Breaking News:

Terkini Daerah

LBH Ungkap Kejanggalan Penghentian Kasus Rudapaksa di Luwu Timur, Pelapor Dianggap Ganguan Jiwa?

Penghentian kasus rudapaksa yang dilakukan seorang ayah di Luwu Timur terhadap 3 anaknya dianggap penuh kejanggalan.

Penulis: Rilo Pambudi
Editor: Lailatun Niqmah
Istimewa via Tribunnews.com
Ilustrasi pemerkosaan terhadap anak di bawah umur di Luwu Timur. LBH Makassar dampingi kasus viral dugaan rudapaksa yang dilakukan ayah terhadap 3 anaknya yang sudah dihentikan penyidik sejak 2019, Jumat (8/9/2021). 

TRIBUNWOW.COM - Penerbitan Surat Pernyataan Penghentian Penyidikan (SP3) kasus rudapaksa tiga anak di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan dianggap janggal.

Hal itu disampaikan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar.

Dilansir TribunWow.com, kasus dugaan pencabulan yang dilakukan seorang ayah terhadap 3 anaknya di Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, kini kembali viral menjadi sorotan.

Kasus tersebut sempat dilaporkan pada Oktober 2019 oleh ibu korban.

Baca juga: Kasus Dugaan ASN Luwu Timur Rudapaksa 3 Anaknya Viral Kembali, Polda Sulsel: Kok Diungkit Sekarang?

Namun, hanya dua bulan saja tepatnya pada 5 Desember 2019 kasus tersebut dihentikan oleh penyidik karena dianggap kurang bukti.

Pihak Pendamping Hukum LBH Makassar, Rizky Pratiwi menegaskan, kasus dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur itu harus tetap dilanjutkan.

Pasalnya, perjalanan singkat kasus dianggap terlalu singkat dan prematur.

"Sangat prematur, dua bulan setelah dilaporkan langsung dibuatkan adminstrasi penghentian penyelidikan," ujar Rizky Pratiwi dikutip dari Tribun-Timur.com, Jumat (8/10/2021).

P2TP2A Dianggap Tidak Berpihak pada Korban

Ibu korban, LI, melaporkan kasus yang menimpa 3 anaknya pada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Luwu Timur.

Namun, aduan dugaan tindak asusila itu dianggap tidak mendapatkan layanan yang semestinya.

"Bahkan, kami menduga ada maladministrasi," kata Rezky Pratiwi.

Baca juga: Ayah di Karawang Rudapaksa Anak Kandungnya saat Tertidur, Korban Tak Sadar Sudah Diikat saat Bangun

Baca juga: Kaki dan Tangan Diikat, Remaja Ini Ternyata Dirudapaksa Ayah Kandung, Diminta Jatah 2 Kali Seminggu

Dugaan itu bukan tanpa sebab. Pasalnya, ketiga korban anak dipertemukan langsung dengan terlapor, sang ayah.

"Pendampingan dari P2TP2A Lutim kami anggap berpihak (kepada terlapor). Sehingga hasil assessmennya pun tidak objektif," ujarnya.

Hasil assessment itu, pun digunakan polisi untuk menghentikan penyelidikan kasus.

"Sayangnya asesmen P2TP2A Luwu Timur dipakai oleh penyidik sebagai bahan juga untuk menghentikan penyelidikan," beber Tiwi sapaan Rizky Pratiwi.

Berbanding Terbalik Pemeriksaan Psikolog

Dugaan hasil assessmen kurang objektif P2TP2A Luwu Timur dikuatkan oleh hasil pemeriksaan Psikolog di Kota Makassar.

"Hasil assessmen justru mengatakan sebaliknya," kata Tiwi sapaan Rizky Pratiwi.

Tiwi mengatakan, para anak yang menjadi korban menjelaskan secara gamblang ke Psikolog kasus rudapaksa yang dialaminya.

"Bahwa terjadi kekerasan seksual yang dilakukan bapaknya. Bahkan ada pelaku lain yang melakukan kekerasan seksual kepada tiga anak," ungkap Tiwi.

Ketiga korban sempat menceritakan hal yang sama terkait perlakuan ayah ke psikolog.

"Bahkan, yang paling kecil bisa memperagakan juga bagaimana itu bisa dilakukan," ucapnya.

