Wacana Presiden 3 Periode
Gerindra Sambangi Kantor PDIP, M Qodari: Tanda-tanda Peluang Terwujudnya Jokowi-Prabowo 2024
Isu wacana presiden 3 periode kembali menguat, setelah Partai Gerindra menyambangi kantor PDIP di antor Dewan Pimpinan Pusat PDIP di Menteng.
Editor: Mohamad Yoenus
TRIBUNWOW.COM - Isu wacana presiden 3 periode kembali menguat, setelah Partai Gerindra menyambangi kantor PDIP di antor Dewan Pimpinan Pusat PDIP, Jl Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (24/8/2021) siang.
Bahkan, Penasihat komunitas Jokowi-Prabowo (Jokpro) 2024, Muhammad Qodari menilai pertemuan tersebut adalah tanda-tanda bersatunya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketum Gerindra, Prabowo Subianto, di Pilpres 2024.
M Qodari juga menyoroti ucapan Sekjen Gerindra Ahmad Muzani yang menggambarkan kedekatan kedua partai besar di Tanah Air itu.
Baca juga: Didukung Relawan Maju 2024, Jawaban Singkat Ganjar Pranowo Buat Awak Media Tertawa
Apalagi saat ini tengah mencuat wacana amandemen terbatas UUD 1945, yang juga disebut terkait pertemuan tersebut.
"Pada dasarnya kami yang di Jokpro 2024, kami menangkap, percaya, dan baca (pertemuan Gerindra dengan PDIP, - red) sebagai tanda-tanda makin menguatnya peluang untuk terwujud Jokowi-Prabowo 2024," ujar Qodari, ketika dihubungi, Selasa (24/8/2021).
Direktur Eksekutif Indo Barometer itu melihat ada tiga hal penting yang terungkap dalam pertemuan tersebut.
Pertama, memiliki keterkaitan dengan wacana amandemen terbatas UUD 1945.
Sebab pertemuan ini dilaksanakan ketika wacana amandemen terbatas tengah menguat. Beberapa waktu belakangan wacana ini jadi perbincangan publik usai Ketua MPR RI Bambang Soesatyo membicarakannya dalam pidato di Sidang Tahunan MPR RI.
"Tentunya pertemuan siang tadi sangat menarik ya, karena dilaksanakan ketika wacana amandemen menguat. Jadi saya kira pertemuan itu sedikit banyak kemungkinan ada pengaruh atau kaitan dengan wacana amandemen," katanya.
Kedua, Qodari menyoroti kebersamaan Presiden Jokowi dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ketika pertemuan Gerindra dengan PDIP berlangsung. Dari pernyataan Muzani, diketahui Prabowo tengah mendampingi Jokowi melakukan kunjungan ke Kalimantan Timur.
"Saya kira walaupun secara teknis mungkin ini kebetulan bersama, tapi secara simbol menurut saya harus tetap dihitung ya," ujar Qodari.
Ketiga, dia melihat kesepakatan akan kerjasama ideologi yang ditekankan Gerindra dan PDIP harus digarisbawahi.
Kedua parpol ini sepakat menjaga Pancasila sebagai benteng ideologi negara; bekerjasama memupuk penguatan negara, persatuan dan kebhinekaan sebagai kekuatan rakyat dalam berbangsa dan bernegara.
Akan tetapi, lanjutnya, ada penegasan setelahnya yang menjadi perhatian, yakni bersepakat bahwa kerjasama tersebut dilanjutkan di DPR maupun MPR.
"Maksud dan tujuan Jokpro 2024 itu persis sama dengan apa yang disampaikan oleh PDIP dan Gerindra yaitu untuk menjaga Pancasila sebagai benteng ideologi negara. Jadi sudah sejalan. Ya mudah-mudahan menjadi suatu kenyataan. Amin," ujarnya.
Makna Celetukan Sekjen Gerindra bagi Jokpro
Sekjen Gerindra Ahmad Muzani sempat menyatakan betapa gembiranya jajarannya dapat bersilaturahmi dan menginjakkan kaki di Kantor DPP PDIP.
Sanjungan pun disampaikan Muzani terkait betapa bagus dan mewahnya kantor 'Banteng'.
Dalam kesempatan itu, ada pernyataan Muzani yang menjadi perhatian Qodari. Yakni harapan agar kunjungan Gerindra ke PDIP kali ini bukanlah untuk yang terakhir kalinya. Bahkan Muzani menyebut keinginan Gerindra untuk 'sering' berada di kantor DPP PDIP.
"Terus terang buat kami dan saya juga, inilah injakan kaki pertama kami di kantor DPP PDIP. Kami berharap ini bukanlah injakan kaki kami yang terakhir dan kami akan sering menginjakkan kaki di tempat ini bersama-sama," kata Muzani.
Qodari menyampaikan pernyataan itu mengindikasikan atau merupakan konfirmasi bahwa PDIP dan Partai Gerindra ini arah situasinya sudah kawin gantung. Koalisi keduanya di Pilpres 2024, lanjutnya, tak bisa disangsikan lagi.
"Artinya kedekatannya sudah sangat luar biasa. Mungkin istilah yang lebih sering dipahami masyarakat itu ibaratnya sudah tunangan. Jadi 2024 itulah hemat saya PDIP dan Gerindra itu pasti berkoalisi," kata Qodari.
Hanya memang keputusan siapa nantinya yang menjadi calon presiden dan calon wakil presiden dari Gerindra-PDIP masih harus menunggu konfirmasi.
Qodari berharap Jokowi-Prabowo yang jadi pilihan, akan tetapi itu sangat tergantung pada pembicaraan Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo Subianto.
"Tapi saya yakin bahwa keduanya pasti berkoalisi dalam Pilpres 2024 mendatang. Saya kira itu makna dari masih akan sering menginjakkan kaki dan bukan yang terakhir kali," jelasnya.
Baca juga: Respons Anies Baswedan saat Dipaksa Bahas Rencana Nyapres di Pilpres 2024: Tuntaskan Dulu Amanat
Wacana Jokowi-Prabowo Dinilai Hambat Regenerasi Pemimpin
Direktur Eksekutif Lingkaran Mardani Ray Rangkuti memiliki pendapat berbeda dengan Qodari. Menurutnya wacana duet Jokowi-Prabowo dinilai riskan bagi pihak-pihak yang terlibat, termasuk PDIP sendiri. Sebab regenerasi kepemimpinan di tubuh PDIP menjadi terhambat.
"Saya tidak melihat potensi Jokowi-Prabowo (terwujud). Itu agak riskan bagi semua kalangan. Termasuk bagi PDIP sendiri. Akan memacetkan regenerasi di tubuh PDIP," ujar Ray, ketika dihubungi.
Bahkan Ray menilik kemungkinan Gerindra juga akan menolak opsi tersebut. Karena itu akan menyebabkan kemungkinan Prabowo menjadi capres pupus. Padahal elektabilitas yang bersangkutan terbilang cukup tinggi dalam beberapa survei terakhir.
"Gerindra juga kemungkinan menolaknya. Dalam situasi dimana potensi Prabowo menjadi presiden terbuka luas, rasanya sulit memahami keputusan Prabowo (menerima) sebagai cawapres," katanya.
Sebaliknya, Ray menegaskan opsi Prabowo-Jokowi dimana Prabowo sebagai capres dan Jokowi selaku cawapres justru terbuka lebar. Langkah ini tidak dilarang oleh konstitusi, karenanya amandemen tidak diperlukan dalam opsi tersebut.
"Tidak menutup kemungkinan Prabowo- Jokowi, kemungkinan akan banyak yang menerimanya. Dan langkah ini tidak diatur alias tidak dilarang oleh konstitusi. Saya kira, skenario ini bisa terjadi. Itulah sebabnya jauh-jauh hari, PDIP mengikatkan kerjasama dengan Gerindra agar tidak ditinggalkan di tengah jalan," imbuh Ray.
Senada, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menyatakan wacana duet Jokowi-Prabowo di 2024 bakal sulit terwujud. Apalagi Jokowi sendiri sudah menyatakan penolakannya untuk maju kembali.
Di sisi lain, partai politik lainnya juga dipastikan akan menolak. Sebab mereka hendak mengajukan kader-kader mereka yang potensial.
"(Jokowi-Prabowo) Ini sulit. Selain Jokowi menyatakan tak bersedia maju kembali, partai-partai koalisi pasti menolak karena mereka punya kader sendiri yang juga layak maju. Golkar misalnya punya Airlangga Hartarto yang diwajibkan maju, PDIP ada Puan Maharani atau Ganjar Pranowo, PKB ada Cak Imin," kata Adi, ketika dihubungi.
Kendala lainnya, Adi menyebut wacana itu dapat diwujudkan hanya apabila amandemen terbatas UUD 1945 benar-benar dilakukan dan disetujui. Menurutnya perjuangan untuk melakukan amandemen konstitusi tak akan mudah.
"Menduetkan Jokowi-Prabowo itu seakan melawan sunnatullah alias melawan sesuatu yang tak mungkin. Sebab harus berdarah-darah dalam Amandemen UUD 1945 untuk mengubah jabatan presiden agar tiga periode," jelasnya.
Jokpro Optimis Amandemen UUD 1945 Terealisasi 2022
Wacana duet itu bermula ketika Direktur Eksekutif Indo Barometer sekaligus penasehat komunitas Jokpro 2024, Muhammad Qodari, mengenakan kaus bergambar dua tokoh politik itu saat hadir dalam program Mata Najwa, Kamis (18/3/2021).
Berlanjut, peresmian komunitas Jokpro 2024 pun dilakukan di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan (19/6/2021).
Qodari sendiri optimis amandemen UUD 1945 mengenai masa jabatan presiden menjadi tiga periode sangat mungkin dilakukan apabila syarat-syarat yang ditentukan dalam UUD RI 1945 terpenuhi. Apalagi kenyataan bahwa amandemen UUD 1945 sudah pernah dilakukan beberapa kali, yakni pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.
"Jadi kalau kita bicara kekuatan politik yang ada pada hari ini ya yang ada di parlemen, itu menurut saya sudah sangat mendekati syarat-syarat untuk peluang bisa terjadinya amandemen, begitu," ujar Qodari, Sabtu (13/8).
Selain itu besarnya koalisi pemerintahan di parlemen juga mendukung skenario tersebut terjadi. Dari 575 anggota DPR, sebanyak 427 di antaranya berasal dari koalisi pemerintah. Angka ini sudah lebih dari 50 persen plus satu, yang menjadi syarat kehadiran anggota dalam sidang pengesahan.
Bahkan, UU Omnibus Law yang berat saja, kata Qodari, bisa lolos di parlemen. "Kita udah melihat bagaimana perundang-undangan yang sulit misalnya seperti Omnibus Law segala macam kan disetujui begitu. Jadi saya melihat pekerjaan rumah kita itu ada di masyarakat," ujarnya.
Qodari memperkirakan target amandemen UUD 1945 terjadi sebelum dimulainya tahapan pemilu oleh KPU, yang diperkirakan akan terjadi sekitar pertengahan tahun depan.
"Tahapan pemilu itu akan dilaksanakan atau katakanlah dikibarkan benderanya itu pada pertengahan tahun depan, mungkin antara Juni atau Juli, nah kapan amandemennya? Ya kira-kira sebelum itu, supaya antara amandemen dengan tahapan pemilu ini dia tidak tabrakan juga mempermudah KPU,” kata Qodari.
Baca juga: Sebut PDIP dan Golkar Dukung Presiden 3 Periode, Jokpro 2024 Optimis: Partai Lain akan Bergabung
80 Juta Masyarakat Indonesia Diklaim Setujui Wacana Jokowi Tiga Periode
Qodari mengklaim 80 juta masyarakat Indonesia menyetujui wacana Presiden Jokowi tiga periode. Dia merujuk pada survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) dimana 52,9 persen masyarakat Indonesia masih menolak dan 40,2 persen menyetujui wacana tersebut.
"Ada 80 juta orang hari ini. Karena 40 persen dari responden survei itu, kalau diproyeksikan ke 200 juta masyarakat Indonesia, berarti 80 juta. Itu sudah setuju dengan gagasan Jokowi-Prabowo/Jokowi tiga periode," ujar Qodari, kepada Tribun Network, Kamis (24/6).
Persentase masyarakat yang setuju dengan wacana itu disebut terus mengalami peningkatan empat bulan terakhir. Survei Charta Politica pada bulan Maret menyebutkan masyarakat yang tahu gagasan ini sebesar 37 persen, yang setuju 13 persen, tidak setuju 61 persen.
Sementara survei Parameter Politik Indonesia belum lama ini, menyebutkan masyarakat yang tahu gagasan Jokowi-Prabowo sudah 53 persen, kemudian yang setuju sudah 27 persen, yang tidak setuju turun jadi 52 persen.
"Bayangkan yang tahu naik 16 persen, yang setuju naik 14 persen, yang tidak setuju turun 9 persen," kata Qodari. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha)
Berita terkait Wacana Presiden 3 Periode
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Gerindra Temui PDIP, Penasihat Jokpro: Semoga Jokowi-Prabowo 2024 Terwujud