Isu Kudeta Partai Demokrat
Minta Moeldoko Mundur dari KSP, Ade Armando Sebut Jadi Beban Jokowi terkait KLB Partai Demokrat
Dosen Komunikasi Universitas Indonesia, Ade Armando tanggapi persoalan dualisme di tubuh Partai Demokrat.
Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Mohamad Yoenus
TRIBUNWOW.COM - Dosen Komunikasi Universitas Indonesia (UI), Ade Armando menanggapi persoalan dualisme di tubuh Partai Demokrat.
Sebagaimana diketahui, saat ini terdapat dua kepemimpinan di Partai Demokrat, yakni di bawah kepemimpinan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Ketua Umum Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko.
Dilansir TribunWow.com, Ade Armando menilai dengan adanya keterlibatan Moeldoko dalam persoalan tersebut menandakan bahwa memang benar ada kaitannya dengan pihak eksternal.

Baca juga: Soal Kisruh Demokrat, Pengamat: Ujian bagi AHY, Godaan bagi Moeldoko, Tes bagi Kemenkumham
Baca juga: KTA Partai Demokrat Moeldoko Dipertanyakan, Max Sopacua Samakan dengan Milik AHY pada 2016
Mengingat Moeldoko memiliki jabatan di KSP, menurutnya sulit untuk menyakinkan kepada publik bahwa memang tidak ada sangkut-pautnya dengan pemerintah dan Jokowi.
Menurutnya, langkah yang paling bisa membuktikan bahwa tidak ada campur tangan dari pemerintah adalah dengan mencopot Moeldoko.
"Ini ada pertarungan yang luar biasa dan akan membelah opini publik," ujar Ade Armando, dikutip dalam acara Kompas Petang, Senin (8/3/2021).
"Maka menurut saya yang terbaik adalah Pak Moeldoko itu tidak lagi dalam posisi sebagai KSP," harapnya.
Sebaliknya, ketika Moeldoko masih tetap menjadi seorang KSP dan di satu sisi memperjuangkan hasil kongres luar biasa (KLB) Partai Demokrat, maka pandangan dari publik masih akan mengaitkan dengan pemerintah.
Begitupun juga kepada Jokowi yang secara struktur memiliki hubungan dekat dengan KSP.
Baca juga: Rocky Gerung Sanggah Pernyataan Mahfud Samakan Kudeta Demokrat dengan PKB dan PDI: Ada Kepanikan
Maka dari itu, baik secara langsung maupun tidak, akan memberikan citra buruk kepada Jokowi itu sendiri.
"Ini betul-betul menjadi beban buat Pak Jokowi kalau Beliau masih dalam posisi KSP," kata Ade Armando.
"Pak Jokowi atau pemerintah akan terus menjadi objek serangan dengan mengatakan bahwa yang berada di belakang langkah-langkah Pak Moeldoko adalah istana," jelasnya.
Lebih lanjut, dalam proses penyelesaiannya, baik di pengadilan maupaun di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), menurut Ade Armando akan lebih mudah ketika Moeldoko tidak menjabat sebagai pejabat negara.
Dengan begitu, proses perebutan legalitas kepemimpinan Partai Demokrat dengan kubu AHY bisa jauh lebih objektif.
"Jadi demi kemudahan perjalanan penyelesaian hukumnya, legalitasnya, demi nama baik istana dan Pak Jokowi, sebaiknya Pak Moeldoko mengundurkan diri," pungkasnya.