Baca juga: Pernah Hamili Anak Kandungnya hingga Melahirkan, Kakek 66 Tahun Ini Rudapaksa Cucu Darah Dagingnya

Dugaan Delegitimasi Penyidik

Lebih lanjut, LBH mengendus dugaan adanya upaya delegitimasi penyidik.

Pasalnya, sang ibu selaku pelapor justru sempat diperiksakan kejiwaan ke psikiater dalam waktu yang singkat.

"Pemeriksaan itu sangat singkat, cuman 15 menit, tau-tau (pelapor) dinyatakan punya wahab (gangguan)," terang Tiwi.

Sementara kata dia, acuan pemeriksaan kejiwaan dalam proses hukum terdapat beberapa tahapan.

Salah satunya, harus ada tim yang terlibat. Tidak hanya dua dokter psikiater.

"Kami menduga ada upaya deligitimasi pelapor dengan memeriksakannya ke sikiater," terangnya.

Penyelidikan Terburu-buru

Sebelumnya, penerbitan SP3 dilakukan Polisi karena kasus tersebut dianggap minim bukti.

Namun, LBH menyoroti hal tersebut tak lain karena penyidikan yang terlalu singkat dan tidak berpihak pada korban.

"Kalau penyidik mengatakan tidak cukup alat bukti, ya, karena memang prosesnya sangat cepat, tidak digali baik-baik," kata Tiwi.

Semestinya, penyidik harus membuka perkara itu secara terang benderang.

Yaitu dengan mengali bukti sedalam mungkin, dan juga memeriksa saksi lain.

"Kami juga sudah memasukkan dokumen-dokumen argumentasi kami di Polda Sulsel pada bulan Maret 2020," tegas Tiwi.

Respons Mabes Polri

Menanggapi kasus tersebut, Mabes Polri mengaku siap membantu penyelidikan.

Pihak Polri mengaku siap untuk melanjutkan kasus ini, meski penyidikannya sudah dihentikan oleh Polres Luwu Timur.

Dikutip dari Tribunnews.com, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono menyampaikan kasus tersebut masih belum final.

Rusdi mengatakan, penyidik Polri masih bisa melanjutkan penyelidikan jika menemukan bukti baru adanya tindak pencabulan.

"Apabila kita bicara tentang penghentian penyidikan, itu bukan berarti semua sudah final."

"Apabila memang dalam proses berjalannya ada ditemukan bukti yang baru, maka tidak menutup kemungkinan penyidikannya akan dibuka kembali," kata Rusdi di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (7/10/2021).

Rusdi juga membenarkan bahwa kasus pencabulan tersebut sudah dihentikan penyidikannya oleh penyidik Polres Luwu Timur pada 2019 lalu setelah dilakukan gelar perkara.

Rusdi menuturkan, dugaan kasus pencabulan itu dihentikan karena dianggap tidak cukup bukti.

Polri sendiri, mengaku bersedia jika memang nantinya ada bukti baru akan membuat penyidikan kasus tersebut.

"Apabila ditemukan bukti-bukti baru. Apabila ditemukan bukti-bukti baru bisa dilakukan penyidikan kembali."

"Tapi sampai saat ini memang telah dikeluarkan surat perintah untuk penghentian penyidikan kasus tersebut."

"Karena apa? Karena penyidik gak temukan cukup bukti bahwa terjadi tipid pencabulan," tukasnya.

Diketahui, curhatan seorang ibu rumah di Luwu Timur terkait kasus pencabulan yang dialami ketiga anaknya ramai di Twitter.

Perhatian bublik muncul lagi ketika artikel Project Multatuli di situs projectmultatuli.org memunculkan reportase berjudul Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi. Polisi Menghentikan Penyelidikan.

Tercatat ada 6.004 Tweet yang menyinggung kasus itu.

Bahkan beberapa pengguna, Twitter menandai akun @DivHumas_Polri dan @KomnasPerempuan. (TribunWow.com/Rilo)

Baca artikel lainnya

Artikel ini diolah dari Tribun-Timur.com dengan judul Berikut Kejanggalan Penghentian Kasus Ayah Rudapaksa 3 Anaknya di Luwu Timur dan di Tribunnews.com dengan judul Mabes Polri Siap Buka Kembali Penyelidikan Kasus Tiga Anak Dinodai Ayah Kandung di Luwu Timur

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Ayah Rudapaksa AnakrudapaksaBerita ViralLuwu TimurLembaga Bantuan Hukum (LBH)
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved