Terkini Nasional
Bahas Asal Usul Buzzer Pro Pemerintah Jokowi, Dewan Pers Menduga Digerakkan Banyak Aktor
Dewan Pers menduga ada banyak aktor yang menggerakkan buzzer-buzzer atau pendengung pro pemerintah.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Mohamad Yoenus
TRIBUNWOW.COM - Pendengung atau buzzer kini tengah menjadi sorotan seusai Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta agar masyarakat mengkritik pemerintah.
Buzzer kerap menyerang mereka yang berpihak pada oposisi ataupun mereka yang mengkritisi pemerintah.
Dewan Pers Arif Zulkifli menduga bahwa buzzer tidak dikendalikan oleh pemerintah melainkan aktor-aktor tertentu.

Baca juga: Tanggapi Jokowi yang Minta Dikritik Rakyat, Cuitan Iwan Fals: Tuh Butuh Kritik Pedas, Karetnya Dua
Hal itu diungkapkan oleh Arif dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne, Kamis (11/2/2021).
Mulanya Arif menegaskan kritik yang dilakukan oleh pers adalah hal yang lumrah.
"Pers bukan memusuhi pemerintah tapi pers ingin agar jalannya pemerintahan itu berlangsung sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh publik, berada di rel yang benar," terangnya.
Berkaca pada pemerintahan Presiden Jokowi, Arif mengaku saat ini pers sudah tidak lagi menerima telepon langsung dari pemerintah apabila mengkritik pemerintah.
Arif menyebut, hal yang menjadi permasalahan adalah keberadaan buzzer yang kerap menyerang pers jika mengkritisi pemerintah.
"Yang menjadi persoalan adalah kehadiran para pendengung yang kerap kali berseberangan dengan pers dan membela pemerintah," ujar dia.
Arif memaparkan, ada dua masalah terkait buzzer, pertama adalah identitas para buzzer.
"Umumnya buzzer adalah anonim, jadi kita tidak pernah tahu siapa," ungkapnya.
Masalah kedua, para buzzer kerap menyerang hal-hal personal atau pribadi pihak yang mengkritisi pemerintah.
"Mereka tidak pernah mau, bersedia atau punya kapasitas untuk mempersoalkan materi kritiknya," kata Arif.
Arif mengatakan, keberadaan buzzer ini dapat membuat para wartawan enggan melaksanakan tugas-tugas jurnalistik, termasuk mengawasi berjalannya pemerintahan.
Meskipun buzzer selalu dikaitkan dengan pemerintah, Arif mengakui sampai saat ini belum ada bukti bahwa pemerintah betul-betul menggerakkan buzzer secara terstruktur.
"Kita tidak pernah punya bukti yang keras dan tegas bahwa para buzzer diorkestrasi secara formal oleh pemerintah," papar Arif.
Baca juga: Pengamat Minta Jokowi Tertibkan Buzzer Terlebih Dahulu sebelum Minta untuk Dikritik
Asal Usul Buzzer
Arif lalu membahas soal sosok penggerak buzzer.
Ia menduga buzzer bukan digerakkan oleh pemerintah secara utuh.
Arif meyakini tidak ada pemerintah yang utuh solid sebagai satu kesatuan di negara manapun.
Berdasarkan analisanya, ada perebutan kekuasaan atau power struggling di dalam tubuh pemerintah.
Lalu buzzer digerakkan oleh aktor-aktor yang terlibat dalam power struggling tersebut.
"Dia bekerja untuk unit-unit atau orang-orang atau aktor-aktor, mereka yang terlibat dalam power struggling itu," jelas Arif.
Arif mengatakan, power struggling memiliki sejumlah tujuan, mulai dari perebutan posisi tertentu dalam tubuh pemerintahan hingga demi mendekati RI 1.
"Tidak adil kalau buzzer ini diasosiasikan langsung kepada pemerintah," kata dia.
Meskipun buzzer tidak bisa dikaitkan langsung dengan pemerintahan, Arif menyebut pemerintah tetap harus bertanggung jawab terhadap para buzzer dengan menegakkan hukum seadil-adilnya.
Baca juga: Warganet Takut Dijerat UU ITE jika Kritik Jokowi, Kominfo Tetap Persilakan: Banyak Misinterpretasi
Simak videonya mulai menit ke-1.10:
Demokrat: Buzzer-buzzer Sangat Reaktif
Sebelumnya diberitakan, Anggota DPR Fraksi Demokrat, Herman Khaeron tanggapi keinginan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) supaya masyarakat lebih aktif dalam memberikan kritik, baik kepada dirinya maupun pemerintah secara umum.
Dilansir TribunWow.com dalam acara Kompas Petang, Rabu (10/2/2021), Herman Khaeron mengakui hal tersebut sebagai kabar yang baik.
Meski begitu, menurutnya harus ada kesinkronan antara ucapan Jokowi dengan seluruh aparaturnya.

"Dan kalau merujuk di era Presiden SBY misalkan, bahwa media massa pun sangat terbuka untuk mengkritik pemerintahan," ujar Herman Khaeron.
"Oleh karenanya jangan sampai pada sisi lain untuk menarik simpati dengan statment kritik tetapi gerakan lain ataupun ada perlakuan lain dari aparat yang lain," harapnya.
"Sehingga ini harus sinkron."
Menurutnya, sebagai negara demokrasi tentu menjadi hal yang biasa soal adanya kritik-mengkritik, hanya saja harus dilakukan secara objektif, bukan malah menebar hoax.
Ia menambahkan bahwa kritik yang membangun itulah yang saat ini dibutuhkan Jokowi untuk kebaikan bangsa dan negara.
Untuk membuktikan ucapan tersebut, Herman Khaeron meminta kepada Jokowi untuk memastikan bahwa ketika melakukan kritik tersebut aman dan tidak mendapatkan ancaman balik, khususnya dari para buzzer.
"Ya selama bahwa ini belum menjadi intruksi presiden kepada aparaturnya," kata Herman Khaeron.
"Ini kan sering kali banyak masyarakat yang mengkritik bahwa buzzer-buzzer ini sangat reaktif."
"Ketika ada yang nyenggol Pak Jokowi, kritiknya sebenarnya bagus, tetapi kemudian dihantam dengan berbagai balasan yang tentu menakutkan," jelasnya.
Lebih lanjut, dirinya juga tidak ingin, meski sudah diizinkan atau diminta untuk memberikan kritik, namun tanpa disadari justru harus berurusan dengan hukum, berkaitan dengan Undang-undang ITE.
"Yang paling penting juga, membuka kritik ini harus intruksional kepada seluruh aparaturnya."
"Jangan kemudian kita mengkritik dianggap menyalahi Undang-undang ITE lantas kemudian kita menjadi bermasalah dengan persoalan hukum," pungkasnya. (TribunWow.com/Anung/Elfan)