadi, menurut Korea Utara (Korut) semua adalah salah Amerika Serikat dan negara-negara barat lainnya.

Baca juga: Ratusan Warga Inggris Sukarela Ikut Perang di Ukraina, Ada yang Siap Mati karena Hidup Sendirian
Baca juga: Kedutaan Ukraina Sempat Ajak Warga Israel Datang Ikut Perang Lawan Rusia
Seorang pejabat dari Kementerian Luar Negeri Korut menilai konflik terjadi gara-gara AS dan negara barat tidak mendengarkan permintaan Putin terkait kepentingan keamanan Rusia.
Informasi ini disampaikan oleh media massa yang dimiliki pemerintah Rusia, Tass Russian News Agency, Senin (28/1/2022).
"Krisis yang terjadi di Ukraina berakar dari kebijakan hegemoni oleh AS dan negara barat, yang mana bertindak dengan sengaja dan sewenang-wenang terhadap negara lain," ungkap seorang diplomat Korut ke Korean Central News Agency.
Diplomat Korut itu kemudian menyoroti bagaimana AS dan negara-negara barat telah memperbanyak keberadaan senjata-senjata ofensif dan pengaruh NATO di timur.
Menurut analisis diplomat Korut tersebut, permintaan Putin terkait isu keamanan sudah masuk akal namun diabaikan.
Seperti yang diketahui, Putin sempat memperingatkan agar NATO tidak melakukan ekspansi lebih jauh ke timur.
Putin juga menolak keras jika Ukraina bergabung dengan NATO.
Kemudian diplomat Korut itu mengungkit peran negara-negara barat dalam konflik yang terjadi di Afghanistan, Libya, dan Irak.
Sebelumnya, selama lima jam perwakilan Ukraina dan Rusia telah berdiskusi membicarakan operasi militer spesial yang dilakukan oleh Presiden Vladimir Putin.
Diskusi yang digelar pada Senin (28/2/2022) bertempat di Belarus.
Media asal Rusia yakni RT.com menjelaskan, Ukraina dan Rusia telah mencapai kesepakatan dalam sejumlah hal.
Diskusi antara kedua belah pihak diketahui akan dilanjutkan di lain kesempatan.
Topik diskusi yang dibicarakan pada Senin kemarin adalah gencatan senjata di Ukraina.
Penasihat Presiden Ukraina, Mykhailo Podolyak menyebut sudah ada beberapa solusi yang disorot.
"Beberapa solusi tertentu telah digarisbawahi," jelas Podolyak.
Sementara itu Ajudan Presiden Putin, Vladimir Medinsky menyebut sudah ada beberapa poin yang dapat dipenuhi oleh kedua belah pihak.
Perwakilan dari Ukraina yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan Ukraina, Alexey Reznikov telah meminta agar segera dilakukan gencatan senjata dan meminta Rusia menarik pasukan militernya.
Di sisi lain berdasarkan media Sky News yang berbasis di Inggris, diskusi antara Ukraina dan Rusia di Belarus berlangsung sulit karena pihak Rusia yang bias.
"Pihak Rusia sayangnya masih memiliki pandangan yang bias terkait proses destruktif yang mereka lakukan," terang Podolyak.
Rencana Putin Menang pada 2 Maret
Diketahui Presiden Rusia Vladimir Putin berencana memenangkan invasi atas Ukraina dalam waktu enam hari.
Seperti yang diketahui, Putin mengumumkan operasi militer spesial pada Kamis (24/2/2022) dan berencana mengakhirinya dengan kemenangan pada tanggal 2 Maret mendatang.
Informasi ini disampaikan oleh Andrei Fedorov selaku mantan deputi Kementerian Luar Negeri Rusia.
Baca juga: Media Rusia Beritakan Ukraina Pakai Narapidana Pembunuh untuk Pasukan Tambahan
Baca juga: Rusia Klaim Beredar Video Tentaranya Disiksa Secara Sadis oleh Prajurit Ukraina
Dikutip dari Aljazeera.com, Minggu (27/2/2022), Fedorov berharap Ukraina dan Rusia menyelesaikan konflik lewat jalur dialog.
"Saya mengetahui seperti apa posisi teman-teman saya di Kyiv dan pimpinan Ukraina. Mereka siap untuk duduk dan berdisuksi tetapi tanpa ada syarat tertentu," jelas Fedorov.
Pada Senin (28/2/2022) ini Ukraina dan Rusia dijadwalkan mengadakan pertemuan di Belarus.
Fedorov juga mengomentari soal sanksi yang diberikan oleh sejumlah negara kepada Rusia.
Menurut keterangan Fedorov, sanksi tersebut berdampak lebih besar dibandingkan perkiraan Rusia.
"Mereka (pemerintah Rusia) selalu berpikir mereka adalah negara besar, negara hebat. Berperan sebagai pemasok gas dan minyak. Mereka berpikir tidak akan pernah dikenakan sanksi. Inilah realitanya sekarang, dan ini menyebabkan banyak masalah di Rusia," ungkap Fedorov. (TribunWow.com/Anung)