Terkini Nasional
Jokowi Minta Kritik, Johnny Plate Sebut Bukan Sembarang Kritik: Kalau Nyinyir Ya Tak Perlu Didengar
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate memberikan penjelasan terkait cara mengkritik pemerintah.
Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate memberikan penjelasan terkait cara mengkritik pemerintah.
Hal itu menyusul pernyataan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta masyarakat lebih aktif dalam memberikan kritik.
Dilansir TribunWow.com dalam acara Kabar Petang, Senin (15/2/2021), Johnny meminta kepada masyarakat untuk bisa membedakan antara kritik, nyinyir, benci dan juga fitnah.

Baca juga: Komentar Fahri Hamzah soal Jokowi Minta Dikritik, Ungkap Momen saat Pemberian Bintang Mahaputra
Baca juga: Sebut Ucapan Jokowi Hipokrisi, Deklarator KAMI Ungkit Penangkapan Para Aktivis dan Rizieq Shihab
Dalam kesempatan itu, Johnny mulanya memastikan bahwa pemerintah dan juga Jokowi tidak anti terhadap kritik.
Hal itu dibuktikan dengan pernyataan dari Jokowi yang meminta masyakat mengkritik dengan tujuan untuk kebaikan bersama.
"Jadi Presiden itu sangat dekat dan sangat tidak anti kritik, menyambut baik itu kritik," ujar Johnny.
Meski begitu, terkait kritik yang dimaksud oleh Jokowi, Johnny mengatakan tidak sembarangan kritik.
Yakni harus kritik yang didasari dengan fakta dan disampaikan dengan prosedur yang benar.
"Tetapi kita harus bedakan antara kritik, nyinyir, benci dan fitnah," kata Johnny.
"Kalau bentuknya kritik tentu dia berbasis data, berbasis harapan yang lebih baik dan pengelolaan diksi, tata cara, metode yang disampaikan sesuai dengan kultur kita," jelasnya.
"Tetapi kalau yang namanya nyinyir ya itu baik-baik saja, tetapi tidak perlu didengar, apalagi benci, janganlah membenci, kalau membenci jangan dibawa hati."
Baca juga: Jokowi Minta Dikritik, Jusuf Kalla: Bagaimana Caranya Mengkritik Pemerintah Tanpa Dipanggil Polisi?
Johnny memastikan pemerintah akan menyambut baik dan mempertimbangkan kritik yang berbasis data dan fakta.
"Namun kalau kritik berbasis data maka tentu bermanfaat untuk perbaikan-perbaikan kebijakan, sebagai masukan dalam pembuatan kebijakan lanjutan," ungkapnya.
"Pemerintah tidak anti kritik, bahkan Presiden menyambut baik dan mengajak untuk selalu diberikan pandangan-pandangan kritis berbasis data dalam rangka perbaikan kinerja-kinerja kabinet dan penyelenggaraan negara," pungkasnya.
Simak videonya mulai menit ke- 3.28
Deklarator KAMI Sebut Ucapan Jokowi adalah Hipokrisi
Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Marwan Batubara menanggapi pernyataan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta masyarakat aktif mengkritik.
Dilansir TribunWow.com dalam acara Kompas Petang, Minggu (14/2/2021), Marwan lantas mengungkit kasus penangkapan para aktivis KAMI serta Habib Rizieq Shihab.
Menurutnya, kondisi tersebut belum menunjukkan bahwa ada kebebasan dalam memberikan kritik.
"Banyak sekali, misalnya penangkapan Syahganda Nainggolan, Anton Permana, kemudian Jumhur Hidayat, lalu ada Ustaz Kingkin dan seterusnya," ujar Marwan.
"Itu kan ditangkap dasarnya itu karena mengkritik, tidak ada fitnah di sana," jelasnya.
Baca juga: Tanggapi JK, Deddy Sitorus Minta Tak Perlu Takut: Belum Ada yang Ditangkap karena Kritik Pemerintah
Baca juga: Soal Jusuf Kalla Sindir Jokowi Minta Dikritik, Mahfud MD Anggap Beda Makna, Bandingkan Masa JK
Sedangkan khusus kasus penangkapan Habib Rizieq, Marwan menyebut lebih kepada ketidakadilan hukum.
Oleh karenanya, hal itulah yang juga menjadi bahan kritik dari KAMI.
"Kemudian juga ada yang pantas kita kritik itu tentang ketidakadilan yang dipertontonkan oleh pemerintah," kata Marwan.
"Terutama aparat hukum, Polri atau Kejaksaan yang sebetulnya itu pimpinannya Pak Jokowi."
"Contohnya misalnya penangkapan Habib Rizieq melanggar protokol kesehatan, sudah bayar denda tapi terus dicarikan berbagai alasan untuk terus ditahan," ungkapnya.
Dirinya menyebut ucapan dari Jokowi yang meminta masyarakat untuk mengkritik tidak dibuktikan dengan tindakan nyatanya di lapangan.
"Ini bentuk dari hipokrisi yang dipertontonkan oleh pemerintah," ucap Marwan.
"Kalau memang benar bisa menerima kritik maka mestinya orang-orang yang mengkritik itu tidak harus terus ditahan, buktikan saja, lepaskan saja teman-teman yang di KAMI atau lepaskan juga Habib Rizieq itu," harapnya.
Baca juga: Jokowi Minta Dikritik, Jusuf Kalla: Bagaimana Caranya Mengkritik Pemerintah Tanpa Dipanggil Polisi?
Menanggapi hal itu, Politisi PDI Perjuangan Deddy Sitorus menyebut penangkapan terhadap Anton Permana, Jumhur Hidayat dan Syahganda Nainggolan bukan hanya persoalan mengkritiknya.
Melainkan menurutnya ada deligh hukumnya, sehingga dilaporkan.
"Saya kira orang-orang seperti Syahganda, Anton Permana itu kan ada delik hukumnya, benarkah dia tidak melanggar hukum? Sebagai negara hukum silakan diproses melalui pengadilan dong," terang Deddy Sitorus.
"Karena tidak bisa asumsi-asumsi sepihak hanya karena mereka kritis dan segala macam," imbuhnya.
Menurutnya, dalam kasus Jumhur dan Syahganda melanggar pasal 45 Ayat 2 Undang-undang Nomor 11, serta pasal 160 KUHP tentang penghasutan.
"Demikian pula tentang Anton Permana tentang menyikap salah satu etnis," pungkasnya.
Simak videonya mulai menit ke- 2.34
(TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)