Kasus Korupsi
PDIP Sebut Kasus seperti Nurdin Abdullah akan Terus Terjadi: Akan Tetap Gampang Menjebak Pejabat
Politisi PDIP, Deddy Sitorus memaparkan sejumlah hal yang menyebabkan kasus-kasus korupsi seperti Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah akan terus terjadi.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan suap proyek infrastruktur di Sulsel.
Menanggapi hal ini, politisi PDIP, Deddy Sitorus mengatakan, kasus-kasus serupa akan terjadi karena beberapa faktor.
Satu di antaranya adalah sistem politik di Indonesia yang memerlukan ongkos tinggi.

Baca juga: Sosok Andi Sudirman, Gubernur Sulawesi Selatan Pengganti Nurdin Abdullah yang Ditangkap KPK
Hal itu disampaikan oleh Deddy dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam tvOne, Minggu (28/2/2021).
Mulanya ia meminta agar seluruh pihak menghormati proses hukum yang sedang dikerjakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia meminta agar tidak ada keraguan dan kecurigaan terhadap KPK.
Deddy juga menyampaikan, kejadian operasi tangkap tangan (OTT) tidak akan menghentikan orang lain melakukan tindak pidana korupsi.
"Kejadian seperti ini akan terus terjadi, tidak akan berhenti," ujar dia.
Pertama, ia menyoroti soal sistem politik di Indonesia yang memerlukan ongkos tinggi.
"Sistem politik kita yang sangat liberal seperti sekarang ini memang high cost political system," kata Deddy.
Deddy mencontohkan calon kepala daerah yang mengandalkan popularitas saja tidak cukup jika melawan calon kepala daerah yang bermain menggunakan money politic.
"Karena orang populer juga bisa kalah dengan orang berduit," kata dia.
Selanjutnya Deddy menyoroti soal kegiatan pemilu serentak yang membuat persoalan semakin rumit hingga adanya money politic dipastikan sangat tinggi.
Lalu Deddy mengungkit soal sosok pemimpin politik itu sendiri.
Ia menjelaskan banyak yang melihat pejabat dianggap sebagai sumber pendanaan bagi kegiatan sosial maupun individu-individu.
Hal tersebut dianggap berbahaya ketika pejabat yang bersangkutan sudah memiliki keleluasaan dan wewenang.