Viral Medsos
Kepala Desa Ungkap sebelum Beli Mobil Bersama, Sejumlah Kelompok KK Sempat Tolak Keras Jual Tanah
Sebanyak 70 Kepala Keluarga di Dusun Pomahan, Desa Sumurgeneng, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, mendapatkan uang penjualan tanah dari Pertamina.
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Sebanyak 70 Kepala Keluarga di Dusun Pomahan, Desa Sumurgeneng, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, mendapatkan uang penjualan tanah dari Pertamina.
Dari 70 KK itu, sambungnya, ada sekitar 50 KK yang dulu menolak keras menjual tanah untuk pembangunan kilang minyak new grass root refinery (NGRR).
Namun, Kata Kepala Dusun, Kasiyanto, setelah sepakat menjual tanah untuk pembangunan kilang minyak itu, sejumlah warga ramai-ramai memborong mobil secara bersamaan.
Baca juga: Kisah Warga Tuban yang Dapat Rp 18 Miliar dari Jual Tanah ke Pertamina, Sudah Beli 3 Mobil Sekaligus

"Mereka yang membeli mobil baru secara bersamaan kemarin itu kelompok yang dulunya menolak keras menjual tanahnya," kata Kasiyanto, saat ditemui Kompas.com di Balai Desa Sumurgeneng, Rabu (17/2/2021).
Kata Kisiyanto, warga yang memborong mobil secara bersamaan dan berkelompok itu merupakan warga Dusun Pomahan dan Dusun Sumurgeneng.
Pada Minggu (14/2/2021), ada 17 mobil dikirim dari Surabaya dan Gresik datang ke desanya.
Kemudian ada juga tiga mobil dari dealer di Tuban yang datang pada hari itu.
"Rata-rata mobil yang mereka beli jenis Innova, HRV, Expander, Pajero, dan Honda Jazz," ujarnya.
Baca juga: Beredar Kabar Mistis soal Rumah TKP Pembunuhan 1 Keluarga di Baki, Warga Setempat Buka Suara
Mereka membeli mobil setelah menerima pembayaran tahap akhir dari hasil konsinyasi yang dititipkan di Pengadilan Negeri Tuban.
Dika, salah seorang warga Dusun Pomahan mengatakan bahwa keluarganya menerima uang penjualan tanah dari Pertamina sejak Agustus 2020 lalu.
Uang itu diterima karena keluarganya sejak awal menerima pembebasan lahan yang terdampak pembangunan kilang minyak.
Usai mendapat uang tersebut, Dika mengaku membeli mobil.
"Saya dibelikan mobil Innova ini dan saya juga enggak berani tanya dapat uang berapa kepada orangtua," kata Dika, saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu.
Kata Dika, mobil yang dibelinya tersebut akan dipakai untuk menunjang usaha milik keluarganya.
"Usahanya jasa pengeboran sumur, Insya Allah sebagian uangnya juga untuk usaha dan sebagian lagi untuk renovasi rumah," ujarnya.
Baca juga: Sejumlah Fakta Terungkap di Perceraian Nindy Ayunda dan Askara, Suami Selingkuh dengan Banyak Wanita
Kades Khawatir
Sementara itu, Kepala Desa Sumurgeneng Gihanto mengaku khawatir meski pun warganya mendadak menjadi miliarder.
Sebab, sebagian besar warganya sedikit menggunakan uang itu untuk usaha.
"Ada rasa kekhawatiran karena sedikit yang dibuat usaha," kata Gihanto, Selasa (16/2/2021) dikutip dar Surya.co.id.
Kata Gihanto, sekakarang hampir setiap rumah yang mendapat uang pembebasan lahan memiliki satu hingga tiga mobil di garasinya.
Baca juga: PDIP Tanggapi Usul Tuntutan Hukuman Mati Juliari oleh Wamenkumham: Sebaiknya Kita Hemat Opini
Selain membeli mobil, ada sebagian warga memilih membeli tanah dan membangun rumah.
"Warga yang menggunakan uangnya untuk sangat minim, jadai jangan heran kalau di kampung sini cari warung makan aja susah," ujarnya kepada Kompas.com, Selasa.
Kata Giharto, warganya membeli mobil baru setelah mendapat pembebasan lahan proyek pembangunan kilang minyak new grass root refinery (NGRR) Pertamina.
Masih dikatakan Gihanto, uang pembebasan lahan yang diterima warga juga bervariasi, mulai dari Rp 28 juta.
Namun, rata-rata sebagian besar warga mendapat Rp 8 miliar.
Bahkan ada beberapa orang yang mendapat di atas Rp 20 miliar.
Dijelaskan Ginarto, di desanya terdapat 840 kepala kelaurga (KK), sekitar 225 KK di Desa Sumurgeneng menjual lahan garapan yang terdampak proyek pembangunan kilang minyak terbesar di Indonesia itu.
"Ya memang kondisinya begitu, dapat uang lalu beli mobil, ada juga yang dibelikan tanah lagi maupun bangun rumah juga," ungkapnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Mereka yang Membeli Mobil Baru Secara Bersamaan Itu Kelompok yang Dulunya Menolak Keras Menjual Tanahnya".