Breaking News:

Terkini Nasional

Di Hadapan Jokowi, Amien Rais Ingatkan Membunuh Orang Mukmin Tanpa Hak Hukumnya Neraka Jahanam

Amien Rais dan TP3 mendatangi Presiden Jokowi untuk membahas tentang kasus kematian enam Laskar FPI, Selasa (9/3/2021) pukul 10.00 WIB.

Kanal Youtube Sekretariat Presiden
Jokowi bertemu dengan Tim Pengawal Pembunuhan (TP3) yang di inisiaisi Amien Rais di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (9/3/2021) pukul 10.00 WIB. Pertemuan singkat dan serius tersebut membahas tentang penembakan enam orang laskar FPI. 

TRIBUNWOW.COM - Politisi senior Amien Rais tampak menyambangi Istana Merdeka, Jakarta, untuk menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) guna membahas kasus penembakan 6 anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI).

Dalam menyambut Amien Rais dan Tim Pengawal Pembunuhan (TP3), Jokowi tampak didampingi oleh Menkopolhukam Mahfud MD dan Mensesneg Pratikno, Selasa (9/3/2021) pukul 10.00 WIB.

Sementara itu, di hadapan Jokowi, Amien Rais mengingatkan soal hukum membunuh seorang mukmin tanpak hak, yang disebut bakal diganjar neraka jahanam.

Berikut rangkuman pertemuan Jokowi dan Amien Rais

Dilansir dari Kanal Youtube Sekretariat Presiden, Mahfud MD dalam konferensi persnya mengatakan, pertemuan tersebut membahas satu hal pokok dan durasinya tidak sampai 15 menit.

“Intinya, mereka menyampaikan satu hal pokok, yaitu terbunuhnya atau tewasnya enam laskar FPI, yang diurai dalam dua hal,” kata Mahfud.

Baca juga: Lewat Mahfud MD, Ini Kata Jokowi soal Penembakan 6 Laskar FPI, Terbukti Pelanggaran HAM Biasa

“Pertama, harus ada penegakan hukum sesuai dengan ketentuan hukum, sesuai perintah Tuhan hukum itu adil. Kedua, ancaman dari Tuhan kalau orang membunuh orang mukmin tanpa hak maka ancamannya adalah Neraka Jahanam,” beber Mahfud.

TP3 yang hadir dalam pertemuan tersebut berjumlah tujuh orang terdiri dari Amien Rais, K.H. Abdullah Hehamahua, K.H. Muhyiddin Junaidi, Marwan Batubara, Firdaus Syam, Ahmad Wirawan Adnan, Mursalim, dan Ansufri Id Sambo.

Mahfud mengatakan mereka (TP3) meyakini telah terjadi pembunuhan 6 orang laskar FPI dan mereka meminta agar ini dibawa ke Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).

Ia juga menambahkan, pelanggaran yang dilakukan termasuk pelanggaran HAM berat sehingga mengakibatkan enam orang laskar FPI meninggal.

Mahfud menjelaskan, hal itu telah ditindaklanjuti oleh Presiden dengan meminta Komnas HAM untuk bekerja secara independen, menyampaikan kepada Presiden apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah.

Tindak lanjut yang didapatkan Presiden berupa komnas HAM telah memberikan laporan dan empat rekomendasi.

“Empat rekomendasi sepenuhnya telah disampaikan kepada Presiden untuk diproses secara transparan, adil, dan bisa di nilai oleh publik, hasilnya, temuan Komnas HAM yang terjadi di tol Cikampek adalah pelanggaran HAM biasa,” ujar Mahfud.

Mahfud mengutip pernyataan salah satu tim TP3.

“Pak Marwan Batubara menyampaikan 6 orang adalah WNI, mereka beriman,” beber Mahfud.

Ia menanggapi hal tersebut dengan menjawab bahwa pemerintah juga yakin dengan hal itu.

Pemerintah sangat terbuka dan tidak memihak kepada siapapun terkait permasalahan ini.

“Pemerintah juga terbuka, kalau ada pelanggaran HAM, mana buktinya sampaikan ke pemerintah sekarang atau kalau tidak sampaikan menyusul kepada Presiden bukan keyakinan,” tegas Mahfud.

“Karena kalau keyakinan kita juga punya keyakinan, kalau yang melakukan si A, si B dan si C, kalau keyakinan,” imbuh Mahfud.

Baca juga: Mahfud MD Tanggapi Nyinyiran soal 6 Laskar FPI yang Ditembak Jadi Tersangka: Memancing Aparat

Ia juga meyakini temuan yang ditemukan Komnas HAM sudah sesuai dengan dasar hukum yang berlaku.

“Komnas HAM sudah menyelidiki sesuai dengan kewenangan UUD enggak ada-apa,” ungkap Mahfud.

Mahfud menjelaskan bahwa terdapat tiga syarat pelanggaran dikatakan kasus HAM berat.

“HAM berat ada tiga syaratnya, dilakukan terstruktur jelas tahap perintahnya berat massive, dilakukan oleh aparat resmi, dan menimbulkan korban yang meluas,” jelas Mahfud.

Mahfud menambahkan kalau ada bukti itu, mari kita bawa, kita adili secara terbuka berdasarkan UUD No 26 Tahun 2000.

“TP3 bukannya sudah diterima Komnas HAM diminta mana buktinya secuil saja, bahwa ada terstruktur, sistematis dan massivenya,” ungkap Mahfud.

“Enggak ada tuh di Berita Acaranya BAP bahwa TP3 telah diterima tapi enggak ada, hanya mengatakan yakin, kalau yakin saja gak boleh,” imbuhnya.

“Karena kita juga punya keyakinan bahwa pelakunya ini, pelakunya itu, otaknya ini itu dan sebagainya, yang membiayai itu, itu juga yakin kita, tapi kan enggak ada buktinya,” jelas Mahfud.

Ia kemudian mengatakan, pemerintah sejak peristiwa ini keluar segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).

“Akhirnya yang saya ingin katakan, sejak peristiwa ini meletus masyarakat sudah mulai muncul untuk dibentuk tim TGPF tim gabungan pencari fakta,” kata Mahfud.

Ia mengatakan pemerintah berada di posisi yang serba salah dalam melakukan tindakan di kasus ini.

“Ada yang meminta pemerintah membentuk, ada yang gak percaya pemerintah, jangan pemerintah nanti bohong itu hasilnya,” imbuhnya.

Presiden mengambil langkah untuk memberikan kebebasan Komnas HAM yang sesuai dengan kewenangan yang diberikan UUD.

“Maka waktu itu Presiden mengumumkan, sesuai dengan kewenangan yang diberikan UUD, silakan Komnas HAM bekerja sebebas-bebasnya, panggil siapa saja yang merasa punya pendapat dan bukti, yang merasa punya keyakinan, sampaikan ke Presiden apa rekomendasinya,” ungkapnya.

Mahfud menegaskan pemerintah sama sekali tidak pernah ikut campur atau intervensi Komnas HAM.

Ia menyampaikan merasa keberatan dan kebingungan karena merasa apa yang dilakukan pemerintah selalu dianggap salah.

“Kita hanya menyatakan kalau pemerintah yang membentuk lagi-lagi dituding timnya pemerintah, orangnya pemerintah, timnya orang dekatnya si A si B,” bebernya sembari menunjukkan sikap kesal.

Pemerintah meminta komnas HAM untuk menyelidiki dan membentuk tim TGPF di bawah naungan Komnas HAM.

“Silakan selidiki, mau membentuk tim TGPF di bawah naungan Komnas HAM, mana rekomendasinya, kita lakukan,” jelasnya.

Ia juga merasa kesal karena bukan hanya posisi pemerintah yang serba salah, namun kebijakan hukum yang ditetapkan oleh kepolisian tidak luput dari bahan tertawaan publik.

“Saudara saya ingin menjelaskan satu lagi, ada tertawaan publik, semula masyarakat banyak yang ngejek nyinyir gitu, kenapa kok orang mati dijadikan tersangka enam orang laskar FPI itu kan dijadikan tersangka oleh polisi,” ungkap Mahfud.

Ia menjelaskan bahwa itu semua hanya bagian dari proses dan konstruksi hukum.

“Itu hanya konstruksi hukum, dijadikan tersangka sehari, kemudian sesudah itu dinyatakan gugur perkaranya, karena apa, konstruksi yang dibuat oleh Komnas HAM itu ada orang yang bernama Laksar FPI itu memancing aparat untuk melakukan tindak kekerasan dan membawa senjata,” jelas Mahfud.

Komnas HAM juga menemukan bukti terkait kejadian di tol Cikampek tersebut.

“Ada bukti senjatanya, ada proyektilnya bahkan di laporan komnas ham itu, ada juga nomor telepon orang yang memberikan komando, siapa itu?” ujar Mahfud.

Dia menjelaskan konstruksi hukum yang dikerjakan sesuai dengan kasus ini.

“Oleh karena 6 orang terbunuh ini yang kemudian menjadi tersangka dicari dulu, karena dia memancing aparat dengan menggunakan senjata,” pungkas Mahfud.

“Sesudah itu, siapa yang membunuh 6 orang ini? Baru ketemu tiga orang polisi yang ditemukan Komnas HAM,” ujar Mahfud.

Sistematika yang terakhir adalah Komnas HAM mengumumkan bahwa perkaranya gugur karena tersangka yang dituduhkan telah meninggal.

Ia juga menambahkan, kalau ini sudah ditemukan konstruksinya, baru perkaranya gugur, lalu siapa yang membunuh orang ini?

Mahfud pastikan akan terus mengawal kasus ini hingga menempuh jalur persidangan.

“Kita buka di pengadilan, kita minta TP3 atau siapapun yang punya bukti lain, kemukakan di proses persidangan itu, sampaikan ke Komnas HAM kalau ragu dengan polisi atau kejaksaan, sampaikan disana,” tegas Mahfud.

“Tapi kami melihat yang dikomnas HAM itu cukup lengkap,” tutupnya. (Tribunwow.com/Adi Manggala S)

Tags:
JokowiAmien RaisPenembakan Laskar FPILaskar FPIFPIPolriKomnas HAMMenkopolhukamMahfud MD
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved