Terkini Daerah
Ada Perbedaan Hasil Visum terhadap 3 Anak Korban Rudapaksa di Luwu Timur, Ini Sikap Polisi
Terungkap fakta terbaru kasus rudapaksa anak di bawah umur oleh ayah kandungnya di Luwu Timur, polisi temukan adanya perbedaan hasil visum.
Penulis: Rilo Pambudi
Editor: Lailatun Niqmah
Tim dokter yang menangani menemukan dugaan adanya peradangan di alat kelamin korban.
"Tim melakukan interview terhadap dokter Imelda, spesialis anak di RS Sorowako yang melakukan pemeriksaan pada 31 Oktober 2019. Tim melakukan interview pada tanggal 11 Oktober 2021, dan didapati keterangan bahwa terjadi peradangan di sekitar vagina dan dubur," ungkapnya.
"Sehingga, ketika dilihat ada peradangan pada vagina dan dubur, diberikan antibiotik dan parasetamol obat nyeri," sambungnya.
Baca juga: Plt Gubernur Sulsel Merespons Kasus Viral Ayah di Lutim Rudapaksa 3 Anaknya, Minta Polisi Begini
Selain itu, Rusdi menambahkan hasil visum itu juga menunjukkan bahwa dokter meminta korban untuk memeriksa kembali ke dokter spesialis kandungan.
"Hasil interview disarankan kepada orang tua korban dan juga ke tim supervisi agar dilakukan pemeriksaan lanjutan pada dokter spesialis kandungan."
"Ini masukan dari dokter Imelda untuk dapat memastikan perkara tersebut," katanya.
Sebagai informasi, ibu korban yang berinisial RS melaporkan rudapaksa yang dialami ketiga anaknya yang masih di bawah 10 tahun.
Terduga pelaku adalah mantan suaminya atau ayah kandung mereka sendiri.
Terduga pelaku merupakan seorang aparatur sipil negara (ASN) yang punya posisi di kantor pemerintahan daerah Luwu Timur.
Kejanggalan Penghentian Kasus
Cerita ibu yang memperjuangkan kejelasan hukum atas kasus ketiga anaknya yang menjadi korban pelecehan seksual oleh ayah kandungnya sendiri baru-baru ini viral di media sosial.
Kasus tersebut ramai menjadi sorotan dan viral di berbagai medsos setelah diulas lagi oleh Project Multatuli pada Rabu (6/10/2021),
Dugaan rudapaksa kepada tiga anak kandung itu ternyata sudah ditangani oleh di Polres Luwu Timur pada Oktober 2019 lalu.
Namun, baru dua bulan proses penyelidikannya berjalan, polisi justru menghentikan kasusnya dengan alasan tidak cukup bukti.
Oleh sebab itu, kasus tersebut kemudian diungkap oleh media Project Multatuli hingga menjadi trending topic di media sosial Twitter.