Breaking News:

Terkini Nasional

Natalius Pigai Dilaporkan Balik karena Dianggap SARA, Refly Harun: Saya Sendiri Tidak Mendukung

Pakar hukum tata negara Refly Harun membahas upaya pelaporan terhadap Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai.

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Rekarinta Vintoko
Tribunnews.com/Theresia Felisiani
Mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mendaftarkan diri sebagai calon pimpinan (capim) KPK pada Kamis (4/7/2019) di Kantor Setneg, Jakarta. 

TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun membahas upaya pelaporan terhadap Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai.

Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan di kanal YouTube Refly Harun, Sabtu (30/1/2021).

Diketahui sebelumnya Pigai menjadi korban dugaan ujaran kebencian berbasis suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun memberikan bahasan terkait kasus dugaan rasisme terhadap mantan komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai.
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun memberikan bahasan terkait kasus dugaan rasisme terhadap mantan komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai. (Youtube/Refly Harun)

Baca juga: Bahas Kasus Rasisme Abu Janda, Refly Harun Sebut sebagai Sosok Kontroversial: Agak Speechless

Pigai kemudian dilaporkan balik oleh kelompok Pemuda, Pelajar, Mahasiswa Mitra Kamtibmas (PPMK) karena dinilai mengucapkan kebencian terhadap suku lain.

Menanggapi hal itu, Refly mempertanyakan maksud laporan tersebut apakah Pigai memang bersikap SARA atau hanya mengkritik.

"Hati-hati ya, antara kritisisme dan ujaran kebencian. Kadang-kadang tipis bedanya," ungkit Refly Harun.

Pigai dilaporkan karena diduga telah menyinggung suku Jawa dalam sebuah pernyataan.

Ia menyebut selama ini belum ada presiden yang non-Jawa.

Sementara itu masyarakat lain yang berada di luar suku Jawa umumnya hanya dapat menduduki posisi di bawah presiden, misalnya sebagai pejabat publik.

Mengingatkan inti dari ucapan Pigai, Refly Harun menilai sosok aktivis HAM itu bukan bermaksud menyinggung suku Jawa.

"Berarti bukan menyinggung etis Jawa atau di luar Jawa," simpul Refly.

Baca juga: Singgung Papua Fobia, Natalius Pigai Ungkap Perlakuan Rasis Bukan Hal yang Baru: Ini Terbukti

Ia mengingatkan sebelumnya ada pula presiden yang berasal dari luar suku Jawa, yakni BJ Habibie.

Meskipun begitu, Habibie menjabat satu tahun karena hanya menggantikan Soeharto.

Dalam laporannya, PPMK menilai Pigai telah melanggar Undang-undang 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, Undang-undang nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, serta Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Refly menilai ucapan Pigai tidak dapat dijadikan bukti telah menyinggung suku tertentu.

"Tidak spesifik suku mana yang dimaksud," komentar dia.

Selain itu, ia mengaku tidak terlalu mendukung upaya menyelesaikan masalah melalui jalur hukum.

"Memang saya sendiri tidak terlalu mendukung dengan cara-cara seperti ini," ungkap Refly.

"Terus terang saja sangat tidak produktif kalau kita bicara soal adu-mengadu," lanjut dia.

Selain itu, ia menilai Pigai tidak bermaksud menyinggung masyarakat Jawa sendiri, tetapi menyoroti bagaimana kekuasaan sulit diraih bagi orang di luar suku Jawa.

"Sebenarnya bukan suku Jawa, tapi orang dari Pulau Jawa. Saya pun termasuk orang yang berasal dari Pulau Jawa kalau dihitung seperti ini," komentar Refly.

"Memang sentral kekuasaan berada di Jawa, terutama di Jakarta," tambah dia.

Lihat videonya mulai dari awal:

Natalius Pigai Ungkap Perlakuan Rasis Bukan Hal Baru

Mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengungkap rasisme terhadap masyarakat Papua sudah terjadi menahun.

Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan iNews, Selasa (26/1/2021).

Diketahui sebelumnya Pigai menjadi korban ujaran rasialisme oleh Ketua Relawan Pro Jokowi-Ma'ruf Amin (Projamin) Ambroncius Nababan.

Baca juga: Natalius Pigai Jadi Korban Rasisme, Refly Harun Soroti Latar Belakangnya: Wajar Prihatin soal HAM

Ujaran bermuatan SARA di media sosial itu kemudian menjadi viral dan Ambroncius ditetapkan sebagai tersangka.

Menanggapi banyaknya kasus rasialisme terhadap masyarakat Papua, Pigai menuturkan bukan hanya terjadi kali ini saja.

"Soal rasisme terhadap orang Papua, itu bukan baru," jelas Natalius Pigai.

Mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai jadi korban kasus dugaan rasisme oleh Ketua Relawan Pro Jokowi-Maruf Amin (Pro Jamin), Ambroncius Nababan
Mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai jadi korban kasus dugaan rasisme oleh Ketua Relawan Pro Jokowi-Maruf Amin (Pro Jamin), Ambroncius Nababan (Youtube/Official iNews)

Ia memaparkan pada sidang BPUPKI tahun 1945 Mohammad Hatta menyampaikan pandangan antropologis yang menyebut orang Papua berbeda DNA dengan orang Melayu.

Maka dari itu potensi terjadi konflik saudara pada masyarakat yang akan datang sangat besar.

Saat itu diputuskan Papua belum menjadi bagian dari masyarakat Indonesia.

"Dalam perjalanannya, tesis dan usulan Hatta ini terbukti," kata Pigai.

Ia memberi contoh sejumlah perlakuan rasis yang diterima masyarakat Papua, baik saat berada di Papua maupun di daerah lain.

Baca juga: Prajurit TNI yang Gugur di Papua Berencana untuk Menikah, sang Ayah: Pacaran Lebih dari 5 Tahun

"Pada 1970-an, Ali Murtopo dedengkot CSIS menyatakan orang Papua kalau mau hidup cari saja di Pasifik," ucap aktivis HAM ini.

"Tahun 1980-an, gubernur Jawa Tengah pernah mengusir orang Papua. Tapi karena gubernur Papua yang hebat, dia bilang, 'Kalau kamu mengusir orang Papua, saya akan mengusir orang transmigrasi'. Akhirnya tidak jadi," paparnya.

Pigai memberi contoh lain ketika pemimpin daerah lain mengusir masyarakat Papua dari wilayahnya.

Ia menyebut pernyataan itu bahkan pernah disampaikan Luhut Binsar Panjaitan pada 1996.

"Tahun 1995 gubernur DIY pernah mengusir orang Papua. Tahun 1996 Luhut mengatakan, 'Cari pulau sendiri di negara Pasifik'," tutur Pigai.

Selain itu, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono pernah menyampaikan pernyataan serupa.

"Tahun 1999 Hendropriyono pernah mengatakan 2 juta orang pindahkan saja ke Manado," ungkap Pigai.

Ia mengaku sebagai aktivis HAM, terutama yang berasal dari Papua, ingin mengubah pandangan masyarakat agar memperlakukan masyarakat Papua dengan setara.

"Jadi dalam perjalanan historiografi Papua, pandangan-pandangan rasisme Papua-fobia dikeluarkan oleh pimpinan. Maka cara pandangan saya adalah mengubah mindset dan karakter berpikir rasis, segregatik, dan diskriminatif," tandasnya. (TribunWow.com/Brigitta)

Tags:
Natalius PigaiRefly HarunSARAAmbroncius NababanKomnas HAM
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved