Terkini Nasional
Ikut Pelatihan di Afghanistan, Ali Imron Sebut Teroris Asal Indonesia Jadi Guru untuk Negara Lain
Ali Imron menyebut teroris asal Indonesia dianggap sebagai pasukan khusus di Afghanistan dan menjadi guru bagi teroris asal negara lain.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Ali Imron adalah satu dari sekian banyak teroris asal Indonesia yang terlibat dalam kasus Bom Bali 1 pada tahun 2002 silam.
Sebanyak 202 orang tewas akibat tragedi tersebut.
Berdasarkan cerita Ali Imron, semasa dia mengikuti pelatihan di Afghanistan, teroris asal Indonesia menjadi guru bagi negara-negara lain.

Baca juga: Ngaku Taubat, Mantan Teroris Ali Imron soal Bom Bunuh Diri di Katedral Makassar: Aksi Pembalasan
Hal itu disampaikan oleh Ali Imron dalam acara YouTube Akbar Faizal Uncensored, Kamis (29/4/2021) malam.
Ali Imron bercerita, dulu dirinya sempat mengikuti pelatihan teroris yang bernama akademi militer mujahidin Afghanistan.
Ia bercerita tempat pelatihan itu khusus didirikan untuk teroris Afghanistan dan Jamaah Islamiyah Indonesia.
Di Afghanistan, Indonesia membawahi teroris dari Filipina dan Thailand.
"DI (Darul Islam -red) Indonesia ini membawahi yaitu mujahidin Moro sama Pattani," kata Ali Imron.
"Mereka ini mengikuti kami," ujarnya.
Ali Imron bercerita, satu dari sejumlah tersangka Bom Bali 1 yakni Mukhlas sempat mengaku malu sebelum mengeksekusi Bom Bali 1.
Rasa malu itu karena teroris asal Indonesia belum melakukan aksi di negara asal, padahal di Afghanistan, teroris asal Indonesia telah mengajari teroris-teroris dari negara lain.
Ali Imron menjelaskan, bahwa hal tersebut adalah nafsu, dan kini ia menjadikan hal tersebut sebagai contoh mengapa terorisme itu salah ketika melakukan deradikalisasi.
"Kita di sana (Afghanistan) kondang, semuanya orang Iran kita ajari, orang Iraq kita ajari," ungkapnya.
Bahkan Ali Imron mengibaratkan para teroris asal Indonesia layaknya pasukan khusus di Afghanistan karena menjadi guru bagi negara-negara lain.
"Akademi militer mujahidin Afghanistan itu punya kelebihan dibanding misalkan di sini AKABRI atau disebut AKMIL," kata Ali Imron.
"Kami seperti kalau di Indonesia itu Kopasus."
"Dari senjata paling kecil pistol, bolpen, sampai tank kami kuasai," sambungnya.
"Jadi Anda bisa menggunakan tank?" tanya Faisal Akbar selaku host acara.
"Bisa," jawab Ali Imron.
"Jadi kalau misalkan sekarang saya mau kabur, ada tank, saya steal (curi), saya gerakkan, bisa," pungkasnya.
Baca juga: Profil Munarman yang Ditangkap Densus 88, Mantan Aktivis Hukum hingga Viral Siram Teh saat Live TV
Simak videonya mulai menit ke-13.00:
Sebelumnya diberitakan, Garil menjadi satu di antara banyak keluarga yang menjadi korban terdampak tragedi Bom Bali I yang terjadi pada tahun 2002.
Aris Munandar, ayah Garil adalah korban dari bom yang menewaskan sebanyak 202 jiwa tersebut.
Beberapa tahun setelah tragedi mengerikan itu berlalu, Garil dipertemukan dengan Ali Imron yang menjadi pelaku di balik Bom Bali I.
Setelah mendengar curhatan dan kesedihan dari Garil, Ali Imron mengatakan dirinya sebagai pelaku justru merasa lebih tersiksa dibandingkan Garil yang kehilangan ayahnya akibat bom tersebut.
Dikutip TribunWow.com dari video unggahan kanal YouTube BBC News Indonesia, Senin (17/2/2020), mulanya Garil menceritakan arti kehadiran ayahnya dalam kehidupannya.
Berselang lama setelah kepergian ayahnya, Garil hingga kini masih belum bisa menerima bahwa sosok yang dicintainya tersebut tewas karena serangan bom.
Setiap kali ia melihat foto ayahandanya, dirinya masih tidak kuat menahan kesedihan yang begitu besar.
"Apalagi kalau lihat foto Bapak, saya tidak kuat," kata Garil.
"Dibandingkan adik-adik, saya yang paling ingat Bapak," cerita Garil sambil beberapa kali mengusapkan tisu untuk mengelap air mata yang menetes.
"Anak pertama yang paling disayang, sampai saya disekolahkan sepak bola, tiap hari Minggu pasti Bapak yang antar," sambungnya.

Baca juga: Henry Yosodiningrat Sebut Kiblat FPI ke ISIS karena Munarman, Advokat Ulama: Anda Menuduh, Buktikan
Aris yang berprofesi sebagai supir angkutan, saat itu sedang menunggu penumpang di luar klub-klub malam saat tragedi bom terjadi.
Ia tewas terkena ledakan dari sebuah mobil penuh dengan bahan peledak yang dibawa Ali Imron masuk ke area klub malam tersebut.
Garil yang kala itu masih berumur 10 tahun harus menerima kepergian ayahnya yang tewas akibat serangan teroris.
"Seingat saya, lihat jenazah itu wajah bukan Bapak, sudah enggak jelas, sudah benar-benar hangus," tutur Garil.
Beberapa tahun setelah serangan itu terjadi, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Ditjen Pemasyarakatan mengadakan sebuah pertemuan antara Garil dan Ali Imron.
Pertemuan tersebut diadakan dalam rangka program deradikalisasi yang diharapkan mampu melunakkan hati pelaku terorisme.
Sebelum bertemu dengan Ali Imron, Garil mengakui dirinya ingin mengetahui alasan pelaku melakukan pengeboman.
"Saya pingin tanya dalilnya, saya ingin tahu," kata Garil.
"Sampai otak manusia bisa dibina seperti itu, bisa membunuh ratusan orang," lanjutnya.
Pertemuan Garil dan Ali Imron dilakukan di Polda Metro Jaya Jakarta.
Ketika bertemu dengan Ali Imron, Garil langsung meluapkan apa rasa yang dipendamnya setelah ia kehilangan Ayahnya.
"Dalam jiwa saya marah, saya ingin semua tersangka dihukum mati, tanpa kecuali," ungkap Garil.
"Atas dasar apa pelaku ini melakukan seperti ini, yang katanya Islam, Islam mana yang membunuh saudaranya sendiri," lanjut Garil sambil berusaha menahan kesedihan mengingat kepergian ayahnya karena pelaku yang kini duduk di sampingnya.
Mendengar pertanyaan Garil, Ali Imron kemudian menjelaskan alasan dirinya melakukan aksi terorisme.
Ia kemudian menceritakan kepada Garil, apa yang ia percayai kala itu.
Ali Imron mengakui dirinya memiliki kepercayaan bahwa aksi pembunuhan masal yang dilakukan olehnya memiliki dasar yang dapat dibenarkan.
"Satu yang saya ingat, apakah jihad melawan atau membalas Amerika dengan cara melakukan pengeboman terhadap orang-orang Bule di Bali itu benar menurut Islam atau fiqih jihad," paparnya.
"Bahkan menurut Osama bin Laden, ini benar," lanjut Ali Imron.
Kala itu, Ali Imron menjelaskan target pengeboman ia pilih lantaran di wilayah tersebut paling banyak terdapat orang asing.
"Pilih diskotek atau klub yang paling banyak bulenya," ujarnya.
"Kami dapatilah Sari Club dan Paddies Pub yang berseberangan jalan," tambah Ali Imron.
Ali Imron mengatakan dirinya menjelaskan semua hal tersebut untuk menyampaikan fakta yang terjadi kala itu.
"Saya cerita seperti ini bukan karena saya bangga, saya menyampaikan fakta," terangnya.
Ali Imron mengatakan kebahagiaan masa kecil adik-adiknya menjadi terenggut akibat aksi keji Ali Imron.
"Teman-teman saya diantar Bapaknya, adik-adik saya sekolah SD tak pernah merasakan diantar Bapaknya ke sekolah," kata Garil.
Seusai mendengarkan luapan kesedihan Garil, Ali Imron memahami sebagai korban Garil merasa tersiksa, namun di sisi lain, ia justru mengatakan kepada Garil bahwa dirinya lebih tersiksa.
Hal tersebut karena Ali Imron menyadari kesalahannya tidak akan bisa ditebus.
"Kamu cerita seperti ini, saya tahu kamu tersiksa, tapi saya lebih tersiksa," kata Ali Imron.
"Kesalahan yang saya lakukan itu tidak bisa ditebus oleh apa pun, itu saya sadar dan saya yakin sampai sekarang."
"Yang bisa saya lakukan hingga sekarang, setiap kesempatan, pasti saya sampaikan permohonan maaf saya kepada korban, keluarga korban dan semuanya yang dirugikan dalam pengeboman di Bali," lanjutnya. (TribunWow.com/Anung)